Politik

Legowo Putusan DKPP, Bawaslu Kalsel Tatap Sidang MK

apahabar.com, BANJARMASIN – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) akhirnya menjatuhkan sanksi teguran keras kepada Komisioner Bawaslu…

Ketua Bawaslu Kalsel. Foto-net

apahabar.com, BANJARMASIN - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) akhirnya menjatuhkan sanksi teguran keras kepada Komisioner Bawaslu Kalsel Azhar Ridhanie karena terbukti melanggar kode etik pedoman perilaku penyelenggara pemilu, Rabu (10/2) kemarin.

Ihwal putusan tersebut, Ketua Bawaslu Kalsel, Erna Kasypiah angkat bicara. Dia menghormati keputusan dari DKPP.

"Kita menghormati keputusan DKPP," ucap Erna Kasypiah kepada apahabar.com, Kamis (11/2) siang.

Azhar Ridhanie, kata dia, dikenakan Pasal 22 ayat (2) Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017.

"Untuk aturan teknisnya masih belum ketemu," katanya.

Kendati demikian, pihaknya tetap melaksanakan rutinitas seperti bisa. Bahkan mempersiapkan untuk menghadapi sidang gugatan sengketa hasil Pilgub Kalsel di Mahkamah Konstitusi.

"Kita melaksanakan rutinitas seperti biasa dan mempersiapkan untuk sidang lanjutan di MK," tutupnya.

Sebelumnya Erna Kasypiah bersama sejumlah komisioner di antaranya Iwan Setiawan, Aries Mardiono, dan Nur Kholis Majid juga berstatus sebagai terlapor di DKPP.

Namun dalam sidang putusan, DKPP menyimpulkan, keempat terlapor tak terbukti melanggar kode etik pedoman perilaku penyelenggara pemilu.

Walhasil DKPP pun akan melakukan rehabilitasi nama baik yang bersangkutan.

Kuasa hukum pihak terkait paslon gubernur dan wakil gubernur Kalimantan Selatan terpilih, Sahbirin-Muhidin (BirinMu) buka suara terkait putusan DKPP soal dugaan pelanggaran kode etik Bawaslu Kalsel.

Juru Bicara Tim Kuasa Hukum Pihak Terkait Paman BirinMu, Andi Syafrani mengatakan putusan DKPP tersebut berisi penilaian terhadap pelanggaran etika penyelenggara pemilihan, bukan pada ranah substansi dugaan pelanggaran pidana atau administrasi paslon.

"Hal yang dipertimbangkan dan dihukum dalam putusan DKPP hanyalah aspek kerja dan kinerja Bawaslu sesuai ketentuan," ucap Andi Syafrani kepada apahabar.com, Rabu (10/2) sore.

Amar putusan, kata dia, menyatakan Teradu 4 anggota Bawaslu Kalsel Azhar Ridhanie sebagai koordinator kajian melanggar kode etik dan dihukum dengan teguran keras.

"Ini berarti laporan Pengadu Denny Indrayana dikabulkan sebagian. Dari pertimbangan hukum yang dibacakan DKPP, kesalahan Teradu 4 adalah membuat analisis laporan yang isinya saling bertentangan. Sehingga dianggap tidak profesional dan tidak menguasai hukum, serta tidak menyampaikan ataupun menyerahkan analisis itu kepada rekan teradu lainnya dalam rapat pleno pengambilan putusan," tegas eks kuasa hukum Jokowi-Ma'ruf tersebut.

Selain itu, dia menjelaskan, sesuai fungsinya keputusan DKPP tidak menilai substansi apapun terkait laporan pengadu soal dugaan pelanggaran yang ditujukan kepada gubernur petahana Sahbirin Noor.

"Sehingga tidak berdasar jika menghubungkan putusan DKPP dengan tuduhan pelanggaran terhadap Sahbirin Noor. Tuduhan kubu Denny Indrayana bahwa ada ketidakkonsistenan antara kajian dan putusan Bawaslu Kalsel justru dibenarkan, tapi tidak menyangkut substansi dugaan pelanggaran. Namun yang disoal DKPP menyangkut kajian analisis yang kontradiktif dibuat oleh salah satu anggota Bawaslu," bebernya.

Dia menegaskan, putusan DKPP ini semakin menguatkan putusan Bawaslu Kalsel soal tidak terbuktinya pelanggaran yang ditujukan kepada Sahbirin Noor.

Artinya semua laporan Denny Indrayana telah kandas secara hukum karena memang tak dapat dibuktikan.

