Kerusakan Lingkungan Hidup

LBH Makassar Soroti Kerusakan Lingkungan Dampak dari Smelter PT HNI

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar mengungkap laporan catatan hitam milik perusahaan tambang nikel, PT. Huadi Nickel-Alloy Indonesia di Bantaeng

LBH Makassar Gelar Diskusi Publik Terkait Launching Laporan Bertaruh Pada Smelter di Kota Makassar. Foto: apahabar.com/Supriadi

apahabar.com, MAKASSAR - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar merilis laporan mengenai dampak lingkungan yang ditimbulkan dari smelter nikel PT Huadi Nickel-Alloy Indonesia (HNI) yang berdiri di Kawasan Industri Bantaeng (KIBA).

Hasilnya, keempat smelter nikel milik Huadi Grup tersebut berimbas pada kondisi lingkungan dan ruang hidup masyarakat Bantaeng. Hasil laporan tersebut diketahui melalui penelusuran dokumen, wawancara dan observasi langsung di lapangan.

Laporan itu dibeberkan langsung LBH Makassar saat menggelar Diskusi Publik & Launching Laporan bertemakan ‘Bertaruh Pada Smelter” di Hotel Jolin Kota Makassar.

“Jadi seperti yang saya jelaskan tadi yah. Bahwa laporan ini kita peroleh dari dokomen, kemudian wawancara dan observasi langsung di lapangan akhirnya kita temukan fakta-fakta itu,” ujar aktivis LBH Makassar Adi Anugrah Pratama kepada apahabar.com di Hotel Jolin, Kamis (20/7).

Baca Juga: Larangan Ekspor Ore Nikel, Bea Cukai Intensifkan Pengawasan

Dia menjelaskan dokumen laporan yang dibeberkan merupakan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) PT HNI. Dari dokumen tersebut, kata Adi, ditemukanlah fakta-fakta yang membawa petaka bagi lingkungan di warga Bantaeng.

“Jadi dokumen yang kami maksud itu dokumen AMDAL PT HNI dan AMDAL kawasan. Kemudian adanya juga dokumen sanksi dari LHK. Dari situlah kita temukan fakta-fakta laporan ini,” katanya.
PT Huady Nickel Alloy Indonesia di Desa Papanloe, Kecamatan Bantaeng. (Foto: Istimewa).

Adi menyebut beberapa fakta telah terungkap dalam laporan itu. Salah satunya yakni adanya kekeringan yang dialami oleh warga. Hal itu telah tergambar nyata di wilayah pemukiman warga di Bantaeng dengan sumur-sumur mereka mengalami kekeringan.

“Jadi salah satu fakta dalam laporan itu bahwa adanya kekeringan yang dialami warga di sana. Dan Itu adalah fakta yang tergambar nyata di sana,” ungkapnya kepada apahabar.com.

Baca Juga: IMF Minta RI Longgarkan Kebijakan Ekspor Nikel, Begini Respons Luhut

Selain itu, kata Adi, adanya bau busuk dan debu dari hasil pembakaran perusahaan itu. Warga setempat mengeluhkan bau busuk dan debu tersebut karena telah menyengat pernafasan.

Kemudian, adanya pembuangan limbah PT HNI yang dikeluhkan juga warga. Hal itu dikarenakan membuat pencemaran di laut dan membuat petani rumput laut merugi ditambah bau menyegat limbah tersebut.

“Jadi adanya juga bau dan debu itu. Ini juga terkonfirmasi di sana dan itu saya yang turun langsung melihat aktivitas itu di lapangan. Terus adanya juga limbah dikeluhkan petani rumput laut di sana karena limbah mereka buang ke laut membuat petani rumput laut gagal panen,” ungkap Adi.

Baca Juga: KPK Kaji Dugaan Ekspor Nikel Ilegal

Selanjutnya, kata Adi, adanya aktivitas bongkar muat di Jetty. Hal itu juga ada dalam laporan ini yang dikeluhkan petani rumput laut  di pesisir. Mereka semua mengaku jika rumput laut mereka sering ditabrak oleh kapal tangker.

“Laporan selanjutnya itu adannya aktivitas bongkar muat di Jetty. Itu juga dikeluhkan petani rumput laut di pesisir sana. Karena rumput laut mereka sering ditabrak kapal tangker,” katanya.

Dampak lainnya di halaman selanjutnya:

Adi juga menyebut bahwa smelter asing hadir di tengah perkampungan itu membuat banyak warga sengsara. Meski awalnya diberi izin  oleh pemerintah daerah karena adanya janji memberi kesejahteraan pada masyarakat sekitar.

Namun sayang, ketika perusahaan itu beroperasi, kenyataan pahit mulai bermunculan; masyarakat kehilangan air, tanah, udara bersih bahkan nyawa. Seiring waktu, jumlah smelter semakin bertambah. Masyarakat dan lingkungan terus berhadapan dengan kerusakan. Tak ada perbaikan.

Baca Juga: Larangan Ekspor Nikel Turunkan Pendapatan, ReforMiner: Sangat Mungkin

“Awal masuknya perusahaan smelter asing ini memberikan banyak janji kepada masyarakat akan adanya mensejahterakan warga di sana. Mereka juga memberi janji memperkerjakan warga di sana. Namun kenyataan pahit itu semua bermunculan setelah mereka beroperasi,” tutur Adi.

“Kalau pun lapangan kerja yang dijanjikan warga disana. Faktanya kita melihat perbandingannya lebih banyak yang tidak bekerja ketimbang yang bekerja di perusahaan itu. Ditambah kurangnya keselamatan dalam bekerja,” sambungnya.

Adi pun menyimpulkan bahwa perusahaan smelter asing di Kabupaten Bantaeng dalam hal Ini PT HNI telah melakukan pelanggaran hukum dan HAM dalam beroperasional.

Baca Juga: Kebijakan Hilirisasi Nikel, ReforMiner: Bukan Hal Baru bagi Indonesia

Pelanggaran yang dimaksud yakni hak atas lingkungan hidup yang bersih, hak atas kesehatan dan hak atas pekerjaan yang layak.

“Tentu ini dikenakan sanksi atas pelanggaran HAM. Karena seperti kita ketahui bahwa masyrakat Indonesia berhak atas lingkungan hidup yang sehat. Kemudian setiap warga Indonesia juga berhak mendapat pekerjaan yang layak,” tuturnya.

Adi menambahkan bahwa LBH telah meminta agar pemerintah melakukan tanggung jawab dan pengawasan serta penindakan terhadap kerusakan lingkungan hidup yang terjadi

Kemudian, pihak Komnas HAM juga diminta untuk melakukan upaya investigasi sesuai kewenangannya atas berbagai pelanggaran HAM yang terjadi.

Baca Juga: Bahlil Tidak Habis Pikir, IMF Katakan Rugi jika Ekspor Nikel Dilarang

Selanjutnya, pihak perusahaan baik itu pengelola KIBA dan maupun PT HNI untuk melaksankan berbagai ketentuan yang diberlakukan dalam AMDAL. Kemudian bertanggungjawab semua atas kerugian masyarakat dan pelanggaran HAM yang terjadi.

Terakhir, LBH juga mendorong masyarakat setempat agar bersama-sama dan terorganisir melakukan pemantauan serta upaya-upaya berdasarkan hukum dan menuntut hak-haknya.