Menteri Investasi

Konsep Hilirisasi Indonesia Ditentang Negara Maju, Bahlil Lahadalia: Mau Kalian Apa?

Menteri Investasi Bahlil Lahadalia beberkan daftar sejarah negara yang pernah melakukan hilirisasi industri.

Menteri Investasi/BKPM Bahlil Lahadalia menyampaikan orasi ilmiah di Universitas Gajah Mada Yogyakarta. (Foto tangkapan layar)

apahabar.com, JAKARTA -  Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengungkapkan tidak semua negara setuju dengan konsep hilirisasi yang diterapkan Indonesia. Bahlil menuding sikap tersebut tidak adil, karena beberapa negara juga pernah melakukan beberapa tindakan untuk mendorong Industri hilirisasi.

“Mau kalian ini apa? Dahulu kalian dari negara berkembang menuju negara maju menuju dari satu tangga menuju tangga yang lain dengan hilirisasi,” tegasnya dalam Orasi Ilmiah Transformasi Ekonomi Melalui Hilirisasi dengan Kearifan Lokal di Universitas Gadjah Mada yang disiarkan secara daring di akun YouTube Kementerian Investasi, Selasa (4/10).

Beberapa negara yang dimaksud di antaranya seperti Inggris pernah melakukan pelarangan ekspor wool pada abad 16. Hal itu membuat Inggris menjadi pusat tekstil Eropa dan menjadi lahirnya revolusi industri modern.

Begitu juga dengan Amerika Serikat yang menerapkan pajak impor sangat tinggi di abad 19 dan 20. Pajak impor tersebut senilai empat kali lipat lebih tinggi dari pajak impor Indonesia saat ini.

Sebelum bergabung dengan World Trade Organisation (WTO), Tiongkok juga menerapakan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sebesar 90 persen. Disusul Finlandia yang juga melakukan pembatasan kepemilikan asing, di mana tindakan tersebut untuk memberdayakan pelaku usaha lokal.

“Indonesia begitu kita melarang ekspor nikel, mereka langsung bawa kita ke WTO. Mereka memprotes kita,” ujarnya.

Menurutnya harga nikel pada tahun 2017 hanya sekitar USD3,3 miliar. Adapun setelah melakukan pelarangan ekspor dan membangun hilirisasi, harga nikel mengalami peningkatan menjadi USD20,9 miliar pada tahun 2021. Hal tersebutlah yang membuat negara lain menjadi takut dengan Indonesia.

Saat ini Indonesia juga sedang fokus dalam pembangunan kendaraan listrik, dalam rangka mendorong penggunaan energi baru terbarukan (EBT).

Maka untuk mewujudkan hal tersebut, kata Bahlil, Indonesia sudah berhasil melakukan kerjasama dengan LG dengan nilai Rp142 triliun untuk membangun ekosistem mobil listrik mulai dari hulu sampai hilir.

“Kalau ini kita produksi semua termasuk CATL maka kita salah satu negara yang membangun hilirisasi terbaik di dunia. Ini yang orang lagi gemang terhadap kita,” tutupnya.