Langkah Awal BKSDA Kalsel Lestarikan Lutung Dahi Putih Satwa Endemik dari Borneo

Kamera milik petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Selatan (Kalsel) berhasil mengidentifikasi sebanyak 22 ekor Lutung Dahi Putih.

Lutung Dahi Putih. Foto: Net

apahabar.com, BANJARBARU - Kamera milik petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Selatan (Kalsel) berhasil mengidentifikasi sebanyak 22 ekor Lutung Dahi Putih (Presbytis Frontata).

Satwa ini memiliki ciri khas warna putih pada dahi yang tidak berbulu, jambul berbentuk kerucut di kepala, serta bulu coklat keabu-abuan yang tumbuh di belakang dan kekuningan di depan.

Dalam bahasa lokal, satwa ini kerap disebut Cukakah. Sebarannya hanya ada di Pulau Borneo, yaitu wilayah Indonesia sampai Malaysia.

Berdasar hasil observasi BKSDA Kalsel, habitat Lutung Dahi Putih sementara ini diketahui ada di wilayah Kabupaten Kotabaru, Tanah Bumbu, Tapin, dan Balangan. Namun, tidak mudah menemukan keberadaannya.

Dikategorikan sebagai salah satu satwa rentan punah, primata endemik Pulau Borneo ini pun berstatus dilindungi.

Untuk itu, BKSDA Kalsel melakukan langkah awal pelestarian hewan endemik dengan menyelenggarakan seminar nasional konservasi primata endemik Borneo bekerja sama dengan Universitas Lambung Mangkurat (ULM) dan salah satu korporasi sekaligus untuk memperingati Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) pada Rabu (3/8/2023) di Banjarbaru.

Narasumber yang hadir di antaranya Direktur Jenderal (Dirjen) Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK Satyawan Pudyatmoko, Guru Besar Institut Pertanian Bogor Hadi Alikodra, dan Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat, Kissinger.

"Seminar nasional ini merupakan langkah awal untuk mengumpulkan data hasil penelitian guna menentukan upaya pelestarian selanjutnya,” kata Kepala BKSDA Kalsel, Mahrus Aryadi.

Pelaksanaan kegiatan tersebut juga mengundang peserta sebanyak 124 orang. Di antaranya 18 orang pemakalah dari akademisi dan sisanya adalah peserta umum.

Mahrus berharap usai pelaksanaan seminar nasional tersebut, para pakar, akademisi, swasta, maupun masyarakat luas dapat berkontribusi aktif dalam menyebarkan ilmu pengetahuan dan pesan konservasi khususnya terkait Lutung Dahi Putih.

Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK Satyawan Pudyatmoko menyambut baik upaya yang dilakukan oleh BKSDA Kalsel.

"Yang perlu kita lakukan saat ini adalah meningkatkan populasi. Terlebih primata yang dikategorikan IUCN (Badan Konservasi Dunia), berstatus terancam," ujarnya.

Perubahan kondisi habitat yang masif, disebutnya sebagai salah satu faktor pengurangan populasi satwa ini.

Sehingga, kata dia, harus ada strategi bagaimana agar di tengah perubahan habitat, bisa pertahankan populasi.

Salah satu contoh cara yang disarankannya, yakni mesti ada penetapan batas koridor penempatan habitat yang berada di luar kawasan hutan.

Kemudian, harus ada dukungan dari berbagai pihak, terlebih masyarakat. Karena urusan konservasi, menurutnya, bukan saja tugas satu instansi.

"Masyarakat harus lebih sadar dan mendukung upaya-upaya pelestarian. Misalkan ada primata di pekarangan, jangan dianggap hama. Anggap sebagai hal biasa," tuturnya.

"Bisa juga ada inisiatif untuk membentuk suatu kawasan percontohan di beberapa tempat. Misalnya desa yang ramah terhadap satwa liar. Lebih baik lagi ada desa yang menggunakan keanekaragaman satwa liar jadi sumber perekonomian, dengan mengembangkan potensi eco-tourism," tambahnya.

Selain mempertahankan populasi, Satyawan juga bilang, pihaknya juga akan melakukan upaya untuk tetap menjaga habitatnya (kawasan hutan).

"Dari sini kita akan identifikasi, habitat pentingnya ada di mana saja. Misal sudah diketahui, maka ada kewajiban dari badan usaha yang punya izin mengelola lokasi itu harus melakukan pelestarian," tandasnya.