magelang

Ketoprak Dhendha Lungid, Kisah Cinta Prajurit yang Terhalang Politik

Ketoprak berlatar kisah cinta Dhenda dan Lungid ini adalah fiksi sastra. Belum ada sejarah yang mencatat kisah mereka.

Ketoprak Dhendha Lungid (Apahabar.com/Arimbihp)

apahabar.com, MAGELANG - Ketoprak berlatar kisah cinta Dhenda dan Lungid ini adalah fiksi sastra. Belum ada sejarah yang mencatat kisah mereka.

Sanggar Pangrumpaka Budaya Soreng Warga Setuju Bandungrejo menggelar ketoprak Dhendha Lungid. Pementasan tersebut digelar di Dusun Bandungrejo, Kabupaten Magelang, Jumat (4/8).

"Karya ini menceritakan tentang kisah asmara seorang prajurit Soreng bernama Dhendha dan putri Demang Gayam, bernama Lungid yang terhalang situasi politik dua kerajaan yang berseteru," kata Sutradara Dhendha Lungid, Priyo Nugroho (27).

Sebagai informasi, Soreng merupakan nama prajurit dari Kerajaan Jipang yang berpihak pada Haryo Penangsang.

Baca Juga: Sekolah Tarakanita Magelang, Saksi Sejarah Peristiwa Magelang Kembali

Sementara itu, Haryo Penangsang dari Kerajaan Jipang berseteru dengan Hadiwijoyo dari Kerajaan Pajang lantaran memperebutkan kekuasaan Demak Bintoro.

Antara Cinta dan Bela Negara

Dikisahkan pada ketoprak tersebut, Dhendha dihadapkan pada situasi sulit saat harus membela negara, namun juga memperjuangkan cintanya pada Lungid.

"Lungid bahkan harus menyamar sebagai ledek atau penari bayaran pada sebuah Pesta Rakyat untuk bisa masuk ke Kerajaan Jipang," tutur Priyo.

Namun naas, penyamaran Lungid di Kerajaan Jipang terbongkar. Dhendha bahkan rela dilukai hingga dibunuh mata-mata dari Kerajaan Pajang untuk melindungi Lungid.

Meski berakhir tragis dan mengorbankan nyawanya, Dhendha sudah menjalankan tugaskan sebagai prajurit untuk membela negara, dan juga berhasil melindungi Lungid.

"Cerita Dhendha Lungid berlatar sejarah dengan jenis fiksi sastra, karena memang belum ada bukti sejarah yang mencatatnya," kata Priyo.

Baca Juga: Menyusuri Jejak Gereja Bersejarah Zending di Magelang

Sebagai sutradara muda, Priyo mengaku, pementasan perdana Dhendha Lungid tidak menemui kesulitan yang berarti sejak proses hingga hari H.

"Kendalanya hanya soal penyatuan waktu saja, karena kesibukannya memang berbeda-beda," kata Priyo menjelaskan.

Menurut dia, ketoprak ini juga sekaligus menjadi penghubung masyarakat dengan jenis latar belakang pekerjaan dan karakteristik yang berbeda-beda.

"Masyarakat Bandungrejo berlatar masyarakat agraris sedangkan beberapa pemain pendukung akademis," ujarnya.

Ia bahkan hanya memerlukan empat kali latihan untuk menggarap proses Dhendha Lungid.

"Melibatkan sekitar 30 pemain dari berbagai usia, dengan durasi pementasan kurang lebih 2,5 jam," kata Priyo.

Tak hanya pemain, masyarakat yang menonton juga terlihat antusias menonton.

Meski udara dingin Bandungrejo sangat terasa, mereka setia menunggu pukul 21.30 hingga 00.00 sampai acara selesai.

Priyo berharap, kesenian di Bandungrejo bisa semakin berkembang dan akan ada generasi penerus yang melanjutkan kelestarian ketoprak sekaligus Soreng.

"Jadi bukan hanya kesenian rakyat yang menjadi tontonan masyarakat, tetapi benar-benar dilestarikan, dan semua warganya dari berbagai usia bisa ikut terlibat," tuturnya.

Seorang penonton dari Ngablak, Warti menuturkan, dirinya tidak merasa bosan dengan pertunjukan Dhendha Lungid.

"Karena diselingi humor humor lokal yang sangat lucu dan menghibur, pemainnya juga berakting dengan natural," tuturnya.