Nikel Indonesia

Kiamat Nikel 15 Tahun Lagi, Pengamat: Perlu Pengelolaan yang Hati-Hati

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif menyatakan umur nikel di Indonesia hanya tinggal 15 tahun lagi.

Foto udara kawasan pertambangan batu gunung moramo di Kecamatan Moramo Utara, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Rabu (15/2/2023). Bahan baku batu diwilayah tersebut banyak diminati perusahaan smelter nikel di Indonesia sebab kandungannya sempurna untuk pemurnian nikel. Foto: ANTARA

apahabar.com, JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyatakan umur nikel di Indonesia hanya tinggal 15 tahun lagi. Adapun cadangan nikel di Indonesia saat ini, menurut Arifin, adalah 5,3 miliar ton dengan potensi sebesar 17 miliar ton.

Peneliti Bidang Ekonomi The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), Putu Rusta Adijaya, berpendapat bahwa kekhawatiran ini rasional. Hal itu dikarenakan nikel merupakan sumber daya alam yang bersifat tidak dapat diperbaharui.

“Pernyataan Menteri ESDM tentang umur nikel yang tinggal 15 tahun itu merupakan kekhawatiran yang rasional, karena nikel adalah sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui,” kata Putu dalam keterangannya di Jakarta, Senin (18/9).

Hal itu, ujar Putu, sebagai ancang-ancang bahwa kedepannya Indonesia perlu mengelola, mengawasi, dan memanfaatkan sumber daya alam secara lebih hati-hati dengan perhitungan yang matang.

Baca Juga: Ekspor Gelap Nikel Kalsel ke China, Mustahil SILO Tak Bisa Bedakan!

Putu juga menyampaikan bahwa pembangunan pengolahan dan pemurnian (smelter) yang melebihi optimal tidak hanya akan mempercepat berkurangnya cadangan nikel di Indonesia, tetapi juga berdampak bagi lingkungan.

“Jika kita membangun smelter yang melebihi optimal, hal ini akan sangat berdampak pada tingkat deplesi cadangan nikel Indonesia. Umur cadangan nikel menjadi semakin pendek," terangnya.

Untuk itu, jelas Putu, perlu adanya kajian terukur tentang berapa jumlah smelter sebenarnya yang harus dibangun. Pasalnya, jika sampai overbuild, hal itu tidak hanya berdampak ke turunnya cadangan nikel akibat over mining, tapi juga berdampak terhadap lingkungan.

Adapun risiko terhadap lingkungan yang diakibatkan oleh pembangunan smelter nikel yang berlebihan, ungkap Putu, adalah terjadinya banjir dan tanah longsor akibat pemotongan pepohonan.

Baca Juga: Gila! KPK Tak Percaya ESDM soal Ekspor Gelap Nikel Kalsel

"Selain itu, biodiversitas laut akan berkurang, jika limbah nikel tidak dikelola sesuai peraturan dan terurai sembarangan ke laut," paparnya.

Di sisi lain, Indonesia sudah berkomitmen untuk mencapai 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) pada tahun 2030, yang sebenarnya sudah di depan mata. Pekerjaan masih sangat banyak untuk mencapai 17 tujuan tersebut.

"Kalau dilihat trend-nya, kita baru on track 18%, sisanya balik arah (reverse) dan bahkan mayoritas tidak ada kemajuan," kata Putu.

Untuk itu, perlu diluruskan agar pengembangan industri nikel Indonesia bisa tetap mengarah pada jalur komitmen menuju TPB. "Hal itu penting karena berhubungan tidak hanya dengan aspek ekonomi, tetapi juga aspek sosial dan lingkungan, serta keberlanjutan," tutupnya.