Tak Berkategori

Korban Jiwa Berjatuhan di Pumpung, Walhi Desak Paman Birin Ambil Langkah Luar Biasa

apahabar.com, BANJARMASIN – Pumpung makan tumbal lagi. Terbaru, ada lima korban jiwa dari Pendulangan Intan di…

apahabar.com, BANJARMASIN – Pumpung makan tumbal lagi. Terbaru, ada lima korban jiwa dari Pendulangan Intan di Desa Pumpung, Cempaka, Banjarbaru itu. Mereka yang tewas tertimbun longsor adalah pendulang tradisional.

Tim penyelamat harus berjibaku dengan tanah yang menjadi liat untuk menemukan tubuh korban di sekitar mulut lubang, sejak Senin (8/4) siang. Pencarian baru berakhir setelah korban terakhir ditemukan Selasa (9/4) pagi.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Kalimantan Selatan (Walhi Kalsel) mendesak Gubernur Kalsel Sahbirin Noor untuk mengakhiri timbulnya korban jiwa dengan menutup tambang semi-tradisional itu.

Baca Juga: Ketika Mendulang Intan Berbuah Duka di Desa Pumpung

“Gubernur dan wali kota harus turun tangan bentuk tim khusus mengkaji asistensi area tambang. Karena ini rakyat yang jadi korban, maka dicarikan solusi yang tepat, janganlah pemerintah lepas tangan,” terang Direktur Eksekutif Walhi Kalsel Kisworo Dwi Cahyono kepada apahabar.com, Selasa (9/4) malam.

Kajian, kata Kisworo bahwa upaya agar mencegah kejadian serupa tidak terulang di kemudian hari. “Ini menyangkut keselamatan rakyat,” jelasnya.

Wewenang menonaktifkan tambang merupakan ranah pemerintah provinsi mengacu Undang Undang Nomor 23, sekalipun diketahui aktifitas tambang di Pumpung bersifat tambang rakyat. Untuk itu, kata Kis, Paman Birin mengambil langkah luar biasa sebagai puncuk pimpinan tertinggi di Banua.

“Pemerintah harus melaksanakan kajian untuk mendapatkan solusi terbaik pada galian tambang intan. Apabila ditutup tanpa mengeluarkan solusi, maka akan salah besar pemerintahnya,” ucapnya.

Persoalan banyaknya nyawa yang meninggal di lubang tambang, kata Kisworo, tidak cukup hanya pada pendekatan kajian pada umumnya.

Sebab pola kehidupan masyarakat yang sangat bergantung pada pekerjaan itu sudah mendarah daging.

Takutnya, lanjut Kisworo apabila pemerintah secara sepihak main tutup galian tambang tanpa melakukan kajian tertentu.

Maka banyak kepala keluarga kehilangan pekerjaan utamanya sebagai pencari sumber daya alam. Anak dan istrinya pun bakal merasakan efek serupa.

“Apabila tempat itu masih layak dijadikan tambang rakyat, maka dilihat pengelolaan, keselamatan kerja dan pihak yang diuntungkan dalam segmen sosial dan ekonomi,” katanya.

Sedangkan jika kajian menerangkan tidak layak, kata Kisworo maka tempat tersebut dirubah menjadi tempat wisata untuk menarik wisatawan lokal berkunjung kesana.

Di sisi lain menjadi lahan pencarian alternatif warga sekitar, sehingga tidak bergantung kepada pekerjaan galian tambang.

Baca Juga: Kawasan Tambang Intan Cempaka Diusulkan Jadi Pertambangan Rakyat

“Apabila diubah menjadi tempat wisata, maka warga sekitar juga akan mendapatkan keuntungan,” ucapnya. Namun biar lebih terarah tempat galian itu, maka langkah pertama yang perlu dilakukan pemerintah yakni kajian.

Di balik kemilau intan di Desa Pumpung, Banjarbaru nyawa manusia terus melayang di sana. Sebelum kelima korban tersebut, ada nama Muhammad Tauhid (32), warga RT 23, Cempaka, Banjarbaru.

Dia terkubur hidup-hidup setelah hujan lebat yang mengguyur kawasan tersebut, Senin 21 Januari 2019 sekira pukul 14.30 Wita. Tauhid diketahui meninggalkan dua orang anak.

"Tambang tradisional itu sudah tak layak lagi, karena banyak memakan korban jiwa. Apalagi, saat ini curah hujan masih tinggi," tambah Kis.

Selain itu, Kis memandang perlu adanya investigasi khusus soal dugaan keterlibatan oknum aparat yang membekingi penambangan tersebut. Sedari dulu, tambang rakyat dan kawasan pariwisata tersebut murni dikelola rakyat.

Namun, kata dia, beberapa tahun terakhir orientasinya berubah menjadi ranah bisnis seperti tambang pasir.

Selama ini pekerjaan tambang rakyat sudah memberikan semacam mimpi buruk bagi warga untuk mendapatkan emas, karena minimnya alternatif pekerjaan lain sebagai pekerjaan pengganti.

Reporter: Bahaudin Qusairi
Editor: Fariz Fadhillah