Pembukaan Perdagangan Saham

Laporan BEI Tahun 2022, OJK: Jumlah Investor Naik Seribu Persen

Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar mengungkapkan bahwa jumlah investor Indonesia pada tahun 2022 sudah meningkat hingga seribu persen

Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar. Foto: tangkapan layar

apahabar.com, JAKARTA – Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar mengungkapkan bahwa jumlah investor Indonesia pada tahun 2022 sudah meningkat hingga seribu persen, jika dibandingkan dengan tahun 2017.

Jumlah investor yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI), sudah mencapai 10,3 juta orang, yang semuanya didominasi oleh generasi milenial.

“Menarik lagi, saat ini sudah didominasi oleh investor domestik, yang mencapai 55 persen total investor dan kalau dihitung generasi milenial dan gen z adalah 58,7 persen,” ujarnya dalam Peresmian Pembukaan Perdagangan Bursa Efek Indonesia Tahun 2023 melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden, Senin (2/1).

Baca Juga: Warganet Gaungkan Penolakan RUU PPSK, Petisi ‘Pertahankan Independensi BI & OJK’ Terus Menggema

Selain itu, Indeks Saham Gabungan (IHSG) telah mengalami peningkatan sebesar empat persen, juka dibandingkan dengan tahun 2021.

Terjadi peningkatan frekuensi transaksi perdagangan yang mencapai 1,31 juta kali dan menjadi aktivitas perdagangan saham terbesar di Asean.

“Kapitalisasi pasar tertinggi sempat mencapai angka Rp9.500 triliun atau USD 600 miliar, artinya setara dengan 50 persen PDB Indonesia,” ungkapnya.

BEI juga telah melakukan kegiatan Initial Public Offering (IPO) terhadap 59 perusahaan, selama tahun 2022. Indonesia harus tetap waspada, sebab pada tahun 2023, ekonomi global tengah mengalmi ancaman resesi.

“Bank sentral inggris sudah mengatakan bahwa ekonomi Inggris akan masuk ke dalam resesi yang berkepanjangan, itu menjadi penanda suasana yang mencekam di Eropa,” jelas Mahendra.

Baca Juga: Sri Mulyani Optimis Seribu Perusahaan Tercatat di BEI pada 2023

Ancaman resesi juga ditandai dengan laporan bursa efek Eropa yang mencatatkan kinerja index sahamnya selama tahun 2022, turun hingga menjadi yang terjelek sejak krisis ekonomi tahun 2018 dan lebih buruk dari tahun 2020.

Karena itu, ke depannya, pemerintah akan terus memperbaiki kebijakan-kebijakan di sektor keuangan, untuk memperkuat perekonomian dalam negeri.

“Menjadi prioritas kita ke depan, dengan perkuatan perekonomian dengan daya tahan yang kuat, maka tidak ada istilah wait and see semua tentang investasi, sehingga kita harus siap untuk itu dan kita dorong momentumnya,” tutupnya.