Kalsel

‘Man of the Match’ Seminar Bahasa dan Sastra Banjar: Y.S. Agus Suseno

apahabar.com, BANJARMASIN – Budayawan Kalimantan Selatan, Y.S Agus Suseno, menjadi daya tarik utama dalam acara Seminar…

Budayawan Kalsel, Y.S. Agus Suseno. Foto-apahabar.com/Puja Mandela

apahabar.com, BANJARMASIN – Budayawan Kalimantan Selatan, Y.S Agus Suseno, menjadi daya tarik utama dalam acara Seminar Bahasa dan Sastra Banjar yang digelar di Best Western Hotel Banjarmasin, Sabtu (30/11) kemarin.

Budayawan, seniman, sekaligus aktivis “Save Meratus” dari Banjarmasin itu memang agak berbeda dengan narasumber lainnya yang rata-rata memiliki latar belakang akademik yang menonjol.

Jika narasumber lain bergelar profesor atau doktor, Agus Suseno tidak. Ia bukan tokoh lahir dari sekolah atau kampus. Karenanya, ia terlihat santai saja ketika mengaku tidak menyiapkan power point yang akan ditampilkan di layar monitor seperti yang dilakukan narasumber lainnya.

“Ulun kada bisa meulah nang kaya itu,” kata Agus yang langsung disambut tawa dan tepuk tangan ratusan peserta.

Dari banyak hal yang ia sampaikan, ada satu poin yang mesti menjadi catatan besar, baik untuk pemerintah, pegiat seni dan budaya, maupun masyarakat secara umum.

Agus menilai sejauh ini Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan tidak memiliki komitmen, upaya dan langkah nyata untuk membina, memelihara dan mengembangkan seni pertunjukan tradisional berbahasa Banjar.

Padahal, kata dia, pada masa H. Rudy Ariffin menjadi Gubernur Kalsel dua periode, terbit Perda Pemprov Kalsel Nomor 6/2009 tentang Pemeliharaan Kesenian Daerah, dan Perda Pemprov Kalsel Nomor 7/2009 tentang Pemeliharaan Bahasa dan Sastra Daerah.

“Kedua regulasi itu nasibnya mirip jargon ‘ganti presiden, ganti menteri, ganti
peraturan, ganti gubernur, ganti bupati, ganti walikota, dan ganti kebijakan yang tidak bijak’. Hingga kini, dua regulasi Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan tersebut menjadi Perda mandul, tanpa implementasi,” paparnya.

Menurut Agus Suseno, agar eksistensi bahasa Banjar dapat terjaga, pemerintah bersama masyarakat dan pihak-pihak terkait harus memiliki komitmen nyata untuk melakukan pemertahanan bahasa Banjar. Jika tidak, Agus pun tak yakin bahasa Banjar bisa eksis di era yang penuh modernisasi seperti saat ini.

“Di masa depan, praktisi seni pertunjukan tradisional berbahasa Banjar barangkali akan dihadapkan pada situasi dilematis: dimakan mati Uma, kada dimakan mati Abah. Itu akibat institusi, instansi, lembaga, masyarakat, dan pelbagai pihak terkait tidak memiliki komitmen dalam pemertahanan bahasa Banjar, persis peribahasa ‘baruh urang dikaruni, baruh saurang tawung’,” jelasnya.

Secara tegas, Agus menekankan untuk mempertahankan bahasa Banjar, salah satu caranya dengan lebih banyak menggelar seni pertunjukan. Tentu saja pertunjukan itu harus menggunakan bahasa Banjar.

Beberapa seni pertunjukan Banjar antara lain, teater mamanda, wayang kulit purwa Banjar, japin carita, madihin, lamut, bapandung dan bakisah. “Tapi itu harus mendapat dukungan penuh dari pemerintah. Pergelaran harus diperbanyak,” katanya.

Bagi Agus Suseno, bahasa Banjar memang dinamis. Tapi, ia sendiri pesimistis bahasa Banjar bisa bertahan, apalagi jika ibu kota negara benar-benar pindah ke Kalimantan Timur.

“Pertanyaan sederhana bagi pemertahanan bahasa Banjar melalui seni pertunjukan
adalah: meskipun bersifat dinamis, jika pada suatu hari nanti, 50 sampai 100 tahun mendatang seni pertunjukan tradisional tersebut mati, apa yang terjadi?” kata Agus.

Agus Suseno terus memukau peserta seminar melalui penjelasan dan celetukan-celetukannya yang lucu, tapi berisi. Pada akhir pemaparannya, ia membacakan dua puisi karyanya berjudul “Gunturnya Haja, Hujannya Kada” dan “Kuuur Sumangat” yang disambut antusias seluruh peserta.

Koordinator acara, Sainul Hermawan, ikut memuji penampilan Agus Suseno. Doktor balamut itu juga mengaku sengaja meletakkan Agus Suseno di ujung acara, karena sudah memprediksi jebolan ‘Universitas Taman Budaya’ itu akan membuat pergelaran dadakan yang epik di ujung acara.

“Satu-satunya narasumber tanpa power point yang membaca puisi bahasa Banjar, tapi tak kehilangan daya pukau,” tulis Dosen Bahasa dan Sastra ULM Banjarmasin dalam status Facebook-nya.

Pujian Sainul itu pun dikomentari oleh Rektor ULM, Sutarto Hadi. “Maestro Sastra Banjar,” katanya.

Baca Juga: Pengurus PC ISNU Kabupaten/Kota di Kalsel Dilantik

Baca Juga: Mengail Kesejahteraan, DPRD Berencana Manjakan Investor

Editor: Puja Mandela