Kekerasan Aparat

Mahfud MD Minta Aparat Cermat Usut Seteru Konflik Pulau Rempang

Menkopolhukam Mahfud MD meminta aparat cermat dan berhati-hati dalam menangani seteru konflik pengosongan lahan di Pulau Rempang, Batam.

Petugas gabungan membersihkan tumpukan ban yang dibakar warga di lokasi bentrokan. (ANTARA/Yude)

apahabar.com, JAKARTA - Menkopolhukam Mahfud MD meminta aparat cermat dan berhati-hati dalam menangani seteru konflik pengosongan lahan di Pulau Rempang, Batam.

"Saya berharap kepada aparat penegak hukum di daerah, aparat keamanan supaya berhati-hati menangani ini," kata Mahfud kepada wartawan di Istana Kepresidenan RI, Jakarta, Senin (11/9).

Baca Juga: Bentrok Kembali Pecah, Aparat Pukul Mundur Warga Pulau Rempang

Mahfud menambahkan bahwa aparat mestinya turut menyosialisasikan bahwa terdapat kesepakatan antara Pemerintah Daerah, pengembang, DPRD, dan masyarakat pada tanggal 6 September 2023 lalu.

Dinyatakan bahwa pemerintah akan membangun rumah bagi masyarakat Pulau Rempang.

Ia menjelaskan bahwa persoalan hukum di Rempang sudah selesai. Menurut dia, pada tahun 2001 dan 2002 diputuskan pengembangan wisata di pulau-pulau yang terlepas dari pulau induknya, salah satunya Pulau Rempang.

Baca Juga: DPR Desak Pemerintah Tak Abaikan Hak Warga Pulau Rempang

Pada tahun 2004 dilakukan penandatanganan nota kesepahaman antara BP Batam atau pemda untuk pengembangan kawasan wisata di pulau-pulau tersebut.

Sebelum pengembangan, kata Mahfud, pemda sudah mengeluarkan lagi izin-izin kepada pihak lain.

"Ketika akan masuk, di situ sudah ada kegiatan, sudah ada penghuni lama dan seterusnya sehingga diselesaikan. Izin-izin baru yang dikeluarkan sesudah MoU itu dibatalkan semua oleh Menteri LHK," jelasnya.

Mahfud lantas berkata, "Nah, di situ terjadi perintah pengosongan karena pada tahun ini akan masuk kegiatan-kegiatan yang sudah diteken pada tahun 2004 sesuai dengan kebijakan tahun 2001, dan 2002."

Selanjutnya, kata dia, pada tanggal 6 September 2023 sudah dilakukan musyawarah antara pemda, pengembang, DPRD, dan masyarakat yang menghasilkan kesepakatan relokasi terhadap 1.200 kepala keluarga.

Setiap kepala keluarga diberi tanah 500 meter persegi dan dibangunkan rumah dengan tipe 45 senilai Rp120 juta. Masyarakat juga diberi uang tunggu sebelum relokasi, masing-masing senilai Rp1.034.000,00, serta diberi uang sewa rumah Rp1 juta sambil menunggu pembangunan rumah di lahan relokasi.

Baca Juga: Komnas HAM Kecam Aparat: Bebaskan Warga Pulau Rempang dari Penjara!

"Nah, semuanya sudah disepakati, rakyatnya sudah setuju dalam pertemuan pada tanggal 6. Itu rakyatnya yang hadir sekitar 80 persen sudah setuju semua. Nah, itu yang kemudian belum terinformasikan sehingga orang-orang (terjadi bentrokan), ya, ada provokatornya juga, buktinya delapan orang ditangkap," katanya.

Mahfud melanjutkan, "Itu 'kan tidak pernah Anda beritakan bahwa mereka akan direlokasi ke daerah terdekat di dekat pantai, mendapat tanah 500 meter, jumlahnya 1.200 KK gitu. Itu di atas tanah 2.000 hektare."

Dengan demikian, kata dia, yang masuk dalam MoU itu 17.500 hektare, yang dipakai investasi itu untuk pengembangan usaha sebesar 2.000 hektare, dan 1.200 KK diberi tadi ganti rugi, relokasi, dan sebagainya.

"Bahwa ada yang keberatan, tidak setuju atau apa, ada yang memprovokasi atau apa, itu iya," imbuhnya.

Ia mengatakan bahwa orang-orang yang memprovokasi masyarakat di sana diduga tidak memiliki kepentingan terkait dengan relokasi. Oleh sebab itu, dia meminta aparat berhati-hati dalam menangani masalah Rempang.