Muktamar Muhammadiyah

Kantongi Suara Terbanyak, Haedar Nashir Berpeluang Terpilih Kembali Jadi Ketum PP Muhammadiyah

Muktamar Muhammadiyah ke-48 telah menetapkan 13 Anggota PP Muhammadiyah. Dari ketiga belas nama tersebut, nama Ketua Umum PP Muhammadiyah 2015-2020 Haedar Nashi

Ketua Umum PP Muhammadiyah periode 2015-2020, Haedar Nashir. (Foto: Muhammadiyah.or.id)

apahabar.com, JAKARTA - Muktamar Muhammadiyah ke-48 telah menetapkan 13 Anggota PP Muhammadiyah. Dari ketiga belas nama tersebut, nama Ketua Umum PP Muhammadiyah 2015-2020 Haedar Nashir masuk dalam daftar tersebut. Ia digadang dan berpeluang terpilih menjadi Ketua Umum PP Muhammadiyah periode 2022-2027.

Ketua Panitia Pemilihan Dahlan Rais mengatakan seusai pemilihan menyebut 13 orang terpilih sebagai anggota PP Muhammadiyah. Ketiga belas nama tersebut terpilih dari total 39 calon peserta.

Baca Juga: Peserta Muktamar Tetapkan 13 Nama Anggota PP Muhammadiyah Periode 2022-2027

Dari 13 nama yang terpilih anggota PP Muhammadiyah menempati urutan pertama dalam pemilihan e-voting, yakni Haedar Nashir, yang memperoleh 2.203 suara, disusul oleh Abdul Mu'ti dengan mendapatkan 2.159 suara.

Ketiga Anwar Abbas sebanyak 1.820 suara, Busyro Muqoddas (1.778), Hilman Latief (1.675), Muhadjir Effendy (1.598), Syamsul Anwar (1.494), Agung Danarto (1.489), Saad Ibrahim (1.333), Syafiq A Mughni (1.152), Dadang Kahmad (1.119), Ahmad Dahlan Rais (1.080), dan Irwan Akib (1.001).

Sebanyak 13 anggota PP Muhammadiyah tersebut akan dibawa ke rapat Muktamar Muhammadiyah di Edutorium KH Ahmad Dahlan, pada Minggu (20/11).

Dahlan Rais mengatakan dari perolehan nama tersebut, kemungkinan besar yang menjadi ketua umum adalah yang mendapat suara terbanyak. Hal itu, juga untuk menghargai yang mendapat suara terbanyak.

Baca Juga: Jelang Tahun Politik, Ganjar Ajak Muhammadiyah Jadi Teladan

"Ketua umum yang terpilih dalam rapat 13 orang itu, harus dimintakan persetujuan kepada muktamirin. Sedangkan sekretaris umum ditunjuk oleh ketua umum terpilih," kata Dahlan Rais.

Kendati demikian, kata Dahlan, ada sejarah yang menjadi ketua umum bukan yang dipilih oleh muktamirin.

Dia mencontohkan dalam Muktamar di Purwokerto pada 1950-an, pimpinan terpilih tidak ada yang mau menjadi ketua umum. Akhirnya mereka meminta Buya Sutan Mansur di Sumatra Barat untuk memimpin Muhammadiyah. Buya bersedia lalu hijrah ke Jawa untuk menjadi ketua umum.