Fenomena Alam El Nino

Lawan El Nino Pakai Modifikasi Cuaca, IPB: Bukan Satu-Satunya Opsi

Guru Besar Fakultas Pertanian IPB, Edi Santosa memperingatkan kepada pemerintah untuk tidak bergantung pada modifikasi cuaca dalam meghadapi fenomena El Nino.

Petani di LPM Gapoktan Sumber Mekar di Karawang, Senin, (10/4/2023). Foto: ANTARA

apahabar.com, JAKARTA – Guru Besar Fakultas Pertanian IPB Edi Santosa memperingatkan pemerintah agar tidak hanyabergantung kepada modifikasi cuaca dalam meghadapi fenomena El Nino.

“Tetapi menurut saya itu jangan jadi satu-satunya opsi, karena menurut pengalaman kemungkinan berhasilnya cukup kecil,” ujarnya kepada apahabar.com, Senin (1/5).

Modifikasi cuaca untuk menciptakan hujan buatan dapat dilakukan dengan menebarkan garam khusus di langit yang akan memicu reaksi tertentu sehingga tercipta hujan. Modifikasi cuaca juga membutuhkan pesawat terbang.

Menurut Edi, kegiatan modifikasi cuaca memiliki satu masalah penting, yaitu menentukan arah gerak angin. Arah gerak angin menjadi faktor penentu dari kemunculan awan hujan.

Baca Juga: Antisipasi El Nino, Mentan: Manfaatkan Infrastruktur Air

“Jika garam ditebar untuk target lokasinya Bogor, tapi ternyata terjadi perubahan arah angin. Bisa saja hujan itu malah muncul di Sukabumi,” jelasnya.

Dengan begitu, kebutuhan air melalui hujan buatan pada daerah yang diinginkan sangat mungkin tidak tercapai. Pengadaan hujan buatan justru tidak menyelesaikan masalah.

Sehingga modifikasi cuaca memiliki kelemahan terkait probabilitas, dimana air hujan tidak pasti akan jatuh pada lokasi yang dinginkan. Hal lainnya adalah biaya yang tidak sedikit.

“Belum lagi jika kita bicara soal biaya. Mulai dari biaya transportasi karena harus menggunakan pesawat sampai dengan pembelian garam khusus, tentu membutuhkan garam yang tidak sedikit,” paparnya.

Baca Juga: Cuaca Panas, CIPS: Berpotensi Ancam Ketahanan Pangan

Edi justru menyarankan pemerintah untuk memberikan bantuan berupa pembangunan infrastruktur terkait air agar lahan milik petani tetap berproduksi di tengah kekeringan.

“Bisa juga dengan pembagian pompa air kepada petani yang membutuhkan, membangun sumur dangkal untuk menampung hujan atau membantu pembuatan irigasi,” kata Edi.

Menurut Edi, banyak negara tidak melakukan modifikasi cuaca untuk memenuhi kebutuhan air di tengah kekeringan. Alasannya, modifikasi cuaca sangat bergantung pada probabilitas dan tidak efetif.

“Bahkan di Jepang ketika terjadi kekeringan, mereka tidak langsung melakukan modifikasi cuaca untuk mengairi lahan,” paparnya.

Baca Juga: El Nino Hantam Indonesia, Indef: Inflasi Pangan Pasti Naik

Beberapa waktu lalu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengingatkan bahwa Indonesia akan segera mengalami fenomena El Nino.

El Nino tersebut akan menimbulkan kekeringan panjang dan membuat sejumlah lahan tidak dapat memproduksi komoditas pangan, termasuk beras, dengan optimal.

Terhambatnya produktivitas pangan akan menimbulkan kenaikan harga pangan pokok yang kemudian memicu terjadinya inflasi. Sebagai solusi atas persoalan tersebut, pemerintah menyiapkan teknologi modifikasi cuaca sebagai solusi menghadapi El Nino.

“Setidaknya sejak saat ini kami menyiapkan teknologi modifikasi cuaca sebagai senjata menghadapi El Nino,” Tulis Luhur dalam akun Instagram @luhut.pandjaitan yang dikutip apahabar.com, Rabu (26/4).