Pembuatan Aplikasi

Kementerian Ramai Bikin Aplikasi, Pengamat: Pemborosan Anggaran

Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta Kementerian dan Lembaga berhenti membuat banyak aplikasi.

Pengamat Kebijakan Publik, Trubus Rahadiansyah. Foto: dok/KWP

apahabar.com, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta Kementerian dan Lembaga berhenti membuat banyak aplikasi. Jokowi ingin pelayanan publik dapat direalisasikan dalam satu aplikasi saja agar masyarakat tidak kesulitan mengakses layanan pemerintah.

Hal itu sejalan dengan ditekennya Perpres Nomor 132 Tahun 2022 tentang Arsitektur Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik Nasional (SPPBE).

Sebelumnya, Menteri PAN-RB Abdullah Azwar Anas menjelaskan sudah ada 27 ribu aplikasi layanan pemerintah yang tersebar di seluruh Kementerian dan Lembaga. Menurutnya, Jokowi jengkel dengan banyaknya aplikasi yang justru mempersulit masyarakat untuk mendapatkan layanan publik.

Karena itu, presiden meminta Kementerian Koordinator untuk mengakomodasi audit hingga klasifikasi ratusan aplikasi yang mungkin tumpang tindih. Hingga pada akhirnya bisa diintegrasikan dalam layanan digital pemerintah yang terpadu.

Baca Juga: Entitas Tunggal Pariwisata Borobudur, Jokowi Akan Terbitkan Perpres

Menanggapi banyaknya aplikasi yang dibuat kementerian, pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah menilai hal itu sebagai bentuk dari pemborosan anggaran. Sementara bagi pemerintah, hal itu merupakan upaya dari penyerapan anggaran.

"Ya itu banyaknya aplikasi itu pemborosan anggaran, karena setiap kementerian menganggarkan sendiri-sendiri, jadi kalau di total banyak sekali," kata Trubus kepada apahabar.com, Selasa (13/6).

Selain membuat aplikasi, Trubus justru mengusulkan agar sumberdaya manusia yang perlu ditingkatkan, termasuk membekali mereka dengan pelatihan agar lebih profesional. Karena kalau tidak begitu, sumberdaya manusia ASN Indonesia tidak akan maju.

Di sisi lain, kata Trubus, banyaknya aplikasi telah membuat bingung masyarakat. Sementara itu, kementerian ditengarai mengedepankan egosektoral dengan berlomba-lomba membuat aplikasi yang sebenarnya belum tentu dibutuhkan oleh masyarakat.

Baca Juga: UU P2SK, Menkeu: Warisan Jokowi Menuju Indonesia Emas 2045

"Jadi ada aplikasi-aplikasi yang setiap kebijakan keluar aplikasi membingungkan masyarakat juga, kemudian tidak efektif itu," ujarnya.

Selanjutnya agar lebih efisien, Trubus mengusulkan adanya audit terhadap aplikasi-aplikasi tersebut. Audit diperlukan untuk menilai kegunaan, termasuk melihat ada atau tidaknya penyimpangan dari pembuatan aplikasi tersebut.

"Karena diduga banyak sekali penyimpangan itu hanya kedok para elit di kementerian lembaga itu untuk dibikin, tapi sebenarnya itu untuk perilaku koruptif," terang Trubus.

Lebih jauh Trubus menegaskan, "Peruntukannya tidak sesuai dan tidak dibutuhkan masyarakat juga dan aplikasi-aplikasi itu cenderung untuk gagah-gagahan. Punya aplikasi yang tidak mendukung visi misi dari kementerian itu sendiri," pungkasnya.