Mantan Pekerja Tambang Memulai Budidaya Jamur Beromzet Ratusan Juta

Jamur, tumbuhan yang dianggap hama bagi sebagian orang justru membawa berkah untuk Puput Setyoko (30). Secercah harapan yang mulai pupus kembali tumbuh berkat j

Puput Setyoko pengusaha jamur Borobudur (Foto: apahabar.com/Arimbi Haryas)

apahabar.com, MAGELANG - Jamur, tumbuhan yang dianggap hama bagi sebagian orang justru membawa berkah untuk Puput Setyoko (30). Secercah harapan yang mulai pupus kembali tumbuh berkat jamur yang Puput rintis sejak 2013 saat usianya masih 20 tahun.

Ayah satu orang anak itu awalnya bekerja sebagai operator teknis mesin tambang di salah satu daerah di Pulau Kalimantan.

Namun, akibat cacat bawaan buta warna, ia tidak bisa mengembangkan karir seperti teman-temannya. Puput terpaksa mengakhiri pekerjaannya di tambang pada 2013 lantaran tak lolos tes medical checkup.

"Teman-teman seusia saya yang waktu itu juga masih bujangan, merasa lebih nyaman kerja di tambang. Gaji besar, tak mikir kebutuhan lain," kata Puput saat ditemui apahabar.com, Rabu (29/3).

Baca Juga: Kisah Inspiratif, Kerajinan Enceng Gondok Wiwit Mendunia dan Beromzet Puluhan Juta

Di sisi lain, terlintas dalam benak Puput untuk pulang, terlebih melihat senior-seniornya yang hidup jauh dari keluarga hingga tua. Setelah memikirkan banyak pertimbangan, Puput memutuskan kembali ke kampung halamannya di Borobudur pada 2013 dengan hati masih gundah.

Sekembalinya dari perantauan, Puput sempat melamar kerja ke sejumlah tempat, namun selalu gagal akibat kekurangan fisiknya.

Ia merasa malu dan pesimis, seolah suramnya masa depan sudah membayanginya.

Keinginan untuk merubah keadaan dan perekonomian akhirnya menggugah Puput. Berbagai ide terlintas, salah satunya tentang budidaya jamur yang waktu itu belum ada yang mengembangkan di Magelang.

Mulai Mendalami Dunia Jamur

Semula, jamur tak lebih dari makanan kesukaan Puput, namun ia terpikir untuk mengubahnya menjadi ladang usaha yang menjanjikan.

“Saya berguru ke mana-mana. Mencari ilmu ke beberapa pembudidaya di Magelang, Temanggung, hingga Wates (Kulon Progo),” ujarnya.

Puput menuturkan, dengan sepeda motor, dia bolak-balik mencari ilmu dan beruntung, orang-orang yang didatanginya tak pelit, bahkan mendorongnya untuk juga membudidaya jamur.

Dengan modal Rp 2 juta, Puput mulai memroduksi jamur dengan membeli baglog (media tanam) dari pembudidaya lain.

Baca Juga: Keren, Perajin Solo Bikin Batik Motif Lagu Permainan Tradisional

“Panen pertama, saya bawa 750 gram jamur tiram ke pasar Borobudur. Saya jadikan tiga bungkus. Setiap bungkus laku Rp 2.000. Saya pulang bawa Rp 6.000,” ujar Puput.

Meski demikian, Puput sempat merasa senang sekaligus gamang. Satu sisi karena mengerti bahwa pasar jamur di daerah Magelang masih terbuka luas.

Tapi juga gamang, jika membandingkan hasil usaha menanam jamur tak sebanding dengan gaji yang diterimanya saat masih bekerja di tambang.

“Saya ingin Jamur Borobudur jadi salah satu ikon oleh-oleh dari kawasan Candi Borobudur,” ucapnya kepada apahabar.com.

Akhirnya dengan memantapkan hati, pada 2015, Puput mulai bisa membuat baglog.

Sebagai informasi baglog adalah media tanam tempat meletakkan bibit jamur tiram. Bahan utamanya serbuk gergaji, karena jamur tiram termasuk jamur kayu. Baglog dibungkus plastik berbentuk silinder, di mana salah satu ujungnya diberi lubang.

Seiring waktu, sejumlah tetangga kampung mulai belajar budidaya jamur ke rumahnya. Bahkan, beberapa orang dari luar Borobudur pun kerap ke rumahnya untuk belajar.

Sesuai ajaran para seniornya, dia pun tak pelit ilmu dan menjadikan mereka sebagai mitra. Artinya, Puput menjamin membeli hasil jamur dari para mitra, tetapi tidak melarang jika mitranya tadi bisa menjual ke tempat lain dengan harga lebih tinggi.

Sempat Terjatuh

Perjalananpun tak selalu mulus, pada 2016, tantangan mulai menghadang. Membuat baglog, tak semudah membudidayakan jamur.

Lebih banyak risiko gagal. Bahkan, dia pernah rugi lebih dari Rp10 juta saat ribuan baglog yang dijual ke mitranya, gagal berproduksi. Selain rugi uang dan tenaga, kerusakan baglog akan mengurangi kepercayaan mitra terhadapnya.

Baca Juga: UMKM Butuh Modal, Berikut Cara Dapatkan KUR dari Bank BRI

Namun, pada 2016, seiring pesanan baglog yang mulai meningkat, Puput mulai mempekerjakan seorang karyawan dan mengubah upaya promosi dan pemasaran dengan mengunggah foto-foto produknya di media sosdial.

