Korban Peluru Nyasar

Kasus Peluru Nyasar, Begini Aturan Penggunaan Senpi buat Polisi

Banyaknya kasus peluru nyasar yang terjadi, membuat prihatin publik

Ilustrasi polisi. (Foto: Pontas.id)

apahabar.com, JAKARTA - Banyaknya kasus peluru nyasar yang terjadi belakangan jadi sorotan publik. Paling anyar, kasus peluru nyasar di Pontianak, Kalimantan Barat yang menewaskan seorang warga.

Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto meminta pengawasan Polri terhadap anggotanya tentang senjata api harus lebih ditingkatkan. 

"Problemnya memang ada pada pengendalian personel dan pengawasan. Pengendalian personel ini menyangkut kualitas mental personel pengguna senpi (senjata api). Senpi tentunya tidak boleh dibawa oleh personel yang memiliki masalah mental, misalnya tempramen tinggi," ujar Bambang Rukminto saat dihubungi apahabar.com di Jakarta, Rabu (8/11).

Bambang menjelaskan, selain pengendalian para personel, harus ada pula pengawasan ketat yang dilakukan oleh polisi yang sedang bertugas. Ia menilai ada pertimbangan dalam melakukan tugas di lapangan (untuk tidak menembak), daripada membahayakan nyawa masyarakat.

Baca Juga: Kisah Tragis Soewardi 'Dimuntahkan' Senpi Polisi Lalai

"Pengawasan ini menyangkut tentang hukuman bagi personel yang (dianggap) sudah membahayakan masyarakat. Pada tahap pelanggaran berat sampai menimbulkan korban jiwa dari masyarakat yang tidak bersalah, tentu harus ada sanksi berat agar menjadi efek jera pagi personel yang lainnya," ungkapnya.

Selanjutnya, Bambang juga merinci dasar hukum berupa Peraturan Kapolri nomor 1 tahun 2009 tentang penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian. Salah satunya, ada di Pasal 9.

Bunyi Pasal 9 itu ialah: Penggunaan senjata api dari dan ke arah kendaraan yang bergerak atau kendaraan yang melarikan diri diperbolehkan, dengan kehati-hatian yang tinggi dan tidak menimbulkan resiko baik terhadap diri anggota Polri itu sendiri maupun masyarakat.

Selain itu, ada pasal yang digaris bawahi olehnya, yaitu Pasal 3 huruf f, yang berbunyi: masuk akal (reasonable), yang berarti bahwa tindakan kepolisian diambil dengan mempertimbangkan secara logis situasi dan kondisi dari ancaman atau perlawanan pelaku kejahatan terhadap petugas atau bahayanya terhadap masyarakat.

Baca Juga: Brutalitas Aparat Kembali Terjadi, Koalisi Masyarakat Sipil Desak Reformasi Kepolisian

Oleh sebab itu, menurutnya tidak menjadi masalah jika dalam keadaan terdesak untuk melepaskan kejaran tersangka kejahatan di jalan, ketimbang mengambil resiko meletuskan 'peluru nyasar' ke orang  yang tidak bersalah.

"Jadi kalau penembakan itu berpotensi membahayakan masyarakat yang lain, tentu harus dibatalkan (penembakan). Lebih baik meloloskan tersangka kejahatan, daripada mengorbankan masyarakat yang tidak bersalah," pungkasnya.