"Menyampaikan kembali tuduhan tersebut di MK hanyalah pengulangan 'kaset rusak' yang harusnya membuat para pendengar ocehannya merasa risih dengan ambisi kekuasaan yang dipertontonkan ke publik di saat kondisi masyarakat Kalsel yang masih berduka karena musibah banjir."

"Kita berharap Denny Indrayana dapat menerima kekalahannya sebagaimana disampaikan dalam Fakta Integritas bersama KPU saat mencalonkan diri dulu dan menyalurkan energinya untuk bersama-sama membangun Kalsel," pungkasnya.

Sementara itu, tim divisi hukum pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Kalimantan Selatan nomor urut 2, Denny Indrayana-Difriadi Darjat (H2D) kecewa dengan putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Republik Indonesia (RI).

"Putusan tersebut sangat mengecewakan dan berbanding terbalik dengan jalannya persidangan yang diselenggarakan pada 21 Januari 2021. Fakta-fakta penting yang seharusnya menjadi perhatian utama DKPP, justru luput dalam pertimbangan putusan yang baru saja dibacakan," ucap Ketua Tim Hukum H2D, Jurkani melalui siaran pers tertulis yang diterima apahabar.com.

Terdapat sejumlah alasan kekecewaan Jurkani selaku Pengadu.

Pertama, kata dia, DKPP tidak mempertimbangkan fakta terdapat 2 putusan (kajian) yang dikeluarkan Bawaslu Kalsel untuk 1 laporan yang sama, yakni penggunaan tagline kampanye oleh petahana.

Di mana versi pertama menyatakan seluruh unsur pelanggaran terpenuhi, sedangkan versi kedua menyatakan ada 1 unsur yang tidak terpenuhi.

"Dengan adanya 2 versi putusan saja sudah cukup beralasan untuk memecat seluruh komisioner Bawaslu Kalsel. Namun DKPP hanya mempertimbangkan putusan versi kedua dan menjatuhkan sanksi peringatan keras terhadap seorang komisioner berdasarkan putusan versi kedua tersebut," kata Jurkani.

Bahkan, sambung dia, DKPP sama sekali tidak mempertimbangkan fakta adanya dua kajian itu.

"Seakan-akan hal demikian sama sekali tidak masalah. Sesuatu yang tentu sangat aneh, ada apa dengan DKPP?," tanya eks Penyidik Polda Kalsel tersebut.

Kedua, dia menilai, DKPP tidak mempertimbangkan fakta bahwa 4 komisioner Bawaslu Kalsel lain tidak membaca hasil kajian sebelum memutuskan.

Padahal hasil kajian merupakan dokumen tertulis di mana seluruh klarifikasi dari para pihak dan ahli dituangkan.

"Kami merasa ada kalimat yang dipelintir seakan-akan hasil kajian tersebut belum selesai sehingga belum dapat dibaca oleh komisioner lain selain Azhar Ridhanie. Sehingga hanya Azhar yang terkesan bersalah. Padahal rapat pleno pengambilan keputusan harus berdasarkan hasil kajian. Sekali lagi kenapa putusan DKPP menjadi aneh, ada apa dengan DKPP?," bebernya lagi.

"Ketiga, Ketua Bawaslu Kalsel, Erna Kasypiah terbukti telah berbohong di hadapan Majelis DKPP terkait tidak diberikannya Berita Acara Pemeriksaan Saksi yang merupakan hak para saksi kepada Pengadu," tambahnya.

Menurutnya, Erna beralasan Pengadu meminta BAP Saksi tanpa disertai surat kuasa sehingga disuruh melengkapi surat kuasa terlebih dahulu.

"Padahal faktanya, pengadu telah meminta BAP Saksi disertai dengan 20 surat kuasa atas nama seluruh saksi yang diajukan, namun ditolak dengan alasan BAP Saksi merupakan dokumen yang dikecualikan," tegasnya.

Setelah menerima surat penolakan, ujar dia, Pengadu beserta tim mendatangi Bawaslu Kalsel dan terjadi perdebatan sengit, hingga akhirnya Bawaslu Kalsel memberikan BAP Saksi.

"Ketua DKPP dalam persidangan sempat menyatakan akan memecat teradu yang ketahuan berbohong. Ironisnya, Erna Kasypiah justru direhabilitasi nama baiknya. Ada apa dengan DKPP?," cetusnya.

Pihaknya sangat menyayangkan 3 fakta yang krusial tersebut justru luput dari perhatian DKPP.

"Ini bukan hanya persoalan profesionalitas semata, melainkan perihal keadilan demokrasi dan integritas penyelenggara pemilu yang menentukan bagaimana nasib rakyat Kalimantan Selatan selama 5 tahun ke depan," tandasnya.