Kalsel

Lika-liku Pilbup HST, dari Keterlibatan ASN Hingga Rontoknya Bagi-bagi Amplop

apahabar.com, BARABAI – Pemilihan Bupati (Pilbup) HST tak berjalan mulus, lika-liku pun mewarnai. Bawaslu memaparkan sederet…

Oleh Syarif
Komisioner Bawaslu HST, Zulfadhli saat memimpin Rapat Koordinasi di Obyek Wisata Baruh Bunga, Batu Benawa, Senin (28/12). Foto-apahabar.com/Lazuardi

apahabar.com, BARABAI - Pemilihan Bupati (Pilbup) HST tak berjalan mulus, lika-liku pun mewarnai. Bawaslu memaparkan sederet perjalanan pesta demokrasi pemilihan kepala daerah di HST.

“Ada 6 laporan yang ditangani,” ujar Komisioner Bawaslu HST, Ahmad Zulfadhli saat Rapat Koordinasi Penanganan Pelanggaran Pilkada 2020 di Wisata Baruh Bunga Kecamatan Batu Benawa, Senin (28/12).

Dari 6 laporan tersebut, ada 2 laporan terkait netralitas ASN di HST. Keduanya mendapat sanksi ringan dan sedang.

Kasus pertama, kata Zulfadhli terjadi saat salah satu paslon dari kalangan birokrasi di HST melakukan deklarasi. Namun dia tidak gamblang menyebutkan siapa yang dimaksud.

“Paslon ini sebelumnya masih berstatus ASN,” kata Zulfadhli.

Dari hasil kajian Bawaslu, kasus itu diteruskan ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) pusat. “Yang bersangkutan diberi sanksi ringan, tertulis,” kata Zulfadhli.

Kemudian ASN yang kedua yakni, salah satu kepala sekolah dasar di Barikin Kecamatan Haruyan. Sama halnya dengan kasus pertama, diteruskan ke KASN.

“Dia mendapat sanksi sedang dengan penundaan kenaikan gaji,” ujar Zulfadhli.

Sementara tiga kasus lainnya tidak memenuhi unsur pelanggaran Pilkada. Misalnya pada kasus dugaan pemalsuan dukungan terhadap paslon independen dan penggunaan fasilitas negara untuk kampanye di dua desa yakni, Haliau Batu Benawa dan Barikin Haruyan.

Ketiga laporan itu rontok setelah pembahasan kedua yang melibatkan Bawaslu, Penyidik Kepolisian yang notabene pihak Polres HST dan Jaksa dari Kejaksaan HST.

“Laporan ini tidak memenuhi unsur pidana dan syarat formil sehingga dihentikan,” terang Zulfadhli.

Terakhir kasus yang menonjol yakni, kasus money politik di Kecamatan Batang Alai Utara (BAU). Kasus ini merupakan temuan dan laporan masyarakat.

Kasus politik uang yang diduga dilakukan oleh tim salah satu paslon Pilbup HST didapati di Desa Sumanggi Seberang dan Desa Telang.

Salah satu kasus yang menarik perhatian hingga viral di media sosial ada di Telang. Warga menangkap tangan orang yang tengah bagi-bagi amplop.

Kasus ini akhirnya diambil alih oleh Bawaslu Provinsi Kalsel. Per 16 Desember tadi, pihaknya melakukan klarifikasi selama 3 hari hingga masuk pada tahapan pembahasan kedua.

Dua kasus ini pun akhirnya rontok. Bukan pada tingkatan di Bawaslu, melainkan pada saat proses eksekusi kasus ke Polisi.

Komisioner Bawaslu Kalsel, Azhari Ridhani menyebutkan dua laporan itu memenuhi unsur pidana setelah pembahasan kedua yang melibatkan unsur Bawaslu, Penyidik Polda Kalsel dan Kejaksaan.

Penyidik Polda Kalsel, kata dia menyatakan dua kasus itu memenuhi unsur money politics. Lalu Penyidik Polda menyarankan kasus itu dibagi dua, satu kasus di Sumanggi Seberang dilimpahkan ke HST dan di Telang akan ditangani Polda Kalsel.

