Kalsel

Koordinator BEM Kalsel Tersangka, Kuasa Hukum Siap Melawan

apahabar.com, BANJARMASIN – Koordinator wilayah BEM se-Kalsel Ahdiat dan rekannya Renaldi resmi ditetapkan polisi tersangka. Kuasa…

Muhammad Pazri saat mendampingi Zairullah dan Renaldi saat diperiksa penyidik Ditreskrimum Polda Kalsel, Senin (26/10). Dok.apahabar.com

apahabar.com, BANJARMASIN – Koordinator wilayah BEM se-Kalsel Ahdiat dan rekannya Renaldi resmi ditetapkan polisi tersangka. Kuasa hukum terlapor pun siap melawan.

"Kalau pun benar tersangka, kami akan kaji untuk gugatan praperadilan," ucap Muhammad Pazri Advokat dari Kantor Hukum Borneo Law Firm dihubungi apahabar.com, Selasa (27/10) sore.

Menurutnya, surat perintah dimulainya penyidikan bukan suatu ukuran untuk menetapkan status tersangka.

Penyidik harusnya mengutamakan ultimum remedium.

“Hukum pidana hendaklah dijadikan upaya terakhir dalam hal penegakan hukum,” ujarnya.

Termasuk mengumpulkan alat bukti untuk membuat terang tindak pidana yang dilakukan kedua mahasiswa Universitas Lambung Mangkurat itu.

"Menetapkan tersangka harus punya dua alat bukti yang sah," imbuhnya.

Sebelum menetapkan tersangka, polisi juga memeriksa belasan mahasiswa yang terlibat demonstrasi damai tersebut. Pun dengan Wakil Rektor Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin. Fauzi Makki ikut diperiksa siang tadi, Senin (20/10).

Sebagaimana diketahui, keduanya dijadikan tersangka buntut demo menolak Omnibus Law Jilid II di Banjarmasin, Kamis 15 Oktober silam.

Keduanya dianggap melanggar Pasal 218 KUHP jo Undang-Undang (UU) Nomor 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

Namun karena ancaman hukuman maksimal 4 bulan, keduanya tidak ditahan polisi.

Siang tadi, kedua mahasiswa tersebut ditetapkan penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Kalsel sebagai tersangka berdasar laporan masyarakat.

“Iya dua orang mahasiswa sudah ditetapkan sebagai tersangka,” ucap Kabid Humas Polda Kalsel, Kombes Pol Rifai, Selasa (27/10) siang.

Penetapan tersangka itu seiring dengan dikeluarkannya surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) kedua mahasiswa tersebut.

“SPDP sudah dikeluarkan,” katanya.

Secara otomatis, sambung Rifai, berkas perkara keduanya telah dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalsel.

“Berkas keduanya ada di Kejaksaan,” sambungnya.

Kamis 15 Oktober, ribuan mahasiswa turun ke jalan untuk menyuarakan aspirasi mereka terkait penolakan terhadap pengesahan UU Cipta Kerja.

Omnibus Law ini dianggap mereka tak berpihak ke masyarakat, khususnya buruh.

Buntut demo, 16 mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi diperiksa polisi pada Senin (16/10) siang.

“Ada kelompok masyarakat yang membuat laporan polisi dengan terlapor mahasiswa yang berunjuk rasa hingga malam hari,” ujar Rifai.

Hal yang mendasar menurut Rifai mahasiswa telah melanggar aturan penyampaian aspirasi di depan umum.

“Saat diimbau mereka juga tidak mau membubarkan diri,” tuturnya kepada media ini, baru tadi.

Namun Rifai tak menyebut gamblang sosok yang merasa keberatan dengan kehadiran ribuan mahasiswa yang memenuhi ruas Jalan Lambung Mangkurat itu.

Ia hanya menyebut, “Terdapat beberapa surat keberatan dari pihak perkantoran dan masyarakat sekitar.”

“Ini sebagai pembelajaran agar nanti tidak kebablasan dalam menyampaikan aspirasi di depan umum. Ada hukumnya meskipun ringan dan tidak ditahan,” sambung Rifai lagi.

Terdapat 16 mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi yang diperiksa polisi. SPDP kepada Kejaksaan Tinggi Kalsel tertanggal 22 Oktober 2020 dikirim. Dasarnya, Pasal 218 KUHPidana jo Pasal 11 UU Nomor 9/1998 tentang menyampaikan pendapat di muka umum jo Pasal 7 ayat 1 Peraturan Kapolri Nomor 7/2012.

Sementara Kuasa Hukum terlapor yang mendampingi mahasiswa, Muhammad Pazri mahasiswa merasa tidak menerima peringatan untuk membubarkan diri ketika aksi.

“Yang ada bujukan kapolda dan danrem,” terangnya kemarin.

Kala menyampaikan aspirasi terkait penolakan UU Cipta Kerja, aksi berlangsung hingga malam hari. Pembubaran massa aksi diiringi perdebatan alot dan isak tangis Koordinator Wilayah BEM Kalsel, Ahdiat selaku terlapor.

Menanggapi ini perwakilan Fraksi Rakyat Indonesia Kalsel, Dwi Putera Kurniawan menilai apa yang dilakukan mahasiswa serupa dengan tindakan Badan Legislatif (Baleg) DPR RI.

Di mana Baleg DPR RI bersama pemerintah dan DPD RI meloloskan Rancangan UU Omnibus Law Cipta Kerja dalam Rapat Paripurna DPR untuk disetujui menjadi Undang-Undang (UU), Sabtu (5/10) malam.

“Pembahasan RUU Omnibus Law sampai larut malam di akhir pekan memunculkan kesan buru-buru atau kejar tayang. Hal tersebut akhirnya memicu aksi di pelosok negeri yang juga larut sampai malam,” ujarnya kepada media ini.