Tragedi Kanjuruhan

KontraS Soal Kanjuruhan: Bukan 'Kerusuhan' tapi Pembunuhan Sistematis

KontraS ungkap kejanggalan dalam tragedi berdarah Kanjuruhan berdasarkan hasil investigasi. Pihaknya mengungkap kekerasan terjadi secara sistematis.

TPF tragedi Kanjuruhan

apahabar.com, JAKARTA - KontraS ungkap kejanggalan dalam tragedi berdarah Kanjuruhan berdasarkan hasil investigasi. Pihaknya menduga kekerasan yang terjadi bukan akibat 'kerusuhan' melainkan pembunuhan yang terjadi secara sistematis.

"Dalam peristiwa ini dipandang keliru apabila menggunakan terminologi kerusuhan, yang terjadi justru ialah serangan atau pembunuhan secara sistematis terhadap para warga sipil," kata Kepala Divisi Hukum KontraS Andi Muhammad Rezaldi dikutip di Jakarta, Senin (10/10).

Perihal adanya minuman alkohol yang menyebakan kerusuhan juga merupakan informasi yang dapat menyesatkan fokus penerangan kasus ini.

"Sebab tidak mungkin ada minuman alkohol di dalam stadion, karena saat masuk ke dalam stadion dilakukan pengecekan yang sangat ketat oleh Panpel dan aparat kepolisian," lanjutnya.

Baca Juga: Polri Akui Gas Air Mata dalam Tragedi Kanjuruhan Kadaluwarsa

Selain itu, KontraS bersama Tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil menduga timbulnya korban jiwa akibat dari efek gas air mata yang digunakan oleh aparat kepolisian.

"Saat pertengahan babak kedua, terdapat mobilisasi sejumlah pasukan yang membawa gas air mata, padahal diketahui tidak ada ancaman atau potensi gangguan keamanan saat itu," terang Andi.

Selanjutnya, ketika pertandingan antara Arema FC dan Persebaya selesai, terdapat sejumlah suporter yang masuk ke dalam lapangan untuk memberikan dukungan moril kepada seluruh pemain.

Baca Juga: Tak Manusiawi, Detik-Detik Tragedi Berdarah Kanjuruhan Pintu 13 Terekam CCTV

Namun, hal tersebut direspon secara berlebihan dengan mengerahkan aparat keamanan dan kemudian terjadi tindak kekerasan.

"Ini yang membuat para suporter lain ikut turun ke dalam lapangan bukan untuk melakukan penyerangan tetapi untuk menolong suporter lain yang mengalami tindak kekerasan dari aparat keamanan," jelasnya.

Kejanggalan lainnya yaitu sebelum tindakan penembakan gas air mata, aparat tidak melakukan upaya pencegahan sama sekali. Seperti kekuatan yang memiliki dampak pencegahan, perintah lisan atau suara peringatan hingga kendali tangan kosong lunak.

Padahal berdasarkan Perkap Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan, Polisi harus melalui tahap-tahap tertentu sebelum mengambil tahap penembakan gas air mata.

Baca Juga: 6 Tersangka Tragedi Kanjuruhan, Dirut LIB, Perwira hingga Panpel Arema FC

Tindak kekerasan yang dialami suporter bukan hanya dari anggota Polri melainkan oleh prajurit TNI dengan berbagai bentuk seperti menyeret, memukul, dan menendang.

Tidak sampai ditindakan kekerasan, susahnya akses keluar bagi para penonton menjadi penyebab banyaknya korban jiwa

"Saat ingin hendak keluar dengan kondisi akses evakuasi yang sempit, terjadi penumpukan di sejumlah pintu yang terkunci," ungkapnya.

Setelah mengalami rentetan peristiwa kekerasan, para suporter yang keluar dengan kondisi berdesak-desakan, minim mengalami pertolongan dengan segera dari pihak aparat kepolisian, para korban dengan caranya sendiri berusaha untuk keluar.

Bahkan aparat kepolisian juga ikut melakukan penembakan gas air mata kepada para suporter yang berada di luar stadion.

"Dugaan kuat kondisi paska tribun adalah momen dibanyak penonton meremggang nyawa," lanjutnya.

Berdasarkan berbagai temuan awal di atas, kami menilai telah terjadi tindak kekerasan yang dilakukan secara sengaja dan sistematis yang tidak hanya melibatkan pelaku lapangan.

Baca Juga: Datangi Mahfud MD, Kelompok Suporter Minta Tragedi Kanjuruhan Diusut Transparan

"Dengan tidak hanya melibatkan aktor lapangan saja, yang saat ini telah ditetapkan tersangka oleh aparat kepolisian. Tetapi ada aktor lain, dengan posisi lebih tinggi yang seharusnya ikut bertanggung jawab, dan perlu diproses hukum lebih lanjut," tutupnya.