Khusus kasus bagi-bagi amplop berisi uang Rp100 ribu di Telang ini pun siap dieksekusi ke Polda Kalsel setelah ada keputusan pada pembahasan kedua yang dinyatakan ahli memang memenuhi unsur money politics.

Setelah pembahasan kedua ini, pihaknya diminta agar pelapor melaporkan secara resmi ke SPKT Polda Kalsel.

“Kenyataannya, pelapor tidak memenuhi panggilan dan tidak menyampaikan bukti yang kami perlukan,” kata Azhari melalui Zoom Metting saat rapat koordinasi yang digelar Bawaslu HST saat itu.

Padahal, kata Azhari, bukti atas kasus itu telah memenuhi syarat dengan 2 bukti, peristiwanya pun jelas dan utuh. Artinya, kasus itu memiliki kepastian hukum termasuk kasus di Sumanggi.

“Sudah kami fasilitasi mereka. Namun tidak ada keinginan untuk melaporkan kembali. Ini problem, dan sebenarnya ini meragukan penegakan hukum kita,” terang Azhari.

Sama halnya dengan kasus money politics di Sumanggi Seberang. Kasus ini juga memenuhi unsur money politics sehingga tinggal pelimpahan proses penyidikan.

Namun bedanya, kasus yang dilimpahkan lagi ke Bawaslu HST ini gagal masuk ke SPKT Polres setempat. Alasannya melebihi batas waktu yang ditentukan, 1×24 jam pelaporan ke SPKT Polres HST.

“Ini kan rekomendasi dari Polda. Semestinya mereka menerima. Kalau tau seperti itu kami yang menangani. Karena itu kami tidak bisa melanjutkan kasusnya,” tutup Azhari.

Lebih dalam perihal money politics ini dijelaskan oleh Penyidik Sentra Gakumdu Kalsel, Kusdarmaji, penarikan dan pelimpahan perkara yang notabene permasalahan money politics di HST itu sesuai dengan Perbawaslu Nomor 8 Tahun 2020.

Kusdarmaji menjelaskan bagaimana penanganan kasus money politics yang ditarik oleh provinsi hingga sebagian dilimpahkan kembali ke daerah asal, HST.

Pada pembahasan pertama di Bawaslu Kalsel, kata Kusdarmaji, pihaknya mengklarifikasi 9 orang yang terdiri dari saksi, pelapor maupun terduga.

“Pada pembahasan kedua, kita menemukan peristiwa pidana, 2 bukti dan unsur peritiwanya terpenuhi,” kata Kusdarmaji yang juga tersambung melalui Zoom Meting saat Bawslu HST menggelar rapat koordinasi.

Setelah pembahasan kedua itu, hasil pleno menyatakan perkara tersebut merupakan tindak pidana dan diteruskan ke penyidik kepolisan.

“Kami Sentra Gakumdu sepakat ditindak lanjuti ke proses penyidikan,” kata Kusdarmaji.

Lantas penyidik menggelar perkara rapat internal. Hasilnya, sesuai Pasal 187 huruf a Ayat 1 dan 2.

“Sesuai pasal itu, setiap orang yang memberi dan menerima dapat dikenakan pasal yang sama,” terang Kusdarmaji.

Tetapi saat pelaporan ke SPKT Polda Kalsel, disebutkan Kusdarmaji, pihak Bawaslu kesulitan menghadirkan pelapor.

Sesuai dengan Pasal 21 Ayat 7 mengatur siapa yang berhak melapor ke SPKT, yakni mereka yang melapor pada saat pelaporan ke Bawaslu.

“Karena itulah kasus ini tidak dilanjutkan, cacat formil,” terang Kusdarmaji.

Mengenai penerusan ke SPKT dalam waktu 1×24 jam, lanjut dia, itu juga sudah diatur sesuai Pasal 135 Ayat 2.

“Jadi kasus ini berbeda dengan pidana biasanya yang (pelakunya) bisa langsung dijadikan tersangka,” tutup Kusdarmaji. (*)