Kalsel

Kronologis OTT KPK di Amuntai HSU, Beranjak dari Laporan Masyarakat

apahabar.com, JAKARTA – Satuan Tugas (Satgas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sukses melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT)…

FOTO: Konferensi pers terkait OTT KPK di Amuntai HSU, Kamis (16/9). Foto-net

apahabar.com, JAKARTA – Satuan Tugas (Satgas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sukses melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Amuntai, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Rabu (15/8).

Dalam OTT KPK di Amuntai HSU itu, Satgas KPK berhasil mengamankan tujuh orang dan uang senilai Rp 345 juta. Mereka semua kini sudah berada di Jakarta.

Tujuh orang tersebut, Plt Kadis Pekerjaan Umum (PU) di Kabupaten HSU, berinisial MK; Direktur CV Hanamas, MRH; Direktur CV Kalpataru, FH; pejabat pada Dinas PU, KI; mantan ajudan Bupati HSU, LI; Kepala Seksi di Dinas PUPRT HSU, MW; serta orang kepercayaan MRH dan FH, berinisial MJ.

Dalam konferensi pers, Kamis (16/9), Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata membeberkan kronologis OTT di Amuntai HSU tersebut.
Operasi senyap tersebut, kata dia berawal dari adanya informasi masyarakat yang melaporkan akan adanya praktik suap terhadap penyelenggara negara.

“Tim KPK menerima informasi dari masyarakat akan adanya dugaan terjadinya penerimaan sejumlah uang oleh penyelenggara negara yang diduga telah disiapkan dan diberikan oleh MRH dan FH,” kata Alexander, saat menggelar konpers di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (16/9) kemarin.

Berbekal informasi tersebut, tim selanjutnya bergerak dan mengikuti orang kepercayaan MRH dan FH, berinisial MJ. MJ diketahui saat itu sudah selesai mengambil uang sejumlah Rp 170 juta di salah satu bank di HSU. “Dan langsung mengantarkan uangnya ke rumah kediaman MK,” terang Alex.

Tim kemudian langsung mengamankan MK setelah adanya proses penyerahan uang dari orang kepercayaan MRH dan FH tersebut. Saat diamankan, tim juga menemukan uang sebesar Rp175 juta dari pihak lain beserta beberapa dokumen proyek.

“Selain itu tim KPK juga turut mengamankan MRH dan FH di rumah kediaman masing-masing,” imbuhnya.

Setelah pihak-pihak yang diduga terlibat dalam praktik suap tersebut diamankan, tim kemudian menggelandang mereka ke Polres HSU.
Para pihak yang diamankan kemudian dimintai keterangan lebih lanjut di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.

“Adapun barang bukti, yang saat ini telah diamankan, diantaranya berbagai dokumen dan uang sejumlah Rp345 juta,” ucapnya.

Setelah dilakukan pemeriksaan dan ditemukan bukti permulaan yang cukup, KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka. Ketiga tersangka itu yakni, MK selaku pihak penerima suap serta MRH dan FH selaku pihak pemberi suap.

Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan suap terkait proyek pekerjaan irigasi di HSU. Dalam perkara ini, MK diduga telah menerima suap sebesar Rp170 juta dari MRH dan FH.

Uang itu diduga merupakan komitmen fee karena perusahaan MRH dan FH telah mendapatkan proyek pekerjaan irigasi di HSU.

Selain dari MRH dan FH, KPK menduga MK juga menerima uang Rp175 juta dari pihak lainnya. Uang itu diduga masih berkaitan dengan proyek pekerjaan di HSU. KPK bakal mengusut pihak pemberi suap lainnya tersebut.

Modus Operandi

Sebelumnya, Dinas PU HSU merencanakan lelang dua proyek irigasi, yaitu rehabilitasi jaringan irigasi di Desa Kayakah, Amuntai Selatan dengan harga perkiraan sendiri (HPS) Rp1,9 miliar.

Selain itu pula rehabilitasi jaringan irigasi di Desa Karias, Amuntai Tengah senilai Rp1,9 miliar.

Sebelum lelang ditayangkan di LPSE, MK diduga telah lebih dulu memberikan persyaratan lelang kepada MRH dan FH sebagai calon pemenang proyek irigasi dengan kesepakatan memberikan sejumlah komitmen fee sebesar 15 persen.

Saat awal dimulainya proses lelang untuk proyek rehabilitasi jaringan irigasi DIR Kayakah, ada delapan perusahaan yang mendaftar.

"Namun, hanya ada satu yang mengajukan penawaran, yaitu CV Hana Mas milik MRH,” ungkap Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata dalam konfrensi pers, kemarin.

Sementara itu, lelang rehabilitasi jaringan irigasi DIR Banjang, Desa Karias Dalam, Kecamatan Banjang, ada 12 perusahaan yang mendaftar.

Namun hanya dua yang mengajukan penawaran, di antaranya CV Kalpataru milik FH dan CV Gemilang RZ.

Saat penetapan pemenang lelang untuk proyek rehabilitasi jaringan irigasi DIR Kayakah, dimenangkan oleh CV Hana Mas milik MRH. Nilai kontraknya Rp1,9 miliar.

Sementara untuk proyek rehabilitasi jaringan Irigasi DIR Banjang, dimenangkan oleh CV Kalpataru milik FH. Nilai kontraknya Rp1,9 miliar.

Setelah semua administrasi kontrak pekerjaan selesai, lalu diterbitkan surat perintah membayar pencairan uang muka.

Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) kemudian menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) untuk pencairan uang CV Hana Mas dan CV Kalpataru yang dilakukan oleh MJ sebagai orang kepercayaan MH dan FH.

“Sebagian pencairan uang tersebut selanjutnya diduga diberikan kepada MK yang diserahkan oleh MJ sejumlah Rp170 juta dan 175 juta dalam bentuk tunai,” ungkapnya.

Adapun sebagai pemberi, MRH dan FH disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) Huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) Huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsisebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 KUHP.

Tersangka MK selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 64 KUHP jo. Pasal 65 KUHP.

OTT KPK di Amuntai HSU: Kadis PU hingga Eks Ajudan Bupati Diamankan, Modusnya Fee Proyek