Nasional

Kesaksian Turis Oystein Lund Kala Menjepret Anak Krakatau

apahabar.com, JAKARTA – Turis Oystein Lund Andersen mengaku sedang mengambil foto gunung berapi ketika dia berkata…

Fotografer gunung merapi asal norwegia sedang menjempret aktivitas krakatau. Foto-Oystein Lund.

apahabar.com, JAKARTA – Turis Oystein Lund Andersen mengaku sedang mengambil foto gunung berapi ketika dia berkata melihat ombak besar.

“Saya harus berlari, ketika ombak melewati pantai dan mendarat 15 hingga 20 meter ke daratan,” tulisnya di Facebook.

“Gelombang berikutnya memasuki area hotel tempat saya menginap dan menabrak mobil di jalan di belakangnya.”

“Saya berhasil mengungsi bersama keluarga saya ke tempat yang lebih tinggi melalui jalur hutan dan desa, tempat kami dirawat oleh penduduk setempat.”

Dia mengatakan dia dan keluarganya tidak terluka. Kala gelombang tsunami menghantam, malam tadi, Andersen dan keluarga dalam perjalanan menuju Pantai Anyer, Jawa Barat.

“Saya sendiri di pantai memotret gunung berapi yang terkenal -Anak-krakatau, ketika saya tiba-tiba melihat gelombang besar datang.”

Andersen kemudian berlari ketika ombak mulai menyapu sekitar garis pantai dan mendarat 15-20 m di daratan.

Baca Juga :Anies Sampaikan Berduka Cita atas Bencana Tsunami

“Gelombang berikutnya memasuki area hotel tempat saya menginap dan menabrak mobil di jalan di belakangnya. Berhasil mengungsi dengan keluarga saya ke tempat yang lebih tinggi melalui jalan setapak dan desa, tempat kami dirawat oleh penduduk setempat. Syukurlah, tidak terluka.”

Pihak berwenang di sana, kata dia mengatakan bahwa ini mungkin sebenarnya adalah tsunami yang disebabkan oleh aktivitas letusan gunung berapi yang saya foto.

Terlalu dini untuk mengatakan berapa banyak kerusakan yang telah terjadi sejak malam tadi, kata dia. Tetapi kerusakan pada infrastruktur dan orang-orang telah terluka dan sejumlah yang tidak diketahui telah meninggal.

“Begitu dijumpai tsunami pertama saya sepertinya, semoga saya yang terakhir,” tutupnya.

Secara terpisah, BPBD memastikan tidak ada peringatan dini tsunami susulan. Adanya sirine tsunami di Teluk Labuhan Kecamatan Labuhan Kabupaten Pandeglang yang tiba-tiba bunyi sendiri bukan dari aktivasi BMKG, maupun BPBD.

“Kemungkinan ada kerusakan teknis sehingga bunyi sendiri. Masyarakat mengungsi mendengar sirine,” Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat di BNPB dalam twitter resmi miliknya.

Fenomena tsunami di Selat Sunda termasuk langka, ujar Sutopo. Letusan Gunung Anak Krakatau juga tidak besar. Tremor menerus namun tidak ada frekuensi tinggi yang mencurigaikan.

“Tidak ada gempa yang memicu tsunami saat itu. Itulah sulitnya menentukan penyebab tsunami di awal kejadian.”

Sebelumnya, BNPB memastikan tsunami menerjang pantai di Selat Sunda pada Ahad 22 Desember 2018, pukul 20.27 WIB.

“Penyebab tsunami bukan gempa bumi. Namun kemungkinan adanya longsor bawah laut pengaruh erupsi Gunung Anak Krakatau. Bersamaan dengan adanya gelombang pasang akibat bulan purnama.”

Update terbaru, Sutopo memastikan jumlah korban terus bertambah. Dampak tsunami di Selat Sunda per 23 Desember 2018 pukul 13.00 WIB: 168 orang meninggal dunia, 745 orang luka-luka, 30 orang hilang, 556 rumah rusak dan kerusakan fisik lainnya.“Penanganan terus dilakukan. Evakuasi korban masih berlangsung.”

Baca Juga :PVMBG Terjunkan Tim ke Gunung Anak Krakatau

Editor: Fariz Fadhillah