Hot Borneo

Krusialnya Suara Legislatif Jegal Pemindahan Ibu Kota Kalsel

apahabar.com, BANJARMASIN – Pemerintah Kota (Pemkot) Banjarmasin terus mengumpulkan amunisi guna menjegal UU Provinsi Kalimantan Selatan…

Perda RTRW Banjarbaru sedang dalam pembahasan DPRD setempat. Foto: Ist

apahabar.com, BANJARMASIN – Pemerintah Kota (Pemkot) Banjarmasin terus mengumpulkan amunisi guna menjegal UU Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 8 Tahun 2022.

Meski sudah mantap akan menempuh jalur sengketa ke Mahkamah Konstitusi (MK), Pemkot melalui Dewan Kelurahan (DK)-Forum Kota (Forkot) Banjarmasin tetap perlu dukungan DPRD setempat.

"Besok (24/3) akan ada paripurna bersama para legislatif di DPRD Banjarmasin," kata Direktur Borneo Law Firm (BLF), M Pazri dikonfirmasi apahabar.com, Rabu (23/3).

Selain berharap suara bulat menolak beleid pemindahan ibu kota Kalsel, Pazri ingin DPRD Banjarmasin juga menjadi pemohon di lembaga konstitusi.

"Kami mendorong DPRD dan Wali Kota Banjarmasin juga sebagai pemohon judicial review di MK dengan didukung oleh semua anggota legislatif," ujarnya.

Dengan tambahan amunisi, menurut Pazri, legal standing hak konstitusional yang dirugikan akan semakin kuat dengan perpaduan unsur masyarakat dengan pemerintah daerah.

Sesuai Pasal 1 Angka 2 UU Nomor 23/2014 tentang Pemerintah Daerah, Wali kota dan ketua DPRD sebagai representasi masyarakat.

Di sisi lain, peluang menang di MK cukup besar jika seluruh unsur bersatu. Pazri bilang lembaga konstitusi sangat mungkin mengabulkan UU Provinsi Kalsel.

Mengingatpembentukan UU tersebutsarat kejanggalan dalam proses pembentukan dan bertentangan dengan UUD 1945.

UU Provinsi Kalsel yang baru disahkan, kata dia, jelas -jelas tidak mengakomodir landasan filosofis, landasan sosiologis, landasan yuridis dan historis.

Dasar hukum ini menurutnya sangat tidak lengkap dan berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum.

"Kami berharap besok pada saat paripurna hilangkan ego partai dan buat cermin baik bahwa 45 anggota DPRD Banjarmasin juga memperjuangkan, mempertahankan marwah Banjarmasin sebagai ibu kota Kalsel," jelasnya.

Namun, lanjut dia, akan jadi preseden buruk apabila ada anggota DPRD/fraksi ada yang tidak mendukung penolakan pemindahan ibu kota provinsi tersebut.

"Tidak memihak, mengingat daerah pemilihan mereka di Banjarmasin, sehingga menjadi aneh apabila tidak mendukung," pungkasnya.

DEWAN TERBELAH

Esok, Penolakan Pemindahan Ibu Kota Kalsel Diparipurnakan!

Seperti diwartakan sebelumnya, sikap fraksi-fraksi di DPRD Banjarmasin terbelah dalam merespons terbitnya UU Nomor 8 Tahun 2022 tentang Provinsi Kalimantan Selatan.

Lewat paripurna besok, Ketua DPRD Banjarmasin, Harry Wijaya mencoba bijak menyikapi perbedaan pendapat di kalangan legislator.

"Karena untuk mengajukan judicial review (JR) harus ada persetujuan bersama," ujar Harry.

alam paripurna, nantinya DPRD Banjarmasin akan meminta pandangan dari semua fraksi partai, tanpa terkecuali.

"Kalau sudah sepakat untuk dibawa JR ke Mahkamah Konstitusi, maka akan kita serahkan semua teknisnya ke Pemkot Banjarmasin," katanya.

Paripurna tetap dilakukan, kata Harry, sekalipun mayoritas anggota DPRD Banjarmasin sudah setuju dengan langkah Pemkot Banjarmasin menggugat rencana pemindahan ibu kota Kalsel.

"Ini sebagai tahapan karena harus tetap sesuai prosedur," katanya.

Kendati begitu, Harry berjanji akan tetap menerima semua perbedaan sudut pandang dari para anggotanya.

"Ini belum mutlak. Karena akan ada pandangan-pandangan lain. DPRD ini sifatnya kolektif kolegial. Jadi kita tunggu pandangan fraksi yang ada di Banjarmasin," katanya.

Dihubungi terpisah, Sekretaris Fraksi Gerindra DPRD Banjarmasin, Isnaini menegaskan pihaknya tetap bersikap sama; menolak UU Provinsi Kalsel terbaru karena bermuatan pemindahan ibu kota.

"Ya, saya rasa tidak ada dari anggota dewan yang setuju untuk pemindahan ibu kota, itu sama saja pengkhianatan terhadap aspirasi masyarakat Banjarmasin," ujarnya, Selasa (22/3) malam.

"Secara nilai historis budaya Banjarmasin ini sangat erat hubungannya dengan Kalsel. Kerajaan Banjar pun letaknya di sini," sambung ketua Komisi III DPRD Banjarmasin ini.

Lebih jauh, Isnaini menilai, dasar hukum memindah ibu kota ke Banjarbaru juga cacat prosedur. "Dari analisis pakar ada pasal selundupan," katanya.

Serupa Ibnu Sina, Isnaini juga dibuat bertanya-tanya mengenai siapa sosok yang meloloskan pasal atau usulan tersebut. Sekali lagi, Isnaini menegaskan daerah sama sekali tak dilibatkan selama pengusulan, pembahasan, hingga penetapannya.

Isnaini melihat rencana pemindahan ibu kota mestinya tidak bisa bersandar keinginan semata. Harus dikaji mendalam dari sejumlah aspek.

"Meski kita dulu mendukung untuk memindah pusat pemerintahan. Tapi tidak untuk ibu kota. Karena tidak ada urgensinya," katanya.

Agak berbeda dengan Harry dan Isnaini, pimpinan DPRD lainnya Matnor Ali masih belum bersikap. Selain menyerahkan keputusan pada hasil paripurna nanti, Matnor akan lebih dulu merapatkannya dengan petinggi partai 'Beringin' Banjarmasin.

"Saya sudah meminta untuk ketua fraksi [Golkar] untuk komunikasi ke partai," ujar Matnor, Selasa malam.

Di sisi lain, Ketua Fraksi Golkar Darma Sri Handayani mengaku belum mendapat petunjuk dari partai mengenai sikap Golkar atas rencana pemindahan ibu kota Kalsel.

"Kami masih menunggu arahan dari partai karena kami perpanjangan tangan dari partai," ujarnya dihubungi terpisah.

Dilengkapi oleh Riyad Dafhi Rizki