Seni Budaya

Kemarau Panjang, Masyarakat Banyuwangi Gelar Seni Tradisi Tiban

Masyarakat Kabupaten Banyuwangi menggelar seni tradisi Tiban. Sebuah tradisi yang digelar sebagai cara 'memanggil' hujan.

Dua pemain tradisi tiban saling beradu ketangkasan diatas kalangan atau ring (2/10),(foto: Abdul Azis)

apahabar.com,BANYUWANGI - Masyarakat Kabupaten Banyuwangi menggelar seni tradisi Tiban. Sebuah tradisi yang digelar sebagai cara 'memanggil' hujan.

Musim kemarau yang berpanjangan membuat pemuda Desa Tamanagung, Kabupaten Banyuwangi menggelar tradisi Tiban. Acara yang melibatkan pemuda desa tersebut digelar di lapangan kosong, Desa Tamanagung, Kecamatan Cluring pada Senin (2/10).

Seni tradisi Tiban digelar setiap masyarakat sudah merasakan musim kemarau berkepanjangan yang membuat sumur dan lahan pertanian milik para petani menjadi kering kerontang.

Tradisi Tiban digelar sebagai upaya untuk meminta hujan kepada Tuhan yang Maha Esa. Selain itu acara ini juga bertujuan untuk melestarikan budaya warisan leluhur yang kini sudah mulai di tinggalkan anak-anak muda.

Baca Juga: Pesantren Lateng Banyuwangi Lokasi Berdirinya GP Ansor akan Dijadikan Cagar Budaya

"Musim kemarau ini sudah berjalan selama tiga bulan," ujar Dedi Setiawan salah satu pemain tradisi Tiban kepada apahabar.com, Senin (2/10).

"Kalau bukan kita yang melestarikan siapa lagi, kalau tidak sekarang kapan lagi, " kata Dedi menegaskan.

Peserta dari Berbagai Kota

Tradisi Tiban ini akan dilaksanakan hingga 15 oktober 2023. Peserta Tiban bukan hanya dari Kabupaten Banyuwangi bahkan dari Kabupaten Kediri, Blitar, Tulungagung dan masih banyak lagi. 

"Mereka datang secara sukarela untuk mengikuti seni tradisi Tiban ini," kata Dedi. 

Dedi menjelaskan, seni tradisi Tiban yang diikuti oleh ratusan peserta ini, main di atas kalangan sebanyak dua orang laki-laki secara bergantian dan bertelanjang dada.

Setiap peserta mendapat waktu memecut peserta lain menggunakan bambu apus yang sudah dirakit sebanyak tiga kali secara bergantian. Peserta yang memecut hanya boleh memukul di bagian kanan peserta lain. 

"Hanya boleh memecut tiga kali di bagian kanan musuhnya, tidak boleh ke arah dada ke atas dan juga pusar ke bawah", tutur Dedi.

Peserta yang menerima pecutan itu juga wajib melindungi diri menggunakan helm kepala dan diberi sebuah bambu untuk menangkis serangan lawan, dan sebisa mungkin dapat menghindar dari pecutan lawan. 

"Peserta yang sudah main diperbolehkan main lagi sampai puas", katanya.

Baca Juga: Es Krim Tradisional Banyuwangi Masih Diminati Pembeli

Pemain yang sudah mencintai seni tradisi Tiban ini akan mengikuti seni Tiban dimana saja. Bahkan jika ada Tiban di luar pulau juga akan mereka ikuti dengan suka rela, bahkan dengan biaya pribadi tanpa berharap apapun kepada penyelenggara. 

"Saya baru pulang dari Lampung, mewakili Banyuwangi untuk ikut tradisi Tiban di Lampung", ujar Dedi.

Luka yang mengeluarkan darah dari tradisi Tiban ini diyakini jadi pemancing kedatangan hujan. Semakin banyak darah keluar semakin cepat hujan yang akan datang.

Dua pemain setelah bermain seni Tiban ini akan saling berpelukan dan saling meminta maaf tanda permainan berakhir. 

"Di atas kalangan lawan, dibawah kalangan saudara," pungkasnya.