pelanggaran HAM

Korban Penculikan 98 Yakin Jokowi Tak Selesaikan Kasus Pelanggaran HAM

Korban penculikan dan penghilangan paksa tahun 1998, Petrus Hariyanto meyakini Presiden Jokowi tidak akan menuntaskan masalah pelanggaran HAM.

Korban Penculikan 1998, Petrus Hariyanto dalam diskusi publik mengenai Pemilu dan HAM. Foto: apahabar.com/Tegar.

apahabar.com, JAKARTA - Korban penculikan dan penghilangan paksa tahun 1998, Petrus Hariyanto, meyakini Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak akan menuntaskan masalah pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi sejak lama. 

Bahkan hingga selesai menjabat, Petrus menilai Presiden Jokowi akan membiarkan persoalan HAM yang menggantung dalam posisi status quo. Terlebih putranya kini maju mengikuti kontestasi pemilihan presiden 2024 bersama Menhan Prabowo Subianto.

“Saya bersama kawan-kawan yang lain menyatakan pemerintahan Jokowi sampai akhir kekuasaannya, tidak akan menyelesaikan kasus pelangaran HAM berat masa lalu,” ujar Petrus dalam sesi diskusi publik 'Pemilu dan HAM' yang digelar di Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (16/1).

Eks Sekjen PRD itu menilai Jokowi secara nyata mendukung Prabowo dalam pemilu 2024 mengingat Gibran Rakabuming Raka merupakan cawapresnya. Petrus juga meyakini, Prabowo yang terlibat penculikan aktivis selama periode 1997-1998 tidak akan dipertanyakan dosa masa lalunya. Masyarakat lupa berkat citra gemoy yang dilekatkan padanya.

Baca Juga: Fahri Bachmid: Isu Pemakzulan Jokowi Hanya Imajinasi, Tak Punya Basis Hukum

Selain itu, fakta menunjukkan, di masa pemerintahan Presiden Jokowi, isu HAM dan penyelesaiannya tak menunjukkan perubahan berarti. Terbukti selama 10 tahun menjabat, Jokowi belum mampu menuntaskan permasalahan tersebut.

“Saya menyatakan bahwa Jokowi dalam kampanye periode pertama dan kedua, menjadikan isu penyelesaian kasus HAM sebagai komoditas untuk daya tarik elektoral di mata aktivis dan pegiat HAM,” jelas Petrus. 

Sementara itu, Paian Siahaan, ayah dari Ucok Munandar Siahaan yang dihilangkan secara paksa pada kerusuhan Mei 1998 menilai demokrasi di Indonesia saat ini mengalami kemunduran. Demokrasi yang harusnya bergerak maju dan mampu menyelesaikan persoalan HAM yang tertunda.

“Saya sangat setuju bahwa demokrasi kita saat ini sangat mundur karena presiden sudah berulang kali berganti, tetapi kasus ini tidak ada ujungnya untuk terselesaikan," paparnya.

Baca Juga: Puan Tegaskan Tak Boleh Ada Manipulasi pada Pemilu 2024

Paian tidak menampik, jika dirinya bersama keluarga korban pelanggaran HAM lainnya pernah dipanggil ke istana. Pemanggilan itu, tak lebih dari sekedar seremonial semata, tanpa ada tindak lanjut.

"Kami terus terang sudah berulang kali dipanggil baik dari presiden sendiri maupun SBY, tetapi kasus ini belum diselesaikan hanya mendapatkan janji-janji palsu,” tandasnya.