bakabar.com, BANJARBARU - Upaya pemulihan lingkungan di Kalimantan Selatan menunjukkan perkembangan menggembirakan. Data Kementerian Kehutanan mencatat, luas lahan kritis terus menurun signifikan dalam satu dekade terakhir.
Pada 2013, lahan kritis di Kalsel mencapai 640.000 hektare. Angka itu turun menjadi 511.000 hektare pada 2018, dan kembali merosot menjadi 458.000 hektare pada 2022.
“Penurunan tersebut tidak lepas dari berbagai program rehabilitasi hutan dan lahan yang dilakukan secara berkelanjutan,” papar Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Kalsel, Fatimatuzzahra, Kamis (27/11).
Perempuan yang biasa disapa Aya itu menyebutkan bahwa keberhasilan ini merupakan hasil kerja bersama pemerintah, masyarakat, dan berbagai pihak yang peduli lingkungan.
Adapun penanaman kembali, pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan hutan, serta kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, dan mitra kerja menjadi faktor kunci membaiknya kondisi lingkungan di Kalsel.
Dishut Kalsel juga memperkuat program pemulihan lahan melalui skema pendanaan internasional REDD+. Tahap pertama meliputi penanaman 100 hektare lahan milik Pemprov Kalsel yang dikelola langsung oleh petani hutan.
Jenis tanaman yang ditanam antara lain ulin dan eucalyptus. Program ini merupakan bentuk apresiasi donor internasional terhadap keberhasilan Kalsel dalam menurunkan emisi gas rumah kaca.
Dari total 300 hektare lahan yang diproyeksikan untuk rehabilitasi, 100 hektare dialokasikan khusus untuk program REDD+. Sekarang 20 hektare telah dibuka sebagai tahap awal dan siap diperluas hingga target penuh tercapai.
Kalsel sendiri menerima pendanaan REDD+ sebesar 3,4 juta dolar AS atau sekitar Rp50 miliar, setelah dinilai berhasil dalam lima kriteria pengurangan emisi. Dana tersebut akan digunakan untuk memperkuat rehabilitasi hutan, pengamanan kawasan, dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan.
Di luar area 100 hektare REDD+, kawasan rehabilitasi juga akan dibagi menjadi empat blok tanam. Dua blok direncanakan untuk tanaman buah-buahan seperti matoa, manggis, mangga, dan komoditas buah lain guna meningkatkan keanekaragaman hayati sekaligus pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Sementara sekitar 30 hektare lainnya akan ditanami ulin. Upaya ini sekaligus menambah luasan penanaman ulin yang sebelumnya telah dilakukan di Tahura Sultan Adam, termasuk melalui kawasan Suageni Island.
“Semua langkah ini menjadi bagian dari komitmen Kalsel untuk terus memperbaiki kualitas lingkungan dan mengurangi risiko bencana seperti banjir dan longsor,” papar Aya.