Langkah Aditya Terancam Terhenti, Lisa Halaby Melawan Kotak Kosong di Pilkada Banjarbaru?

Pergerakan yang dilakukan Hj Lisa Halaby untuk 'memblok' HM Aditya Mufti Ariffin, justru memunculkan potensi kotak kosong di Pilkada Banjarbaru 2024.

Pergerakan yang dilakukan Hj Lisa Halaby untuk 'memblok' HM Aditya Mufti Ariffin, justru memunculkan potensi kotak kosong di Pilkada Banjarbaru 2024.

bakabar.com, BANJARBARU - Pergerakan yang dilakukan Hj Erna Lisa Halaby untuk 'memblok' HM Aditya Mufti Ariffin, justru memunculkan potensi kotak kosong di Pilkada Banjarbaru 2024.

Lisa mendadak menjadi pusat perhatian, karena berhasil merangkul 16 kursi dari gabungan PAN, Demokrat, Gerindra, NasDem dan PKB.

Kendati Partai Golkar, PKS dan PDIP belum meresmikan dukungan, Lisa juga diklaim akan memperoleh kursi-kursi dari ketiga partai ini.

Sebaliknya setelah PKB beralih dukungan, Aditya pun terancam gagal mencalon. Padahal wali kota petahana ini sudah siap menggandeng Said Abdullah Alkaff di Pilkada 2024.

"Sejatinya kotak kosong di pilkada bukan hal baru di Indonesia. Bahkan fenomena ini cenderung dianggap sebagai tantangan serius, bukan sekadar formalitas," ulas Direktur Indonesia Strategic Institute (Instrat), Adi Nugroho.

Salah satu kasus kotak kosong terjadi di Pilkada Makassar 2018. Meskipun kandidat tunggal didukung mayoritas partai besar, kotak kosong keluar sebagai pemenang.

Dalam Pasal 54D ayat (1) UU Pilkada dijelaskan bahwa calon tunggal dinyatakan sebagai pemenang pilkada, jika mendapatkan suara lebih dari 50 persen suara sah. Sebaliknya calon tunggal akan dianggap kalah, jika tidak mampu mencapai suara lebih dari 50 persen suara sah.

Apabila kotak kosong menang, pilkada akan dilakukan di tahun berikutnya dan pemerintah menugaskan penjabat gubernur, penjabat bupati, atau penjabat wali kota sampai terpilih kepala daerah definitif. 

"Fenomena itu menunjukkan bahwa pemilih bisa memilih kotak kosong sebagai bentuk protes atau ketidakpuasan terhadap kandidat," tukas Adi.

Meskipun terlihat signifikan di atas kertas, dukungan dari partai politik tidak selalu mencerminkan pilihan pemilih.

"Pemilih di Banjarbaru dengan tingkat kecerdasan politik yang tinggi, cenderung mengedepankan kualitas pribadi dan visi kandidat ketimbang sekadar afiliasi politik," beber Adi.

"Andai Lisa yang akan berpasangan dengan Wartono tidak dapat meyakinkan sebagai paling layak dan mampu membawa perubahan positif, pemilih bisa saja beralih memilih kotak kosong," sambungnya.

Adi mengakui strategi kampanye Lisa tergolong kreatif, karena menggunakan tokoh populer untuk menarik respons massa.

Namun pendekatan kampanye yang hanya mengandalkan kekuatan jaringan dan tokoh terkenal, tetapi tidak menyentuh aspirasi rakyat, dianggap bisa berakibat fatal.

"Makanya pemilih yang kritis dapat menggunakan kotak kosong sebagai alat untuk mengekspresikan ketidakpuasan," urai Adi.

"Semestinya Lisa-Wartono harus lebih dari sekadar mengandalkan dukungan partai. Mereka harus mampu memenangkan hati pemilih dengan program yang relevan dan solusi yang nyata," imbuhnya.

Sementara pengamat politik Dhieno Yudhistira menyoroti langkah PKB sebagai pemantik ancaman kotak kosong di Pilkada Banjarbaru 2024.

"Perubahan tanpa alasan yang jelas dalam politik memang sah-sah saja. Namun dari sisi etika dan moral, keputusan ini telah mencederai demokrasi," tukas Dhieno.

"Namun saya percaya masyarakat Banjarbaru selektif dalam memilih pemimpin, khususnya non partai atau  bukan dari kalangan mesin partai," pungkasnya.