Penyuluh Agama Kepercayaan

Kisah Penyuluh Penghayat Kepercayaan Tempuh 20 Kilo Perjalanan

Kisah perjuangan Rinto untuk menjadi penyuluh agama bagi siswa-siswi penghayat kepercayaan di Kabupaten Magelang.

Rinto penyuluh penghayat kepercayaan saat menerima buku panduan belajar dari Dinas Pendidikan (Apahabar.com/Arimbi)

apahabar.com, MAGELANG - Mengawali hari dengan menerobos kabut-kabut pegunungan Merbabu dan jalannya berliku.

Kuda besi milik Rinto (45) harus melewati jalanan sejauh lebih dari 20 kilometer itu tiap Sabtu.

Belum lagi ketika hujan lebat atau cuaca tak bersahabat, ia harus memacu kendaraannya lebih cepat agar tiba dengan tepat.

Semua itu bagian dari perjuangan Rinto untuk menjadi penyuluh agama bagi siswa-siswi penghayat kepercayaan di Kabupaten Magelang.

Baca Juga: Masyarakat Penghayat Gelar Umbul Donga Kelancaran Buat Pemilu 2024

Rinto sudah melakoni perannya sebagai penyuluh penghayat kepercayaan sejak awal 2022.

"Ada 20 siswa SD-SMP se Kabupaten Magelang yang kami rangkul, dibagi ke 4 penyuluh penghayat, jadi mengajarnya bergiliran," kata Rinto saat ditemui apahabar.com, dikutip Kamis (10/1).

Ayah tiga orang anak itu menjalani semuanya tanpa pamrih, sebab, tak ada gaji  terima dari upayanya menjadi penyuluh penghayat kepercayaan.

Namun demikian, Rinto tak merasa berat hati, dengan iklas ia jalani demi keyaninannya yang kini semakin diakui.

Kehadiran penghayat kepercayaan baru diakui pemerintah pada 2016 berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi nomor 97/PUU-XXL/2016.

Baca Juga: Kisah Tri Suseno, Penghayat Kepercayaan asal Solo

Kebijakan tersebut menjadi secercah harapan bagi para penghayat kepercayaan untuk menunjukkan eksistensinya.

"Dulu belum ada buku panduannya, sekarang baru saja diluncurkan dari Dinas Pendidikan," jelasnya.

Bagi Rinto, adanya pengakuan dan kelonggaran diterima kelompoknya saat ini adalah buah kesabaran panjang.

Oleh karena itu, ia berkomitmen untuk terus melanjutkan perjuangannya mendidik para siswa penghayat, meskipun tak menerima upah.

Pekerjaannya sebagai pembuat frozen food ia gunakan sebagian untuk modal membeli bensin, agar siswa penghayat tetap bisa belajar.

"Sekali jalan bensin sudah 50 ribu dengan jarak yang cukup jauh, tidak apa-apa, saya iklas," ujarnya.

Rinto juga tidak pernah memaksa istri maupun anak-anaknya agar memiliki keyakinan sama.

Baca Juga: Pertemukan Penghayat Kepercayaan, Festival Budaya Spiritual Bakal Digelar di Solo

Sebab, baginya agama adalah pilihan tidak bisa dipaksakan satu orang dengan lain.

"Kami hidup bersama dengan tetap saling toleransi, tidak ada gesekan asal sama-sama tidak memaksakan dan meyakini apa sudah kami percayai," pungkasnya.