Kemenperin: Indonesia Masih Menarik di Mata Investor Global

Kementerian Perindustrian catat industri manufaktur meraup investasi Rp497,7 triliun sepanjang 2022, membuktikan Indonesia masih menarik bagi investor global.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang saat datangi Gedung KPK Merah Putih. (Foto: dok. Apahabar.com)

apahabar.com, JAKARTA - Kementerian Perindustrian mencatat industri manufaktur meraup investasi senilai Rp497,7 triliun sepanjang 2022. Artinya, Indonesia masih menjadi tujuan bagi pelaku industri manufaktur global.

"Capaian tersebut naik sebesar 52 persen dibanding investasi di sektor manufaktur pada 2021. Sektor industri masih menjadi penyumbang penanaman modal terbesar dibandingkan sektor lainnya," kata Menperin Agus Gumiwang, di Jakarta, Kamis (26/1).

Agus Gumiwang menilai tingginya angka investasi itu merupakan sinyal penting bahwa level kepercayaan terhadap RI masih tinggi. "Investor masih melihat Indonesia is good for business and investment," bebernya.

Kendati demikian, Gumiwang tetap mendorong agar seluruh pemangku kepentingan berupaya proaktif untuk menarik minat para investor nasional dan global untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

Baca Juga: Jokowi: Demi Investasi Semua Negara Berkompetisi

"Kenaikan investasi ini menunjukkan kebijakan pemerintah masih on the right track. Tapi tetapi semua harus mendorong dan terus berupaya untuk mencapai pertumbuhan Ekonomi yang lebih maju lagi di 2023," lanjutnya.

Sebelumnya, Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi sepanjang tahun 2022 mencapai Rp 1.207,2 triliun secara year on year tumbuh 34%.

Bisnis Smelter

Dari total keseluruhan investasi (PMDN dan PMA) pada Januari-Desember 2022, subsektor manufaktur yang berkontribusi paling besar adalah industri logam dasar, barang logam, bukan mesin dan peralatannya yang mencapai Rp171,2 triliun.

Baca Juga: Ekspor Dilarang, Realisasi Smelter Jauh dari Target

"Capaian gemilang ini tidak terlepas dari jalannya kebijakan hilirisasi industri," ungkap Gumiwang .

Salah satunya upaya hilirisasi nikel yang terus dipacu untuk mendukung percepatan pembangunan ekosistem kendaraan listrik. "Termasuk dengan pengembangan pabrik baterainya," ujarnya.

Karenanya, guna mendorong investasi di sektor industri, pihaknya akan menjalankan kebijakan berupa program subtitusi impor 35 persen, program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN), dan hilirisasi sumber daya alam.