Program Subsidi Tepat

Kebijakan QR Code Diberlakukan, Begini Kata Pengguna Solar Subsidi

PT Pertamina (Persero) memberlakukan skema Full QR Code bagi setiap pembelian solar subsidi di SPBU di 514 kota dan kabupaten di seluruh Indonesia.

Truk treiler yang mengisi bensin di salah satu Pom Bensin di Tanjung Priok, Jakarta Utara, Selasa (7/2/2023). Foto: apahabar.com/Ryan Suryadi

apahabar.com, JAKARTA - PT Pertamina (Persero) memberlakukan skema full QR Code bagi setiap pembelian solar subsidi di SPBU di 514 kota dan kabupaten di seluruh wilayah Indonesia. Saat ini Pertamina Patra Niaga setidaknya telah menyelesaikan 3 dari 5 tahapan Program Subsidi Tepat.

Skema full QR Code untuk pembelian solar subsidi telah resmi diberlakukan sejak 22 Juni 2023. Dengan demikian, transaksi pembelian solar subsidi di seluruh wilayah di Indonesia wajib menunjukkan QR Code.

Bagi Ferdi (44), salah seorang pengguna solar subsidi mengakui kebijakan itu tidak mudah untuk diterapkan. Untuk itu perlu dilakukan sosialisasi ke masyarakat.

Baca Juga: Skema Full QR Code, Pertamina: Subsidi Tepat Sasaran Bisa Terwujud

"Sebenarnya agak sedikit rumit kalau misalkan langsung diterapkan tanpa disosialisasikan ke masyarakat," ujar Ferdi saat berbincang kepada apahabar.com, Senin (26/6).

Selanjutnya, Ferdi membeberkan jika kebijakan tersebut juga menyasar masyarakat bawah. Hanya saja dikhawatirkan, masyarakat ekonomi lemah tidak semua terbiasa menggunakan QR Code.

"Nah itu juga harus dilihat, tidak semua masyarakat yang ekonominya menengah kebawah dapat menggunakan QR Code itu, bisa dikatakan tidak mengerti lah, jadi tidak semuanya mengerti dengan itu," ujar Ferdi.

Baca Juga: Solar Subsidi, Pertamina: Belinya Harus Pakai QR Code

Ketika sosialisasi telah diberikan, Ferdi meyakini, kesulitan menggunakan QR Code bisa diatasi. Jika kebijakan itu langsung diterapkan, dikhawatirkan akan menimbulkan antrean panjang di SPBU sehubungan dengan pengunduhan aplikasi.

Di sisi lain, terkait kebijakan skema full QR Code dianggap belum tepat sasaran, menurut Ferdi, hal itu sangat memungkinkan. Penyebabnya, karena pengguna solar subsidi ternyata tidak sedikit yang memiliki kendaraan mahal.

"Tergantung, kalau saya lihat ini menyasar kepada segmen solar, ada beberapa pengguna masyarakat khususnya pengguna solar itu, masih ada yang memakai kendaraan mobil (bahan bakar solar) seperti harga 300 jutaan keatas. Mungkin itu belum terlalu menyasar," pungkasnya.