Nasional

Kepala BNPT Respons Kritik MUI soal Bikin Gaduh Lagi

apahabar.com, JAKARTA – Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafli Amar merespons kritik Majelis…

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafli Amar. Foto-Istimewa

apahabar.com, JAKARTA – Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafli Amar merespons kritik Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menilai BNPT kembali membuat gaduh.

Itu imbas dari pernyataan tentang sejumlah teroris yang menyusup ke lembaga publik dan ormas. Boy mengatakan pihaknya tak bermaksud untuk menyalahkan pihak tertentu.

“Bahwa yang disampaikan oleh juru bicara BNPT Prof Irfan Idris, lebih dikandung maksud untuk kita semua membangun kewaspadaan bersama, bahwa ideologi terorisme dapat masuk ke berbagai entitas atau kelompok yang ada dalam masyarakat dan tidak bermaksud menyalahkan atau menyudutkan pihak tertentu,” kata Boy dikutip dari detikcom, Minggu (20/2/2022).

Boy mengajak semua pihak bersatu mengantisipasi penetrasi ideologi terorisme. Menurut Boy, jangan sampai terorisme merusak kehidupan bangsa Indonesia.

“Lebih baik kita semua solid bersatu menghadapi penetrasi ideologi terorisme yang dapat merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara di Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ujar Boy.

Terpisah, Juru Bicara BNPT Irfan Idris menegaskan pihaknya terus bekerja sesuai dengan tugas, pokok, dan fungsi secara maksimal. Idris turut menyinggung UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

“Terus dimaksimalkan. UU Nomor 5 Tahun 2018 berperan merumuskan melaksanakan dan mengoordinasikan kebijakan program dan strategi dalam hal pencegahan, perlindungan, deradikalisasi, penegakan hukum, pembinaan kemampuan, koordinasi penindakan, dan kerja sama internasional,” kata Idris.

Idris menyampaikan teroris menggunakan ideologi yang menghalalkan segala cara untuk melakukan aksi terorisme. Terlebih, mereka juga terus merekrut simpatisan di manapun mereka berada.

“Radikal terorisme yang menggunakan ideologi kekerasan, menghalalkan segala macam cara, termasuk merekrut simpatisan dan pendukung di manapun berada,” tuturnya.

“Pelatihan militer dan indoktrinasi paham kekerasan, penanaman kebencian di antara langkah yang dilakukan oleh kelompok radikal terorisme,” sambung Idris.

Kritik terhadap BNPT itu sebelumnya disampaikan Sekjen MUI Amirsyah Tambunan. Amirsyah menilai BNPT kembali membuat gaduh.

“Setelah Badan Nasional Penanggulangan Terorisme menyampaikan permintaan maaf secara resmi tanggal 3 Februari 2022 di MUI. Kali ini kembali membuat pernyataan yang membuat gaduh dan menyesalkan di antaranya Irfan Idris mengatakan BNPT tidak bermaksud menuding sejumlah lembaga yang anggotanya ditangkap Densus 88/Antiteror sebagai organisasi teroris. Menurutnya, teroris menyusup dan tidak langsung melancarkan aksi teror, melainkan berupaya menguasai lembaga tersebut. Hal ini juga terjadi di perguruan tinggi,” kata Sekjen MUI Amirsyah Tambunan kepada wartawan.

Amirsyah mempertanyakan mengenai pencegahan penyusup ke ormas. Dia juga mengkritik soal pernyataan tentang teroris tidak langsung berupaya melakukan aksi teror, tapi berusaha menguasai lembaga tersebut.

“Yang menjadi pertanyaan bagaimana kita mencegah penyusup ke ormas sehingga target tidak pada penangkapan. Kata Irfan tidak langsung melakukan aksi di pendidikan tinggi tapi melakukan proses-proses awal, misalnya pembaiatan, pengajian, dengan sangat disayangkan,” ujar Amirsyah.

Narasi ini, kata Amirsyah, harus diinvestigasi bersama-sama sehingga ada fakta dan data seperti apa proses pembaiatan, pengajian yang disebutkan BNPT itu agar tidak meresahkan masyarakat.

Amirsyah mengatakan keberhasilan penanggulangan terorisme bukan pada penangkapan, melainkan pada pencegahan. Dia lantas berbicara mengenai aturan tentang tindak pidana terorisme.

“Karena pencegahan merupakan kewajiban pemerintah, termasuk aparat penegak hukum berdasarkan UU No 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas UU No 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang. Berdasarkan Pasal 43 A (1) Pemerintah wajib melakukan pencegahan Tindak Pidana Terorisme. (2) Dalam upaya pencegahan Tindak Pidana Terorisme, Pemerintah melakukan langkah antisipasi secara terus menerus yang dilandasi dengan prinsip pelindungan hak asasi manusia dan prinsip kehati-hatian. (3) Pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui: a. kesiapsiagaan nasional; b. kontra-radikalisasi; dan c. deradikalisasi. Jadi ada logika hukum yang tidak masuk akal bagi pejabat BNPT,” kata Amirsyah.

“Atas dasar itu, keberhasilan penanggulangan tindak pidana terorisme bukan pada penangkapan tapi pada pencegahan sehingga mengedepankan fungsi negara melindungi warga negara dari terorisme melalui deradikalisasi dan kontra-radikalisasi,” sambung dia.

Newswire
Puja M
Nasional