Subsidi Kendaraan Listrik

Kunci agar Subsidi Kendaraan Listrik Bisa Percepat Ekosistem Elektrifikasi

Peneliti IEEFA, Putra Adiguna menyebutkan skema insentif kendaraan listrik berpotensi menurunkan beban negara khususnya dapat berkurangnya subsidi BBM.

Presiden Joko Widodo saat melakukan groundbreaking pembangunan pabrik baterai kendaraan listrik pertama di Indonesia. Foto-Istimewa

apahabar.com, JAKARTA - Peneliti Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA), Putra Adiguna menyebutkan skema insentif kendaraan listrik berpotensi menurunkan beban negara khususnya dapat berkurangnya subsidi BBM.

“Khusus Indonesia, skema ini juga berpotensi untuk menurunkan subsidi BBM utamanya untuk peralihan roda dua,” kata Putra, Selasa (7/3).

Menurut Putra, skema insentif ini perlu mempertimbangkan beberapa hal. Antara lain bagaimana implementasi skema ini agar dapat tepat sasaran dan benar-benar mendorong peralihan kendaraan listrik.

Bukan hanya sekadar penambahan apalagi bila hanya mendorong lonjakan sementara terhadap penjualan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KLBB) di Indonesia.

Baca Juga: Subsidi Kendaraan Listrik Mulai Berlaku Bulan Ini, Simak Aturannya

Hal itu tentu berhubungan dengan asas keadilan dan distribusi manfaat, belum lagi soal penambahan unit malah dapat menambah kemacetan di jalanan.

"Selain itu, pendalaman berbagai kebijakan termasuk dukungan untuk membangun ekosistem KBLBB dan elektrifikasi transportasi publik akan diperlukan," imbuhnya.

Dijelaskan Putra, pemerintah juga harus mulai memikirkan cara untuk mentransisikan kapasitas manufaktur dan penjualan kendaraan konvensional di Indonesia.

"Dengan membatasi kendaraan konvensional, maka otomatis pasar untuk kendaraan listrik dapat lebih lekas terbentuk," ujarnya.

Baca Juga: Pemerintah Subsidi Motor Listrik, Ademoli: Animo Masyarakat Besar

Bantuan KBLBB juga diharapkan dapat memiliki elemen progresif untuk memberi insentif lebih pada karakteristik KBLBB yang lebih baik.

"Misal kendaraan dengan jarak tempuh yang lebih jauh, teknologi yang lebih maju, atau kandungan domestik yang lebih tinggi," tukasnya.

Dengan begitu, dapat mendorong karakteristik kendaraan listrik yang dapat menjawab kebutuhan dan keraguan pengguna, dan pada akhirnya mendorong adopsi yang lebih cepat.

Sementara Peneliti International Institute for Sustainable Development (IISD), Anissa Suharsono, mengatakan pemerintah perlu memperhatikan bahwa skema ini ditujukan untuk mendorong masyarakat beralih ke kendaraan listrik, bukan penambahan jumlah mobil di jalan.

Baca Juga: Subsidi Motor Listrik Rp7 Juta Mulai 20 Maret, Begini Prosedurnya

Karena itu, kebijakan tersebut harus diikuti dengan skema pembatasan jumlah mobil pribadi dan peningkatan kualitas transportasi publik, termasuk mendorong elektrifikasi transportasi publik.

“Pemerintah bisa mengalihkan sebagian anggaran subsidi BBM yang berhasil dihemat melalui skema ini untuk membiayai pengembangan ekosistem kendaraan berbasis listrik, seperti penyediaan charging infrastructure di lokasi-lokasi strategis,” ungkap Anissa.

Menurutnya, penambahan jumlah kendaraan listrik otomatis akan meningkatkan permintaan akan listrik. Pemerintah perlu tetap mendorong percepatan pengembangan pembangkit energi terbarukan.

Tentunya untuk memastikan upaya penurunan emisi melalui program kendaraan listrik tidak malah berujung kepada pemenuhan peningkatan permintaan listrik ini melalui sumber yang tinggi emisi seperti batubara dan gas.