Kekerasan yang Dialami Venna Melinda, Benarkah karena Ferry Irawan Insecure?

Tidak ada insan yang menginginkan hal buruk menimpa mahligai yang diarungi bersama pasangan

Venna Melinda Alami KDRT Hingga Masuk Rumah Sakit. Foto: Instagram.

apahabar.com, JAKARTA - Tidak ada insan yang menginginkan hal buruk menimpa mahligai yang diarungi bersama pasangan. Terlebih harus tercoreng dengan pengalaman pahit, semisal terjadinya Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT).

Sebagaimana yang menimpa artis sekaligus ibunda dari Varrel Bramasta, yang kini menjadi sorotan publik lantaran diduga menjadi korban dari tindakan temperamen sang suami Ferry Irawan.

Kasus tersebut pun terus mengalami perkembangan sejak Venna melaporkan Ferry ke polisi pada Minggu (8/1). Sejumlah fakta hingga pengakuan dari berbagai pihak juga terungkap seiring berkembangnya kasus tersebut.

Berkaca dari dugaan kekerasan yang dialami oleh mantan Puteri Indonesia tahun 1994 itu, ada sederet tinjauan mengenai prilaku abusive dari pelaku kekerasan yang bisa dicermati.

KDRT Berangkat dari Rasa Insecure?

Indah Sundari Jayanti, seorang psikolog klinis pun mengulas hal ini dalam tinjauannya. Menurutnya, KDRT merupakan salah satu bentuk perilaku yang didasari oleh ketidakmampuan dalam mengontrol atau meregulasi emosi.

Orang-orang yang kerap merilis emosinya dalam pola kekerasan lebih cenderung didasari oleh rasa insecure (kurang percaya diri). Hal itu dikarenakan si pelaku merasa takut tidak dicintai atau kekhawatiran jika dianggap lemah.

Selain itu, bila seseorang melakukan kekerasan secara fisik, bukan tidak mungkin pernah melakukan kekerasan dalam bentuk lain, seperti kekerasan verbal, emosional, maupun psikologis.

Menelaan Sikap Abusive dan Cara Menghadapinya

Dalam telaah terhadap tindak kekerasan, menurut Indah, terbagi atas 3 tahapan emosi, yakni ekspresi emosi, reaksi emosi, serta respons emosi.

Adapun orang yang melakukan kekerasan terhadap pasangan, biasanya akan merilis emosinya tersebut dengan cara marah, sakit hati, agresi, frustasi, sampai keinginan untuk melukai orang lain.

Sedangkan terkait reaksi emosi, tindakan pelaku itu berlatar dari kesulitannya dalam mengendalikan diri. Sehingga kemudian respons yang muncul adalah dengan memukul, menendang, dan menyakiti.

Untuk itu, dalam menghadapi pasangan yang abusive, saran Indah, butuh kesadaran untuk menentukan batasan mana yang boleh atau tidak boleh, serta mana yang bisa diterima maupun melanggar batasan.

“Jangan sampai kita malah baru sadar, justru setelah kekerasan terjadi dan telah mengalami kerugian,” tututpnya.