Liputan Khusus

LIPSUS: Awas Was-was Bawaslu

KETUA Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Rahmat Bagja mengaku tak terpenjara dengan kepentingan partai politik untuk mengawasi Pemilu 2024.

Headline Lipsus Awas Was-was Bawaslu. Ilustrasi: apahabar.com

KETUA Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Rahmat Bagja mengaku tak terpenjara dengan kepentingan partai politik untuk mengawasi Pemilu 2024.

Bahkan ia sesumbar bakal menyeret anggota Bawaslu ke hadapan Dewan Kehormatan Penyelenggara pemilu (DKPP) akibat tersandera dengan kepentingan partai politik.

“Kalau ada diberhentikan aja lah, yang punya kepentingan begitu-begitu,” kata Bagja kepada apahabar.com.

Baca Juga: Bawaslu Balikpapan Tertibkan Ratusan Algaka, Masih Terkendala Alat

Komitmen Bawaslu diumbar demi menciptakan Pemilu bersih dan terlepas bayang-bayang cawe-cawe partai politik.

“Kita pastikan semua prosedur terlewati,” sambung dia.

Nyali Bawaslu diragukan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Masyarakat resah dengan sikap pasif Bawaslu yang tak bernyali menindak pelanggar aturan kepemiluan.

Ciut Nyali Bawaslu. Ilustrasi: apahabarcom

“Antara ada dan tiada Bawaslu begitu kalau kami menyebutnya,” kata peneliti Perludem, Ihsan Maulana kepada apahabar.com.

Baca Juga: [VIDEO] Kemhan Pakai Tagar PrabowoGibran2024 Dilaporkan ke Bawaslu

Bawaslu terkesan akomodatif terhadap kepentingan mayoritas partai politik sehingga tak tegak lurus dengan payung hukum yang telah mengatur ruang geraknya.

Maka ia menantang Bawaslu menunjukkan taringnya dengan memberikan penindakan yang tegas kepada peserta Pemilu agar tudingan dan keraguan dapat dikesampingkan.

“Nah untuk membuktikan Bawaslu berani dan tidak diintervensi oleh politik, Bawaslu harus tunjukkan itu dalam proses penegakan hukum Pemilu,” ujarnya.

Ihsan membeberkan jika Bawaslu tugasnya sederhana. Menindak pelanggar aturan kepemiluan sesuai ketentuan hukum dan perundang-undangan. Siapapun itu! Melepas belenggu kepentingan politik peserta Pemilu.

“Tapi itu tidak dilakukan. Lah inilah yang membawa kecurigaan pada publik. Ada apa sebenarnya dengan Bawaslu?,” kata dia menjelaskan.

Baca Juga: Bawaslu Jabar: Ada 67 Pelanggaran Pemilu, Terbanyak soal Netralitas ASN

Bawaslu juga mesti memahami menjalankan aktivitas pekerjaan sesuai dengan aturan, bukan mengamini seluruh selera peserta Pemilu. 

Berdasarkan laporan di Bawaslu per Januari 2024 terdapat sejumlah pelanggaran pemilu. Namun ia mempertanyakan putusan yang diketuk Bawaslu untuk memberi efek jera kepada para peserta.

“Apakah Bawaslu berani ambil sikap dan keputusan yang sesuai dengan aturan yang ada?,” ungkap dia.

Bawaslu juga tak sekadar melabeli diri sebagai pengawas Pemilu semata, melainkan membuka kaca mata agar lebih terbuka pandangan tanpa diselubungi sanderaan dan terpenjara dengan kepentingan politik.

Lembaga pengawas pemilu ini juga mesti kebal dengan godaan hingga ancaman yang meninabobokan integritas dari sanderaan partai politik maupun kekuasaan.

Bawaslu harus menguatkan diri agar lebih tegas dalam menjatuhkan sanksi terhadap para peserta pemilu yang nakal, terutama berkaitan dengan kekuatan partai yang membuat nyali Bawaslu tak tampak.

