Kontroversi Festemo 2023 di HST, Salah Seorang Juri Mengundurkan Diri

"Saya tetap pada keputusan awal yakni SMPN 6 HST merupakan pemenang dan itu sudah ditandatangani oleh ketiga dewan juri termasuk saya," jelasnya.

Salah satu Dewan Juri Festival Teater Modern tingkat SMP se-HST, Dosen Seni STKIP Banjarmasin, Edi Sutardi. Foto-istimewa.

apahabar.com, BARABAI - Kontroversi terus menyelimuti penetapan juara Festival Teater Modern (Festemo) 2023 tingkat SMP di Hulu Sungai Tengah (HST), setelah salah seorang juri memutuskan mengundurkan diri. 

Diketahui SMPN 6 HST sebenarnya telah dinobatkan menjadi juara berdasarkan keputusan dewan juri Nomor: 002/FTM/Tahun 2023, Sabtu (4/11) malam.

Namun penetapan tersebut dianulir. Mereka dinyatakan didiskualifikasi dan gelar juara diserahkan kepada SMPN 1 HST.

Ironisnya keputusan merevisi pemenang diambil tanpa kehadiran Edi Sutardi yang notabene salah seorang anggota dewan juri. 

Penyebabnya dosen seni di Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Banjarmasin itu mengundurkan diri, sebelum keputusan kedua dilakukan.

"Saya tetap kepada keputusan awal. SMPN 6 HST merupakan pemenang dan keputusan ini sudah ditandatangani oleh ketiga dewan juri termasuk saya," jelas Edi Sutardi, Senin (6/11).

"Justru saya tidak tahu dan bahkan tidak dilibatkan dalam keputusan yang menganulir kesepakatan pertama. Pun saya tidak akan menandatangani surat keputusan penganuliran itu," tegasnya.

Edi Sutardi juga menyayangkan seandainya terdapat campur tangan dari pihak luar dalam pengambilan keputusan. Terlebih Festemo merupakan event yang banyak melibatkan pelajar.

"Tampaknya mereka (yang tidak setuju dengan keputusan juri) ini datang membawa amarah, bukan berdasarkan ilmu pengetahuan," tukas Edi.

"Apalagi jiwa anak-anak berbeda. Bagaimanapun psikologi mereka akan terganggu  dan mungkin bahkan berefek besar terhadap pembangunan sumber daya manusia," tambahnya.

Edi berpendapat bahwa aspek-aspek pelanggaran harus diperjelas dan dilihat satu persatu, "SMPN 6 menggunakan musik yang dimainkan orang lain, bukan pelajar maupun guru sekolah setempat," bebernya.

"Namun musik peserta lain juga banyak mengambil dari luar seperti soundtrack film. Ini juga bukan hasil karya dari lingkungan sekolah. Seandainya melanggar etika, apakah mereka sudah berizin dengan pemilik karya?" imbuhnya.