Hot Borneo

Kalsel Masuk Peringkat 6 Stunting Tertinggi, Waket DPRD Kalsel Tekankan Pentingnya ASI Eksklusif

apahabar.com, BANJARMASIN – Berdasarkan data Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2021, prevalensi stunting di…

Wakil Ketua DPRD Kalsel Muhammad Syaripuddin. Foto: Dok apahabar.com

apahabar.com, BANJARMASIN – Berdasarkan data Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2021, prevalensi stunting di Indonesia saat ini masih berada pada angka 24,4 persen atau 5,33 juta balita.

Kalimantan Selatan (Kalsel) menempati urutan ke-6 kasus stunting tertinggi dengan angka 30 poin.

Enam kabupaten dengan angka stunting lebih tinggi dari rata-rata provinsi, yaitu Kabupaten Tanah Laut (Tala), Balangan, Barito Kuala (Batola), Tapin dan Banjar.

Wakil Ketua DPRD Kalsel, M. Syaripuddin, mengaku prihatin. Keprihatinan tersebut makin besar karena belum kuatnya persamaan persepsi terkait penanggulangan stunting di Kalsel.

“Pemerintah Kalsel berencana memberikan susu formula sebagai tambahan asupan gizi, saya berharapnya itu harus tepat sasaran, umur berapa yang dikasih? Harus diawasi benar-benar. Libatkan IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia),” ucapnya, Minggu (19/6).

Merunut apa yang disampaikan Bang Dhin, pakar Gizi dan Nutrisi, Prof Soekirman SKM, MPS-ID, Ph.D, pemberian susu formula pada anak-anak bukan lah solusi tepat mengatasi stunting yang tengah menjerat Indonesia.

Pemberian susu formula, lanjut Bang Dhin, bahkan menjadi salah satu penghambat masyarakat memberikan Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif kepada anaknya.

“Saya lebih ke arah bagaimana menggalakkan pemberian ASI ekslusif untuk bayi. Selain murah meriah, ASI adalah nutrisi paling hebat ciptaan Allah. Jangan dikira yang kena stunting itu adalah orang miskin saja. Orang berkecukupan pun anaknya bisa kena stunting. Kenapa? ini berkaitan dengan pola asuh dan budaya memberi ASI,” tutur politisi asal Tanah Bumbu ini.

Jika dikaitkan dengan rekomendasi WHO dan UNICEF, pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif harus dilakukan sampai bayi berumur enam bulan.

ASI ekslusif artinya bayi tidak mendapat asupan lainnya selain ASI. Masih menurut WHO, risiko stunting ini dapat meningkat jika bayi menerima makanan pendamping ASI, atau melepas ASI eksklusif terlalu dini.

Saat bayi mulai dikenalkan dengan makanan sebelum usia enam bulan,akan membuat bayi lebih tertarik dengan makanan tersebut dibandingkan ASI.

Akibatnya, bayi kehilangan nutrisi penting yang terdapat pada ASI sehingga pertumbuhannya jadi terhambat.

“Bagaimana caranya agar pemberian ASI eksklusif dapat berjalan? Inilah gunanya posyandu yang sudah ada sejak 70 tahunan lalu. Aktifkan kembali posyandu-posyandu yang mati suri. Atau kalau cakupannya terlalu luas bisa dilakukan pengkaderan” pungkas Bang Dhin.