"Sejak itu permintaan terus bertambah. Dalam sehari dia bisa memproduksi 600 baglog. Satu baglog menghasilkan 3-3,5 ons jamur," jelasnya.

Mulai Merambah Olahan Jamur
Produk Jamur Borobudur (Foto: apahabar.com/Arimbi Haryas)

Semangat untuk melebarkan sayap di dunia usaha membuat Puput akhirnya merambah aneka olahan makanan jamur.

Namun, diakuinya, mengolah jamur menjadi makanan siap saji tak semudah yang dibayangkan. Usaha ini baru berhasil setelah dia menikah dengan istrinya, Isna Yuliani pada 2017. Istrinya yang kemudian fokus mengolah dan mengembangkan aneka penganan berbahan jamur.

Baca Juga: Genjot Distribusi UMKM, Pos Indonesia Sediakan Layanan Warehouse

"2018 baru bisa menemukan resep yang tepat untuk membuat keripik, dan terus mengembangkan aneka makanan lain," jelasnya.

Olahan makanan yang Puput buat ia beri label Jamur Borobudur. Dia memroduksi keripik, bakso, hingga rendang jamur.

Mulai Dilirik Wisatawan

Perlahan, Jamur Borobudur kian dikenal masyarakat. Apalagi, rumah yang sekaligus tempat produksi milik Puput di Dusun Jowahan, makin ramai dikunjungi tamu.

Para tamu yang berkunjung juga datang dari berbagai kalangan, mulai mahasiswa dan warga yang ingin belajar budidaya jamur, kelompok tani, hingga tamu dari kalangan wisatawan.

Untuk tamu pelancong, Puput memanfaatkan jaringan ayahnya yang seorang kusir andong wisata di kawasan candi.

Tamu-tamu yang dibawa ayahnya dan rekan-rekan kusir andong wisata lain tersebut ditawari untuk melihat proses budidaya jamur. Ternyata, respons pengunjung sangat positif.

Baca Juga: Produk UMKM di Sarinah Mahal, Kemenkop UKM: Demi Tingkatkan Citra

Tak hanya itu, wisatawan yang mengendarai mobil volkswagen (VW) yang biasanya mengitari Borobudur juga sering mampir ke kedai miliknya.

“Wisatawan dengan andong makin ramai. Biasanya, mereka saya ajak melihat pembuatan media tanam terlebih dulu, hingga penyimpanan jamur, lalu berakhir dengan melihat proses pembuatan dan mencicipi aneka camilan berbahan jamur,” ujar Puput.

Dari hanya bertani, Puput mulai belajar soal pariwisata. Ia lalu bergabung dengan komunitas wisata di kawasan Borobudur untuk menimba pengalaman dan memperkuat jaringan.

Wisata Edukasi

Meski hampir 60 persen omzetnya berasal dari penjualan oleh-oleh, Puput selalu bersemangat setiap kali diminta untuk berbagi ilmu budidaya jamur.

Bahkan saat ini, Puput mampu mendapatkan omset sekitar 150 juta per bulannya dari usaha jamurnya. Terlebih, sejak 2020, ia telah berhasil membuat benih jamur sehingga bisa membuat wisata edukasi bagi para tamu.

Bukan cuma itu, Puput juga kerap diminta berbagi ke sejumpah kelompok tani di Magelang maupun luar daerah di Indonesia.

Baca Juga: UMKM Bangun Bisnis di IKN, Bahlil: Pajak Nol Persen

"Sebelum pandemi Covid-19, juga rutin membagi ilmu soal budidaya maupun kewirausahan ke sejumlah sekolah," imbuhnya.

Bahkan, sambung Puput ada juga beberapa orang dari luar Jawa, mengontaknya langsung untuk belajar budidaya jamur.

“Pernah ada dari Aceh datang ke Magelang, menginap beberapa hari di rumah saya untuk belajar budidaya jamur. Saya juga membimbingnya sampai bisa,” ujar Puput.

Ia teringat dengan kebaikan para senior pembudidaya jamur yang mengajari dan menyemangatinya saat awal dulu merintis usaha. Untuk itu, Puput merasa mesti membalasnya dengan terus berbagi ilmu kepada banyak orang.

Baca Juga: Digitalisasi Keuangan di Indonesia, OJK: Berdampak Besar bagi UMKM

Terlebih, sejak pandemi melanda, makin banyak orang datang ingin belajar budidaya jamur dan membeli baglog.

"Dampak pandemi Covid-19, kebijakan aktivitas kerja yang mulai banyak dilakukan di rumah, dan juga pengurangan karyawan serta pemutusan hubungan kerja, jadi banyak yang mendadak gemar budidaya," ujarnuya.

Menurut Puput, rerata tamunya yang datang adalah para TKI, karyawan yang dirumahkan, dan korban-korban PHK.

Baca Juga: UMKM Masuk Rantai Pasok Industri, Kadin: Baru 18 Persen

Kiprah pasang surut usaha Puput membuat tokoh pengusaha Sandiaga Uno dua kali mengunjunginya. Satu kali sebelum pandemi, dan sekali saat pandemi.

Tak ketinggalan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo yang beberapa bulan lalu mengunjungi rumahnya di sela-sela kunjungan ke Borobudur.

Puput Setyoko bahkan sekarang memiliki 10 karyawan, masih punya angan, membuat rumah makan olahan jamur untuk jujugan pelancong.