Kalsel

Kata Pemprov Kalsel Soal Penghentian Smelter Meratus Steel

apahabar.com, BANJARBARU – Smelter milikJaya PT Meratus  Iron & Steel (MJIS) di Tanah Bumbu, cukup jadi pelajaran….

Oleh Syarif
Proyek smelter PT MJIS. Foto-Istimewa

apahabar.com, BANJARBARU – Smelter milikJaya PT MeratusIron & Steel (MJIS) di Tanah Bumbu, cukup jadi pelajaran. Jangan sampai ada lagi megaproyek gagal yang lain.

Pemurnian bijih besi resmi dihentikan. Sekalipun sudah menghabiskan Rp3,9 triliun, megaproyek ini mangkrak sejak 2015 silam.

Belakangan, Pemprov Kalsel turut angkat bicara ihwal proyek mangkrak yang resmi dihentikan ini.

"Awalnya terjun bebas harga besi dunia," kata Kepala Dinas Perindustrian Kalsel, Mahyuni kepada apahabar.com, Rabu (16/2), menjelaskan penyebab smelter PT MJIS mangkrak.

Pendapat ahli, kata Mahyuni, pelebaran bijih besi lebih ekonomis dengan blust furnance. Namun, PT MJIS malah menggunakan teknologi rotary kiln.

Alhasil, proyek gagal. Imbasnya, rencana pembangunan Politeknik Industri Batulicin tak terealisasi.

Kemudian tak ada tambahan rekrutmen tenaga kerja. Pemerintah juga gagal menerima pajak. Dan terakhir, investasi produk baja tidak terealisasi.

Saat ini, perhatian proyek smelter di Kalsel tertuju pada PT Jhonlin Grup. Andi Syamsuddin Arsyad alias Haji Isam, selaku pemilik, bahkan membidik pembangunan empat smelter sekaligus.

Mahyuni pun berharap megaproyek di atas tak mengikuti jejak Meratus Steel. Jangan sampai ada lagi proyek smelter gagal di Kalsel.

"Mereka [PT Jhonlin] sedang FS [studi kelayakan]. Mudahan arah kajian menggunakan teknologi smelter yang paling terbaik," pungkasnya.

Sebelumnya, Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk, Silmy Karim melihat proyek smelter dan blas purnance MJIS sudah tak efisien. Jika kukuh dilanjutkan, maka akan tambah menguras keuangan perusahaan.

“Manajemen saat itu memutuskan untuk tidak mengoperasikan, atas seluruh kajian yang ada, termasuk juga kejaksaan juga, kita hentikan,” ujar Silmy saat rapat dengar pendapat kemarin, dikutip apahabar.com dari CNN Indonesia.

Blast furnace merupakan proses produksi hot metal atau besi cair melalui peleburan dan reduksi bijih besi sintered ore, pellet serta lump ore.

Khusus untuk blast furnace, Silmy menjelaskan hambatan utama adalah fasilitas basic oxygen furnace tidak ada pada awal tahap pengembangan electric air furnace perusahaan. Jika memodifikasi basic oxygen furnace, menurutnya akan membengkakkan biaya.

“Proyek ini memang harus diselesaikan, (namun) kemudian dihentikan karena sangat menguras kemampuan keuangan KS [Krakatau Steel]. Belum lagi utang yang ditimbulkan akibat dari proyek ini,” jelasnya.

Persoalan lain mengenai lokasi proyek. Untuk pengembangan smelter di Kalimantan Selatan, ia menilai proyek tersebut tidak optimal. Pasalnya, lokasi yang jauh dan banyak hambatan logistik, terutama karena letaknya 20 km hingga 35 km dari bibir pantai.

Tanah yang digunakan pun bukan milik Meratus, perusahaan yang didirikan Krakatau Steel bersama dengan PT Aneka Tambang Tbk (Antam), tapi milik pemda.

“Dari sisi aspek teknologi juga tidak mengikuti tren perkembangan hal kaitan dengan efisiensi. Proyek ini bener-benar tidak beroperasi akibat tidak digunakannya lagi sponge iron sebagai bahan baku KS,” kata Silmy.

Pemberhentian kedua proyek tersebutlah yang belakangan membuat Bambang berang dan mengusuri Silmy dalam rapat dengar pendapat di Komisi VII, Senin (14/2).

“Pabrik blast furnace dihentikan tapi satu sisi ingin memperkuat produksi dalam negeri, ini jangan maling teriak maling,” ujar pimpinan Komisi VII Bambang Haryadi.

Seperti diketahui Indonesia memerlukan 5 blast furnace tambahan dengan total kapasitas 1,2 juta ton agar dapat memenuhi kebutuhan baja dalam negeri tanpa terus mengandalkan impor.

Pada akhir RDP, pimpinan Komisi VII menyepakati diadakannya investigasi lebih dalam terhadap pemberhentian blast furnace dan smelter Kalimantan Selatan yang dilakukan Krakatau Steel.

“Kita akan dalami dua hal tersebut, khusus penghentian dua hal ini karena ini investasinya udah gede banget. Investasi gede banget untuk smelter Kalsel dan blast furnace yang ada di Krakatau Steel, jangan sampai dengan alasan kerugian untuk memperlancar teknik lain,” ujar Bambang.