Perundugan

Kak Seto: Perundungan Terjadi karena Ada Pembiaran

Indonesia darurat perundungan. Sistem pendidikan Indonesia harus introspeksi.

Ilustrasi bullying. Foto: Brycia James/istock photo

apahabar.com, JAKARTA - Indonesia darurat perundungan (bullying). Sistem pendidikan Indonesia harus introspeksi.

Menurut pakar anak Seto Mulyadi, jika menilik kasus perundungan belakangan ini, sangat banyak tindak kekerasan yang terjadi dalam pendidikan formal seperti sekolah. Misalnya kasus pengeroyokan di Cilacap, perundungan di Tasikmalaya hingga tindakan bunuh diri yang disebabkan perundungan yang terjadi di Jakarta.

Lembaga Perlindungan Anak Indonesia, Akademi Suluh Keluarga dan beberapa komunitas serta tenaga pendidik seluruh Indonesia turut prihatin dan mempertanyakan apa yang terjadi dengan anak-anak saat ini.

Seto Mulyadi, selaku Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPA Indonesia) menyebut kasus perundungan ini sebagai fenomena gunung es.

"Perundungan ini terjadi karena adanya pembiaran, kesempatan bagi para pelaku, dan harus menjadi intropeksi bagi sistem pendidikan di Indonesia," ujar kak Seto dengan tegas, dalam Konferensi Pers yang dilakukan LPAI secara daring, Selasa (10/10).

Ia juga menuturkan bahwa dalam sebuah riset, lebih dari 60% sekolah di suatu wilayah mengalami kasus bullying. Ini terjadi karena pembiaran yang dilakukan oleh pihak sekolah, dan tidak adanya ketegasan yang berlaku.

Tapi selain sekolah, Kak Seto menekankan pentingnya semua peran turut serta dalam menerapkan lingkungan ramah anak, yang tidak menghadirkan atau menginspirasi adanya kekerasan serta bentuk pengabaian lainnya.

Cara lain untuk menekan perundungan adalah dimulai dari keluarga. Dengan adanya diskusi bersama orang tua dan anak, serta melakukan pengarahan melalui komite sekolah yang menghadirkan psikolog untuk meningkatkan kepedulian terhadap hal ini.

Tangkap Layar Seto Mulyadi Ketua Umum LPAI dalam Konferensi Pers tentang Perlindungan Anak Secara Daring, Selasa (10/10/2023). Foto: dok. apahabar

"Orang tua sebenarnya harus sadar bahwa the real education is informal education, pendidikan sebenar-benarnya itu sebenarnya dalam keluarga," ujar kak Seto.

Memberikan hukuman dengan cara otoriter, tangan besi hingga menghukum secara kekerasan seharusnya diberhentikan saat ini. Karena dianggap sudah tidak relevan dengan kondisi sekarang.

Media dikatakan menjadi pedang bermata dua, yang mana dapat dijadikan penyebaran informasi perlindungan bagi sang anak. Namun juga menjadi senjata yang mengancam terhadap hak anak yang terlanggar.

"Kami sadari ini bukan hanya masalah anak semata. Sebetulnya menjadi permasalahan kita (orang dewasa) dalam menjaga anak," tutur Akademi Suluh Keluarga, Lovely B.

Lovely menyampaikan bahwa jika mendapatkan informasi mengenai kekerasan anak tidak perlu disebar luaskan hingga menjadikannya viral, karena akan menjadikan hal tersebut inspirasi bagi sang anak.

"Jika menemukan video tersebut, lebih baik disalurkan ke pihak berwajib atau berwenang. Jika tidak ada kemajuan dapat disalurkan ke LPAI agar adanya tindak lanjut," katanya.

LPAI dan oraganisasi keluarga lain berharap tidak adanya pengabaian atas kasus ini. Dan berharap pemerintah daerah hingga Kementerian turut andil dalam menyudahi kekerasan yang terjadi di kalangan pelajar.