Kalsel

Komnas HAM RI Soroti Kasus Salah Tangkap-Dugaan Kekerasan Oknum Polisi di Kalsel

apahabar.com, BANJARMASIN – Komnas HAM RI turut menyoroti soal kasus dugaan salah tangkap dan kekerasan yang…

Oleh Syarif
Koordinator Subkomisi Penegakan Ham Komnas HAM RI. Foto-Istimewa

apahabar.com, BANJARMASIN – Komnas HAM RI turut menyoroti soal kasus dugaan salah tangkap dan kekerasan yang dialami Muhammad Rafi’i di Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan.

Koordinator Subkomisi Penegakan Ham Komnas HAM RI, Hairansyah menyampaikan pres rilis di Jakarta tertanggal 14 September 2021.

Dalam rilis tersebut, Komnas HAM telah mencermati kasus salah tangkap dan dugaan kekerasan yang dilakukan oleh oknum polisi di Kalsel tersebut.

Berikut empat poin pernyataan yang disampaikan Komnas HAM;

1. Mengecam tindakan dugaan salah tangkap dan tindak kekerasan dimaksud karena bertentangan dengan Pasal 19 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. menyatakan dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia.

2. Tindakan tersebut juga telah mencederai tekad kepolisian RI untuk menjadi polisi yang presisi Polri yang “Presisi”, yaitu prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan merupakan program yang diusung jenderal Listyo Sigit sejak menjabat sebagai Kapolri.

3. Tindakan tersebut bertentangan dengan Pasal 10 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip Dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia ("Perkapolri 8/2009").

Yang antara lain memerintahkan setiap anggota polisi untuk menghormati dan melindungi martabat manusia dalam menjalankan tugasnya; tidak boleh menghasut, mentolerir tindakan penyiksaan, perlakuan atau hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia, dan Pasal 11 Perkapolri 8/2009, yang menyatakan bahwa setiap petugas/anggota Polri dilarang melakukan: a. penangkapan dan penahanan secara sewenang-wenang dan tidak berdasarkan hukum; b. penyiksaan tahanan atau terhadap orang yang disangka terlibat dalam kejahatan; c. penghukuman dan/atau perlakuan tidak manusiawi yang merendahkan martabat manusia; d. penghukuman dan tindakan fisik yang tidak berdasarkan hukum

4. Meminta Kapolda Kalimantan selatan untuk mengusut tuntas kasus tersebut secara profesional dan transparan serta menindak tegas anggotanya yang terbukti bersalah.

“Demikian pernyataan ini dibuat sebagai bagian dari upaya mendorong pemajuan perlindungan penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia bagi setiap warga negara,” tutup Hairansyah.