magelang

Ko Khoen Gwan, Tionghoa Pemasok Senjata untuk Pejuang RI di Magelang

Ko Khoen Gwan adalah anak dari pemilik pabrik cerutu terbesar di Magelang. Ia pandai merakit mesin dan akhirnya membuat senapan.

Ko Khoen Gwan, pembuat senjata untuk pejuang RI di Magelang. Sumber: apahabar.com

apahabar.com, MAGELANG - Ko Khoen Gwan adalah anak dari pemilik pabrik cerutu terbesar di Magelang. Ia pandai merakit mesin dan akhirnya membuat senapan.

Lembaran foto hitam putih itu terlihat sudah berdebu dan usang. Namun, wajah-wajah yang tergambar pada tiap lembarnya masih dikenang dan berjasa bagi Magelang.

Album itu menyimpan foto seseorang dengan sorot mata tajam, berkulit putih, bermata sipit khas Tionghoa. Terlihat, foto-foto itu menampilkan sosok tersebut dari masa kecil hingga berusia paruh baya.

Sosok pria berambut klimis dan parlente tersebut adalah Ko Khoen Gwan, warga Tionghoa yang turut berjasa pada Kemerdekaan Indonesia khususnya masyarakat Magelang.

Ko Khoen Gwan adalah anak ke-4 dari pasangan Ko Kwat Ie dan Theng Kiok Nio, warga Magelang yang populer di eranya.

Baca Juga: Kisah Pergundikan dan Nasib Anak-Anak Kolong di Magelang

Putra raja cerutu dari Magelang itu lahir pada 19 Mei 1906 dengan nama lain Kusumo Gondhosubroto.

Sebelum populer di Magelang, ayah Ko Khoen Gwan sudah memiliki pabrik cerutu bernama Ko Kwat Ie & Zonen di Batavia yang didirikan pada 1900.

Setelah berjaya di Batavia, Ko Kwat Ie memindahkan pabrik tersebut ke Magelang untuk efisiensi produksi, memudahkan mencari bahan produksi dan tenaga kerja.

Sejak berpindah ke Magelang, pabrik cerutu Ko Kwat Ie didirikan di Jalan Prawirokusuman atau kini Tarumanegara.

Letaknya tak jauh dari rumah Ko Kwat Ie di Jalan Djuritan Kidul nomor 16 atau yang kini berubah menjadi Jalan Sriwijaya Nomor 16 Kota Magelang.

Seiring berkembangnya jaman, Ko Khoen Gwan yang ternyata memiliki keahlian di bidang permesinan dipercaya untuk menangani permesinan di pabrik cerutu miliknya.

TKR Indonesia saat hendak melawan Sekutu di Magelang (Dok. KITLV Leiden)

Berkat tangan dingin Ko Kwat Ie yang dibantu oleh anak-anaknya, pabrik ini mengalami kejayaannya antara tahun 1920-1940-an.

Pegiat Sejarah Kota Tua Magelang, Bagus Priyatna menuturkan, produksi cerutu pabrik tersebut bahkan telah menjelajah hingga Eropa.

"Pabrik itu juga mempekerjakan 2500 orang dan membantu perekonomian masyarakat di masa itu," tuturnya.

Hingga pada 28 Februari 1938, Ko Kwat Ie meninggal dunia dan pabrik tersebut dilanjutkan oleh anak-anaknya, termasuk Ko Khoen Gwan.

Lebih lanjut, Bagus menceritakan, pada 1942 hingga 1945 saat Jepang masuk ke wilayah Hindia Belanda dan terjadi Perang Dunia 2 yang juga melanda Eropa.

Baca Juga: Sekolah Tarakanita Magelang, Saksi Sejarah Peristiwa Magelang Kembali

Perang tersebut tak urung membuat pabrik terdampak hingga kemudian berhenti beroperasi. Tutupnya pabrik itu membuat kondisi semakin sulit mengingat konsumen cerutu mayoritas adalah orang Belanda dan Eropa.

Simpati pada Pejuang Kemerdekaan

Gonjang ganjing tutupnya pabrik terus berlangsung antara 1945-1949, bahkan hingga pasca kemerdekaan 17 Agustus 1945 masih berlangsung di beberapa daerah termasuk di Magelang.

Meski keadaan belum normal, Ko Khoen Gwan bersimpati dengan perjuangan para kaum pejuang kemerdekaan di  Magelang.

Bagus menceritakan, sebagai bentuk nyata Ko Khoen Gwan dalam membantu pejuang kemerdekaan, ia menggunakan keahliannya dalam merakit mesin untuk membuat senjata.

Senjata-senjata itulah yang kemudian digunakan para pejuang kemerdekaan untuk mengusir penjajah.

Kala itu, Ko Khoen Gwan membuat senjata api jenis Pistol Mitralijun (PM) dari 1947 hingga 1949. Pembuatan senjata api jenis ini di bawah pengawasan Kepala Persenjataan STM-KEDU (Brig 9/II) Muh. Tojib.

Sedangkan komandan dari STM-KEDU (Brig 9/II) ini di bawah komando Letkol Sarbini.

Kala itu, puluhan senapan mesin dibagikan kepada para pejuang Republik yang bergerilya di wilayah Magelang untuk mengepung tentara Inggris dan Ghurka India.

Namun sayangnya, produksi persenjataan di pabrik cerutu ini telah diendus oleh intel Belanda pada awal Agresi Militer II (Desember 1948).

Akibatnya Ko Khoen Gwan terancam diburu dan ditembak mati oleh gerombolan anjing NICA. Untungnya ia masih bisa selamat karena mampu berbahasa Belanda.

“Pabrik cerutu disita. Tapi beruntung seluruh bukti kegiatan membuat senjata sudah dihapus. Ko Khoen Gwan bahkan bisa berbahasa Belandanya lancar, sehingga semua “tuduhan” membuat senjata bisa dipatahkan,” ujarnya.

Sebagaimana sejarah mencatat, di era tahun 1947-1949 merupakan masa pergolakkan terpenting di wilayah Magelang.

Di berbagai pelosok, pertempuran demi pertempuran melawan Belanda begitu gencarnya.

Ko Khoen Gwan meninggal pada 21 September 1963 dalam usia 57 tahun dan dimakamkan di TPU Soropadan Temanggung.