“Itu satu-satunya yang bisa menjelaskan kepada publik apakah Bawaslu sudah bekerja sesuai dengan aturan atau memang ada intervensi,” kata Ihsan lagi.

Baca Juga: Bawaslu Tunjuk Hidung Polemik Videotron Aniesbubble: Metland Itu

Keraguan masyarakat terhadap Bawaslu meroket gegara lakon pasif yang justru ditunjukkan. Semisal berkaitan dengan pelanggaran Aparatur Sipil Negara (ASN) yang merusak tatanan demokrasi dengan menggadaikan netralitas demi kepentingan politik sesaat.

Apalagi terkait dengan politik uang yang memungkinkan jalan alternatif mendiskualifikasi peserta pemilu dari gelanggang politik.

“Memang masyarakat menilai (Bawaslu) itu belum maksimal,” kata dia.

Infografis Tahapan Rekrutmen Bawaslu. Ilustrasi: apahabarcom

Terlebih berhembus kabar terkait dalang di balik temuan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang mengalir partai politik.

“PPATK soal temuan aliran dana ke partai politik, DCT (Daftar Calon Tetap,-red), dan bendahara partai, itu juga tidak kunjung direspons,” ungkap dia.

Cap sebagai penabung masalah dengan menggantung kasus pelanggaran pemilu yang tak kunjung tuntas. Menggantung di Bawaslu.

Bahkan masalah akan menggunung seiring dengan proses politik yang terus berjalan dan berkompromi untuk mencari celah kemenangan.

“Permasalahan itu akan muncul dan menumpuk di akhir,” beber dia.

Baca Juga: Melanggar Kode Etik, Bawaslu Balikpapan Pecat Satu Panwaslu

Kecemasan Perludem dibantah Ketua Bawaslu Kabupaten Sukabumi, Faisal Rifai. Ia mempersoalkan standarisasi terkait performa Bawaslu yang dicap kurang efektif yang diduga tersandera kepentingan partai politik.

Bahkan ia mengaku hanya mengandalkan integritas dan profesionalisme sebagai tumpuan demokrasi.

“Kami sudah sesuai dengan sumpah janji kami ketika dilantik dan berintegritas,” kata Faisal kepada apahabar.com.

Senada, Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Data Informasi Bawaslu Kota Bekasi, Muhammad Sodikin mengaku bergerak dengan landasan aturan dan ketentuan perundang-undangan. 

Ia pun menepis bahwa Bawaslu kurang bernyali dan tersandera dengan kepentingan partai politik. Terlebih sejak proses rekrutmen yang membutuhkan restu partai politik melalui anggota parlemen.

“Bukan kurang greget, kita punya regulasi, kita punya aturan,” kata Sodikin kepada apahabar.com.

Baca Juga: Perludem Takut Uang Negara Dipakai Kampanye, Bawaslu Harus Selidiki

Sodikin juga membantah jika tidak melakukan tebang pilih dalam melakukan penindakan pelanggaran pemilu. Meskipun proses politik harus ia lalui dengan partai politik sehingga rentan terjebak dengan belenggu praktik politik.

“Tidak ada lah kalau itu,” ujarnya menambahkan.

Di sisi lain, mantan Ketua Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) DKI Jakarta, Ramdansyah Bakir membeberkan bahwa proses rekrutmen Bawaslu tak bisa dinafikan peran partai politik di parlemen.

Bahkan terdapat indikasi kavling yang telah dipatok di Komisi II DPR RI untuk melakukan proses pemilihan anggota Bawaslu RI.

“Coba kita lihat si A itu dari partai mana? Karena pemilihan di Komisi II. Yang saya lihat, ketika dilakukan rekrutmen nyaris terjadi seperti itu,” kata Ramdansyah kepada apahabar.com.

Untuk itu ia berharap partai politik melalui keterwakilan kadernya di parlemen untuk merelakan proses pemilihan anggota Bawaslu dengan mempertimbangkan independensi dan netralitas.

Baca Juga: Bawaslu RI Temukan Pelanggaran Netralitas ASN Jelang Pemilu 2024

Sebab anggota Bawaslu yang terpilih mesti memiliki instrumen yang mumpuni dalam menegakkan aturan kepemiluan, bahkan hingga melakukan penindakan terhadap peserta pemilu atas nama aturan.

