Sejarah Indonesia

Kisah Penyerbuan Batavia, Masa Kelam Bagi Pasukan Kerajaan Mataram

Mataram dikenal sebagai Kerajaan Islam terbesar terakhir yang menguasai tanah Jawa. Namun, satu wilayah yang belum didudukinya adalah Batavia.

Ilustrasi penyerbuan Batavia. Foto: Dictio Community

apahabar.com, JAKARTA – Mataram dikenal sebagai Kerajaan Islam terbesar terakhir yang menguasai tanah Jawa. Namun, satu wilayah yang belum didudukinya adalah Batavia.

Kala itu Batavia masih bernama Jayakarta karena wilayah tersebut masih berada di bawah kesultanan Banten. Namun pada pengujung 1619, Belanda melalui VOC datang membawa pasukan merebut Jayakarta.

Jayakarta kemudian berhasil ditaklukan oleh VOC dan berganti nama menjadi Batavia. Kerajaan Mataram yang mengetahui itu mulai geram.

Kabar berembus bahwa VOC terkenal memperbudak pribumi membuat Sultan Agung semakin ingin mengusir bangsa kolonial.

Tidak hanya itu, VOC sendiri sebelumnya pernah membangun komunikasi dengan Kerajaan Mataram. Saat itu, VOC telah bermarkas di Kepulauan Banda, Ambon, Kepulauan Maluku.

VOC Memilih Perang

Kedatangan VOC ke Kerajaan Mataram pada saat itu adalah untuk izin kepada Sultan Agung guna membuka loji-loji dagang di pantai utara Mataram.

Namun, tawaran itu pun ditolak Sultan Agung. Alasannya, Sultan Agung yakin jika izin diberikan maka ekonomi di pantau utara akan dikuasai VOC.

Perselisihan itu yang kemudian membuat VOC memilih jalan perang dan menaklukan Jayakarta untuk membangun markas baru di pulau Jawa.

Baca Juga: Pangeran Jaya Sumitra dan Perjalanannya Memimpin Kerajaan Pulau Laut

Di sisi lain, Kerajaan Mataram sedang berkonflik dengan Kerajaan Surabaya dan Kesultanan Banten. Di tengah peliknya situasi Sultan Agung sempat berpikir untuk memanfaatkan VOC.

Pada tahun 1621, Mataram mulai menjalin hubungan dengan VOC. Kedua pihak saling mengirim duta besar. Namun VOC ternyata menolak membantu saat Mataram menyerang Surabaya.

Tapi, penolakan itu tidak membuat Sultan Agung putus asa. Tanpa bantuan VOC, Mataram berhasil menguasai Surabaya.

Upaya Mataram Menyerbu Batavia

Sultan Agung kemudian memutuskan untuk menyerang Kesultanan Banten. posisi Batavia yang menjadi "benteng" Kesultanan Banten perlu diatasi terlebih dahulu.

Kemudian pada 1628 Mataram membuat persiapan untuk melakukan penyerbuan ke wilayah Batavia.

Tumenggung Bahureksa dari Kendal yang diberi titah Sultan Agung memimpin penyerbuan ke Benteng Belanda, mendaratkan 59 perahu berisi 900 prajurit ke teluk Jakarta.

Di dalam kapal, armada Bahureksa membawa 150 ekor sapi, 5.900 karung gula, 26.600 buah kelapa dan 12.000 karung beras.

Semua perbekalan itu dimuat sebagai siasat Bahureksa untuk menutupi kehadiran dari perajurit Mataram yang siap menyerang.

Namun, VOC telah lebih dulu mencurigai siasat tersebut. VOC menyetujui sapi diturunkan dari kapal. Syaratnya kapal Mataram hanya menepi satu demi satu.

Hal itu bertujuan untuk mengantisipasi munculnya serbuan tentara tidak terduga dari dalam kapal

Tiga hari setelahnya, tujuh kapal Mataram kembali datang ke Teluk Jakarta. Kali ini kedatangan tujuh kapal itu untuk meminta surat jalan dari VOC agar dapat berlayar ke Malaka yang saat itu berada di bawah kekuasaan VOC.

Baca Juga: Misteri Saranjana: Jelajah Peta Muller dan Kerajaan Gaib

Kecurigaan VOC semakin membesar. Terbukti mereka memperkuat penjagaan di dua benteng kecil utara dan menyiapkan artilerinya.

Hingga kemudian kapal-kapal yang telah dipersiapkan Kerajaan Mataram menurunkan pasukannya di depan Kasteel.

Belanda terkejut dan buru-buru masuk benteng kecil. Sejumlah kapal Mataram lain mendaratkan prajuritnya. Dikira akan menyerbu, Pasukan Mataram kemudian dihujani tembakan dari Kasteel.

Namun Mataram belum mampu untuk menembus pertahanan dari VOC. serangan demi serangan terus diluncurkan oleh Mataram tapi selalu berakhir dengan kegagalan.

Semua kegagalan itu membuat Sultan Agung naik pitam. Bahureksa dan Pangeran Mandurareja serta prajurit yang tersisa dihukum mati dengan cara dipenggal karena lalai menjalankan tugas.

Sultan Agung kembali menyerang Batavia pada 1629. Mataram mengirim dua pasukan yang masing-masing dipimpin oleh Adipati Ukur dan Adipati Juminah. Jika ditotal pasukan tersebut berjumlah 14.000 orang prajurit.

Belajar dari pengalaman karena kurangnya perbekalan, Kerajaan Mataram membangun lumbung-lumbung beras di Karawang dan Cirebon.

Namun, lumbung-lumbung pangan yang dibangun sembunyi-sembunyi itu berhasil ditemukan lewat mata-mata. Belanda pun membakar semua lumbung padi yang membuat pasukan Mataram kekurangan perbekalan.

Malaria dan Kolera Lemahkan Pasukan Mataram

Di tahun itu wabah malaria dan kolera menyerang. Termasuk Pasukan Mataram yang hendak menuju Batavia.

Tumenggung Sura Agul-Agul yang memimpin pasukan Mataram tiba di Batavia. Ia didampingi dua bersaudara panglima lapangan, Kiai Adipati Mandurareja dan Kiai Adipati Upa Santa dalam misi menyerang Batavia.

Namun,  wabah kolera dan malaria menurunkan kualitas prajurit. Kurangnya perbekalan, dan ancaman kekalahan membuat mental pasukan Mataram hancur.

Paham jika kekuatan pasukannya berkurang dan tak mungkin menyerang mendadak, Mandurareja menggunakan cara yang berhasil mengalahkan Surabaya, yakni membendung sungai.

Baca Juga: Mengenal Kerajaan Kanjuruhan yang Namanya Dipakai untuk Stadion Sepak Bola di Malang

Pasukan Mataram melemparkan bangkai hewan ke Sungai Ciliwung yang aliran airnya mengalir ke Batavia.

Sungai Ciliwung pun tercemar. Penduduk Batavia yang mau tak mau memanfaatkan air dari sungai tersebut akhirnya terserang penyakit kolera. Pasukan VOC banyak yang meninggal.

Pasukan Mataram yang luluh lantak dalam pertempuran memilih bersembunyi di tepian Sungai Ciliwung. Namun, keberadaan mereka ketahuan pasukan VOC yang menyisir Sungai Ciliwung menggunakan perahu.

Pasukan Mataram pun berpencar. Sebagian pasukan ada yang bersembunyi di perkampungan yang kini dikenal sebagai Matraman.