News

Komisi II DPR Susun Mekanisme Penetapan Tarif Biaya Akses NIK Rp 1000

apahabar.com, BANJARMASIN – Komisi II DPR RI segera menyusun mekanisme penetapan tarif Rp 1000 untuk setiap…

Ilustrasi e-KTP. Foto-Istimewa

apahabar.com, BANJARMASIN – Komisi II DPR RI segera menyusun mekanisme penetapan tarif Rp 1000 untuk setiap akses Nomor Induk Kependudukan (NIK) di database kependudukan.

Untuk diketahui wacana ini pertama kali dicetus Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Penarikan biaya akan berlaku ketika lembaga mengakses unsur data kependudukan seperti NIK, foto wajah hingga pemadanan data.

Tarif biaya akses nantinya dipakai untuk peremajaan perangkat misalnya membeli server baru agar pelayanan publik semakin optimal.

“Untuk mekanismenya akan diatur dengan sebaik-baiknya. Karena sebagian besar pengakses NIK itu kementerian atau lembaga lain yang selama ini diberikan akses gratis,” ucap Anggota Komisi II DPR RI, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda, Sabtu (16/4).

Menurut Rifqi, mekanisme bakal diatur sebisa mungkin agar tidak membebani masyarakat umum.

“Tapi dibebankan kepada kementerian atau lembaga bersangkutan,” katanya.

Selain itu, Komisi II DPR RI akan mencermati bagaimana nanti dana yang dihimpun oleh Dirjen Dukcapil Kemendagri bisa dikelola dengan baik sesuai peraturan perundang-undangan.

“Sebagaimana tujuan mereka untuk melakukan pengembangan dan perawatan server atau media teknologi informasi,” tutupnya.

Anggota Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda. Foto-JakaMan

Sebelumnya, Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh menjelaskan, hal ini sudah disosialisasikan ke berbagai lembaga.

Sedangkan untuk detail biaya bakal dirumuskan dalam rancangan peraturan pemerintah penerimaan negara bukan pajak (RPP PNBP).

“Sudah disosialisasikan juga ke berbagai lembaga sesuai rapat terdahulu untuk akses NIK Rp1.000,” ungkapnya.

Ia menjelaskan selama ini pemerintah telah menanggung biaya akses NIK dengan menggunakan APBN.

Diungkapnya, server data kependudukan tak pernah diperbarui karena tak ada anggaran.

Kemendagri sudah empat kali mengajukan anggaran, tetapi selalu ditolak Kementerian Keuangan.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II DPR Luqman Hakim juga menyoroti hal itu.

Ia khawatir hal itu berdampak pada keamanan data kependudukan Indonesia.

"Kita menghadapi ancaman serius mengenai data kependudukan. Hampir 200 juta data kependudukan yang tersimpan di data center Dukcapil Kementerian Dalam Negeri terancam hilang dan musnah,” tandasnya.