“Jangan kemudian diutak-atik. Kalau saya lihat, kecenderungannya sekarang terjebak pada praktis, pragmatis pada politik,” kata dia menjelaskan.

Sanderaan politik, sambung dia, dikhawatirkan terjadi dan menjadi belenggu yang membayangi kerja-kerja pengawasan pemilu. Terutama Bawaslu akan tumpul dan tak bernyali dalam menindak dan menjatuhkan sanksi terhadap peserta Pemilu.

“Saya asumsikan adanya ijon, atau istilahnya orang belum jadi sudah dipetik. Ini menggambarkan bahwa penyelenggara Pemilu (Bawaslu) itu sudah di-ijon oleh partai politik,” ungkap dia.

Ramdansyah yang juga sempat menjadi Sekretaris Jenderal Partai Idaman besutan Rhoma Irama ini pun mencap Bawaslu terjebak dalam sanderaan para menteri Kabinet Indonesia Maju yang menjatuhkan pilihan kepada pasangan capres-cawapres di Pilpres 2024.

Baca Juga: Bawaslu Balikpapan Usut Pidana Pemilu, Satu Caleg Digarap Polisi

“Jadi posisi tersandera ini menjadi tidak berani transparan, jujur, dan adil,” kata dia.

Bukan tak mampu melakukan penindakan pada sekelas menteri maupun presiden, kata Ramdansyah, Bawaslu telah diperkuat secara kelembagaan dan kewenangan agar lebih leluasa dalam melakukan tugas mengawasi pemilu.

Bahkan Bawaslu hendaknya dikantongi wewenang untuk menganulir peserta pemilu yang bermain politik uang demi merebut kemenangan dalam gelanggang politik.

“Lah ini kenapa nggak dipakai sehingga punya integritas dan segalanya yang membuat Bawaslu dihormati,” ujarnya.

“Menurut saya itu mahal sekali harganya,” sambung dia.

Ia juga sungkan melekatkan label anggota Bawaslu yang sekadar mencari kerja, namun tak memiliki kompetensi dalam mengawasi pemilu. Sehingga, kata dia, rentan untuk disusupi sanderaan politik hingga iming-iming yang merusak tatanan demokrasi.

“Kalau bahasa yang saya ajukan kehilangan integritas. Karena kewenangan sudah diberikan tapi tidak digunakan dengan baik sehingga publik melihatnya Bawaslu kehilangan integritas,” kata dia menjelaskan.

Baca Juga: [VIDEO] Iklan Kemhan di Kompas, Bawaslu: Tidak Mengarah pada Kampanye

Untuk itu ia menekankan bahwa Bawaslu mesti kembali ke khittahnya agar proses pemilu tak destruktif dan berkesesuaian dengan cita-cita bangsa.

“Dalam bahasa agama, jangan pernah mencampurkan yang hak dengan yang batil,” ujarnya.

Bawaslu, kata dia, mesti menegakkan aturan kepemiluan. Menyatakan benar kepada kebenaran, menjatuhkan sanksi pada pelanggar.

Kendati demikian, Bawaslu secara kelembagaan telah diperkuat sehingga semakin leluasa dalam menjalankan pengawasan pemilu. Namun hanya di atas kertas. Secara politik, Bawaslu rawan tersandera dengan kepentingan partai politik sebab ketergantungan restu sejak proses rekrutmen.

“Kalau pintu masuknya pada partai politik tidak mau ikhlas untuk membiarkan penyelenggara itu menjadi independen, maka akan dikerjai terus,” kata dia.

“Menjadi bayang-bayang partai politik dan pejabat akan begini terus tidak selesai,” sambung dia.

Anggota Komisi II DPR RI, Guspardi Gaus menyayangkan tertangkap persepsi masyarakat yang menilai Bawaslu yang tebang pilih dalam menindak peserta pemilu. 

