Pembiayaan Risiko Bencana

Kemenkeu bersama Delegasi Asean Bahas Pembiayaan Risiko Bencana

Kemenkeu dan Gubernur Bank ASEAN (AFMGM) membahas pembiayaan dan asuransi risiko bencana dan kaitannya dengan penggunaan anggaran.

Tangkapan layar - Staf Ahli Menteri Keuangan bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Internasional, Parjiono menyampaikan Kemenkeu bersama Gubernur Bank ASEAN (AFMGM) membahas pembiayaan dan asuransi risiko bencana dalam bentuk seminar bertajuk 'Disaster Risk Financing & Insurance & Adaptive Social Protection Implementation in Indonesia', di Yogyakarta Marriott Hotel, Senin (10/7/2023). Foto: apahabar.com/ Ayyubi Kholid

apahabar.com, JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama dengan Gubernur Bank ASEAN (AFMGM) membahas pembiayaan dan asuransi risiko akibat bencana alam.

Staf Ahli Menteri Keuangan bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Internasional, Parjiono dalam pembukaan menyampaikan bahwa maksud diadakannya seminar bertajuk Disaster Risk Financing & Insurance & Adaptive Social Protection Implementation in Indonesia, untuk memberikan pembaruan tentang penerapan strategi Panduan dan Asuransi Risiko Bencana (PARB) melalui APBN atau APBD.

"Melalui strategi ini, kapasitas pendanaan penanggulangan bencana dapat ditingkatkan dengan pencarian alternatif sumber pembiayaan baru di luar APBN. Selain itu, sebagian risiko bencana juga dapat ditransfer melalui asuransi" terang Parjiono dalam seminar yang diadakan di Yogyakarta, Senin (10/7). 

Sejauh ini, kata Parjiono, strategi pendanaan yang diluncurkan Kemenkeu, merujuk pada tahun 2018. Pendanaan saat itu telah mendapat pengakuan dari berbagai organisasi internasional sebagai pencapaian yang signifikan untuk memperkuat pendanaan risiko bencana. 

Baca Juga: Pembiayaan Bisnis Kuliner, Kemenparekraf Fasilitasi melalui IndoStar

Oleh karena itu, pemerintah akan meluncurkan pendanaan inovatif berupa dana bersama atau Pooling Fund Bencana (PFB). Konsep dan manfaat PFB inilah yang dibahas dan didiskusikan dalam seminar pertemuan Kemenkeu dan Gubernur Bank Sentral ASEAN sebagai implementasi strategi pembiayaan dan asuransi risiko bencana yang akan dimplementasikan di Indonesia. 

"Instrumen (PFB) ini merupakan pengguna dana pertama di dunia yang dikhususkan untuk mengumpulkan, mengembangkan, dan menyalurkan dana dalam penanggulangan bencana," kata Parjiono.

Staf Ahli Menteri Keuangan bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Internasional itu berharap agar dua strategi pembiayaan risiko bencana dan perlindungan sosial di Indonesia saat ini bisa lebih dikembangkan, sehingga menjadi pembelajaran, baik di tingkat regional ASEAN maupun global. 

"Dua konsep besar yang masih terus dalam proses pengembangan, telah menjadikan Indonesia sebagai negara yang dirujuk serta diminta untuk berbagi pengetahuan," kata Parjiono.

Baca Juga: Waspada! Jawa Timur Berpotensi Diterpa Bencana Hidrometeorologi

Strategi PARB

Dikutip dari laman Kemenkeu, Pooling Fund Bencana (PFB) adalah instrumen utama Strategi PARB. PFB adalah sebuah skema mengumpulkan, mengakumulasi dan menyalurkan dana khusus bencana oleh sebuah lembaga pengelola dana.

Pembentukan PFB ditujukan untuk melindungi APBN terhadap tekanan akibat bencana melalui upaya proaktif di masa tidak terjadi bencana, dengan investasi berupa akumulasi dana dan transfer risiko melalui asuransi.

PFB juga akan menambah kapasitas Pemerintah untuk pendanaan kegiatan mitigasi dan kesiapsiagaan dalam rangka investasi untuk menurunkan risiko kerugian jiwa dan materi akibat bencana. PFB dirancang untuk dapat menyediakan dana bagi pembiayaan prabencana, tanggap darurat, dan pascabencana secara berkelanjutan.

Pendirian Pooling Fund Bencana ini didasari oleh Peraturan Presiden yang saat ini sedang disusun oleh Kementerian Keuangan dengan K/L terkait lainnya seperti Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Dalam Negeri dan yang lainnya.

Baca Juga: BNPB Gelontorkan Rp11,5 Miliar Perbaiki Jembatan Akibat Letusan Semeru

Rencananya PFB ini akan dikelola oleh sebuah unit pengelola dana di Kementerian Keuangan. Unit Pengelola Dana ini didesain untuk dapat mengakumulasikan dana sehingga mampu membiayai bencana dengan dampak yang besar dan mampu membiayai proyek rehabilitasi dan rekonstruksi yang lintas tahun tanpa harus mengikuti kekakuan siklus APBN.

Selain itu, unit pengelola PFB dilengkapi dengan kemampuan untuk mentransfer risiko bencana ke pasar keuangan melalui asuransi. Unit ini memiliki mandat untuk membayarkan premi asuransi bagi aset negara (BMN) dan juga aset daerah (BMD) jika diperlukan.

Hasil klaim dari perusahaan asuransi juga dapat langsung diterima oleh PFB dan langsung disalurkan untuk memperbaiki atau membangun kembali aset tertanggung yang terkena dampak bencana. Skema ini akan memotong beberapa proses birokrasi sehingga penyaluran payout atau klaim asuransi dapat menjadi lebih cepat namun tetap transparan dan akuntabel.