Laut Wawonii Keruh

Laut Wawonii Keruh, KIARA: Lima Desa Terdampak Pertambangan Nikel

Perairan laut di Kecamatan Wawonii Tenggara, Kabupaten Konawe Kepulauan terlihat keruh diduga akibat kegiatan pertambangan ekstraktif nikel.

Ilustrasi - Terminal khusus pertambangan nikel. Foto: ANTARA

apahabar.com, JAKARTA -  Perairan laut di Kecamatan Wawonii Tenggara, Kabupaten Konawe Kepulauan terlihat keruh diduga akibat kegiatan pertambangan ekstraktif nikel.

Sedikitnya ada 5 desa terdampak akibat keruhnya perairan laut Wawonii, yakni Desa Sukarela Jaya, Desa Dompo-dompo, Desa Roko-roko, Desa Bahaba dan Desa Teparoko. Diketahui di sekitar lima desa tersebut terdapat aktivitas industri ekstraktif, yaitu pertambangan nikel oleh PT Gema Kreasi Perdana (GKP).

Dampak dari aktivitas tersebut ditanggapi oleh Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Susan Herawati. Menurutnya, jauh sebelum industri tersebut beroperasi, masyarakat sudah menolak. Mereka menolak karena khawatir ruang hidup mereka terganggu, termasuk laut sebagai tempat mencari ikan.

'Kejadian tersebut telah diproyeksikan sehingga masyarakat dengan sekuat tenaga menolak adanya aktivitas tambang di pulau kecil seperti Wawonii," terang Susan dalam keterangannya Jumat (2/6).

Baca Juga: Laporkan Tambang yang Cemari Laut ke KKP, JATAM: Tidak Ada Hasilnya

Menurut Susan, kelima desa tersebut merupakan desa yang terdampak langsung oleh kegiatan industri ekstraktif di Pulau Wawonii. "Masyarakat diporak-porandakan di ruang-ruang produksinya, baik di darat maupun di laut. Ini sudah terlihat jelas dengan keruhnya perairan laut di pesisir Kecamatan Wawonii Tenggara,” ujarnya.

Susan menjelaskan, di pulau kecil Wawonii, mayoritas masyarakat berprofesi sebagai nelayan dan petani (pekebun), sehingga masuknya industri yang menggerus tanah dan air tentu sangat berpengaruh terhadap perebutan ruang kelola yang ada di wilayah Kecamatan Wawonii Tenggara.

Perebutan ruang kelola itu ditandai dengan dirampasnya secara paksa ruang-ruang produktif warga. Salah satu contoh yang bisa dilihat adalah masyarakat dipaksa menjual rugi tanah-tanah perkebunan yang telah menjadi hak mereka secara turun temurun dengan harga murah.

"Bahkan terdapat tanah-tanah yang dirampas secara paksa," tegasnya.

Baca Juga: JATAM Laporkan KKP ke Presiden Jika Pencemaran Laut Masih Berlanjut

Sementara di wilayah pesisir, tanah dan laut sebagai ruang produksi warga ikut dirampas untuk diubah menjadi pelabuhan atau terminal khusus bagi pertambangan.

"Yang bahkan mengorbankan ekosistem mangrove dan terumbu karang di pesisir tersebut,” terangnya.

Berdasarkan cataran KIARA, masyarakat telah menempuh berbagai cara untuk menolak aktivitas pertambangan di Pulau Wawonii. Termasuk dengan melakukan gugatan Judicial Review terhadap Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Konawe Kepulauan.

"Dalam salinan putusannya, pada bagian pertimbangan, majelis hakim MA secara tegas menyebutkan bahwa pengelolaan Pulau Wawonii setidak-tidaknya dilaksanakan dengan tujuan melindungi, memperkaya sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil, serta menjaga sistem ekologis secara berkelanjutan," paparnya.

Baca Juga: Pengawasan Ruang Laut, KKP: Perusahaan Rusak Lingkungan, Izinnya Dicabut

Serta secara filosofis, Kabupaten Konawe Kepulauan merupakan pulau kecil yang rentan dan sangat terbatas sehingga membutuhkan perlindungan khusus.

"Sehingga kegiatan yang tidak ditujukan untuk menunjang kehidupan ekosistem di atasnya, termasuk pertambangan harus dilarang untuk dilakukan,” ungkap Susan.

Bagi Susan, putusan majelis hakim MA tersebut sangat jelas dan tegas, terutama dalam poin bahwa pertambangan di pulau kecil akan mengancam kehidupan seluruh makhluk hidup di atasnya, termasuk juga manusia.

"Tetapi putusan MA No. 57 P/HUM/2022 tersebut belum dieksekusi di lapangan, sehingga perusahaan PT GKP masih beroperasi hingga kini dan diduga aktivitasnya berdampak seperti yang saat ini tengah dialami oleh masyarakat," tandasnya.