Tak Berkategori

Marak Penadah, Warga Kalsel Diimbau Hati-Hati Beli Barang

apahabar.com, BANJARMASIN – Beberapa pekan belakangan, aksi pencurian kian marak di Kalimantan Selatan. Di Banjarmasin, polisi…

Dari banyak kasus, banyak masyarakat yang terlibat sebagai penadah barang haram tersebut. Foto ilustrasi: CNN Indonesia

apahabar.com, BANJARMASIN – Beberapa pekan belakangan, aksi pencurian kian marak di Kalimantan Selatan.

Di Banjarmasin, polisi baru meringkus pelaku pencurian serta para penadahnya.

Pelaku bernama Yudi (23), warga Jalan Baguntan Raya, Basirih, Banjarmasin Barat.

Sedangkan pelaku penadahan barang hasil curian ada 3 orang, yakni Arbani (28) warga Jalan Ampera I Ujung RT 37 RW 3, Basirih, Banjarmasin Barat.

Eko (32) Jalan Cempaka Sari IV Nomor 45 RT 50 RW 3, Basirih, Banjarmasin Barat. Jumiati (41) Jalan Cempaka Sari IV RT 50 RW 3, Basirih, Banjarmasin Barat.

Nahasnya dari kasus ini, banyak masyarakat yang terlibat sebagai penadah barang haram tersebut.

Lantas bagaimana secara perspektif hukum pidana, jika penadah itu tidak mengetahui barang yang dibeli merupakan hasil curian?

Pengamat Hukum Pidana FH ULM, Dr. Mispansyah mengatakan tindak pidana penadahan diatur dalam Pasal 480 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Elemen penting dari pasal ini, yakni terdakwa harus mengetahui atau patut dapat menyangka barang itu merupakan hasil kejahatan. Baik pencurian, penggelapan, penipuan, pemerasan dan lainnya.

Pengamat Hukum Pidana FH ULM, Dr. Mispansyah. Foto: Istimewa

“Akan tetapi, sudah cukup apabila ia patut dapat menyangka (mengira dan mencurigai) bahwa barang itu ‘gelap’, bukan barang yang ‘terang’,” ucap Dr. Mispansyah kepada apahabar.com, Selasa (25/8) pagi.

Menurut Mispansyah, tindak pidana penadahan ini unsur kesalahannya ada dalam bentuk kesengajaan dan kealpaan. Atau disebut delik pro parte dolus dan pro parte culpa.

“Di dalamnya memuat unsur kesengajaan sekaligus kealpaan. Terlihat unsur tindak pidana apabila terdakwa mengetahui atau patut dapat menyangka,” jelas Mispansyah.

Untuk membuktikan elemen ini, kata dia, memang rada sukar. Namun dalam praktiknya, dapat dilihat dari keadaan atau cara dibelinya barang tersebut.

Misalnya dibeli dengan di bawah harga, dibeli pada waktu malam secara sembunyi – sembunyi.

“Yang menurut ukuran di tempat itu memang mencurigakan,” tegasnya.

Agar masyarakat terhindar dari jerat tindak pidana penadahan, sambung dia, maka saat membeli barang harus mempertimbangkan harga beli.

Misalnya, jangan membeli barang dengan harga yang terlalu miring.

Kemudian, jangan membeli barang yang tidak memiliki kwitansi atau surat yang kurang lengkap.

“Kalau masyarakat telah berhati-hati dalam membeli barang, maka tidak dapat dijerat dengan tindak pidana penadahan,” bebernya.

Ia menegaskan, penyidik Polri jangan langsung menuduh masyarakat sebagai penadah.

Harus dilihat, apakah ada kesalahan atau tidak. Bisa jadi masyarakat memang punya itikad baik dengan kehati-hatian.

“Maka jangan dituduh, karena mereka tidak memiliki kesalahan sesuai asas hukum pidana geen straf zonder schuld. Jadi polisi harus melihat, kalau tidak ada kesalahan masyarakat, jangan dipaksakan untuk membawa ke pidana,” tandasnya.

Editor: Fariz Fadhillah