Baca Juga: Laporan Ganjar Bagi Voucher Tidak Teregister Bawaslu Solo

Di saat yang bersamaan, Bawaslu begitu bernyali. Tetapi di sisi lain justru kehilangan taringnya dan begitu pasif.

“Dugaan itulah yang disampaikan masyarakat. Kenapa tidak ada keberanian? Ini yang kita tidak mau terjadi sehingga kita berharap pemilu itu yang berintegritas, profesional,” kata Guspardi kepada apahabar.com.

Ia mengaku dugaan pungutan liar atau suap dalam proses rekrutmen telah menjadi salah satu bahasan Komisi II DPR dengan Bawaslu RI. Namun hanya sebatas dugaan mentah.

Tetapi ia menekankan bahwa jabatan di Bawaslu RI disayangkan menjadi bancakan jual-beli jabatan, meskipun proses rekrutmen melalui tahap yang relatif panjang.

“Tindakan itu diindikasikan, Ya jadi kalau ada indikasi itu sulit dibuktikan. Tapi kan ada asap, ada api. Tidak mungkin ada asap tanpa ada api,” kata dia.

Baca Juga: Pakai Jersey Nomor 2, Dua Camat Bekasi Dipanggil Bawaslu

“Tentu ini nanti kita evaluasi. Berikutnya agaknya perlu dilakukan evaluasi dan regulasi. Kan kita untuk perubahan itu butuh regulasi,” sambung dia.

PENGADILAN PEMILU

Konferensi pers Bawaslu terkait lapor PPATK soal transaksi janggal dana kampanye Pemilu 2024, Selasa (19/12). Foto: apahabar.com/Nandito Putra

Eks Ketua Panwaslu DKI Jakarta, Ramdansyah Bakir berupaya mengisi kekosongan yang akan menyempurnakan ruang gerak Bawaslu dengan mengusulkan pengadilan pemilu.

“Memberi kewenangan untuk sengketa pemilu itu dibawa ke pengadilan pemilu. Jadi amanah UU Pemilu memberikan pengadilan sengketa pemilu tidak lagi di MK dan harus berdiri sendiri,” kata Ramdansyah kepada apahabar.com.

Sebab sejumlah sengketa pemilu tak lagi dibenturkan dengan waktu terbatas di Mahkamah Konstitusi (MK). Terlebih dengan syarat-syarat tambahan yang semakin mempersempit ruang keadilan dalam sengketa kepemiluan.

Baca Juga: Dipecat Bawaslu, Panwascam Pancoran Mas Melawan

“MK akan menerima laporan yang sangat banyak sekali di seluruh Indonesia, sementara waktunya sangat terbatas,” ujarnya.

“Kemudian mereka (MK) kan punya perangkat yang PHPU (Perselisihan Hasil Pemilihan Umum) itu harus batasnya 2 persen, jumlah selisih suaranya yang menang dan yang kalah dibatasi,” sambungnya.

Untuk itu keadilan dalam kepemiluan sukar didapat sehingga instrumen pengadilan pemilu menjadi alternatif dalam memetakan sisi kosong dalam peradilan di Indonesia.

“MK itu adalah untuk mencari keadilan sesungguhnya, itu harus dibatasi dengan 2 persen. Itu akhirnya jadi Mahkamah Kalkulator,” jelasnya.

Pengadilan pemilu, kata dia, menjadi instrumen yang dapat menyempurnakan kewenangan Bawaslu dan menghindarkan dari praktik lancung aktivitas terlarang yang mencoreng pemilu dan demokrasi.

Baca Juga: TKN Prabowo-Gibran Laporkan Bawaslu Jakpus ke DKPP

“Saya pikir sudah harus pengadilan pemilu itu jadi solusi. Tidak seperti sekarang, semua ditumpuk di PHPU, ya jumlah hakimnya sedikit, perkara menumpuk dan dibuat kalkulator 1 persen, 2 persen,” kata dia.

“Tidak menciptakan rasa adil di masyarakat,” pungkasnya. (***)

Reporter: Citra Dara Trisna

Redaktur: Safarian Shah Zulkarnaen