Kalsel

Kabar dari Hulu, Ekspresi Kegelisahan Masyarakat Barabai tentang Meratus

Tampak tenang dari luar. Namun di dalamnya bergejolak. Begitu kiranya gambaran situasi di Kabupaten Hulu Sungai…

Pebri membawakan puitisasi tarian kontemporer saat Barabai Expo 2019 di Lapangan Dwi Warna, Kamis (19/12). Foto-apahabar.com/Arie

Tampak tenang dari luar. Namun di dalamnya bergejolak. Begitu kiranya gambaran situasi di Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST).

HN Lazuardi, BARABAI

SEBENTAR lagi pesta demokrasi. Pemilihan kepala daerah di depan mata.

Silig berganti para pejabat di HST bergeser atau digeser. Tak lain demi membenahi tatanan segala bidang untuk menyejahterakan masyarakat.

Berbagai pertanyaan muncul menjelang hari itu. Siapakah yang pantas memimpin?

Apakah dia sosok yang amanah, mendengar suara masyarakat?

Visi-misi disampaikan untuk menggaet hati masyarakat. Program-program ditawarkan demi suksesnya tatanan baru.

Hal itu tidak dibuat-buat. Tentunya tak lepas dari kajian-kajian pakar di bidangnya masing-masing.

Di HST, isu lingkungan dengan tagar atau hastag (#) Save Meratus paling laris “dijual”.

Maklum, HST adalah benteng terakhir pegunungan Meratus. Isu ini sudah mendunia. Bahkan sampai eropa.

Berbagai kalangan ikut menyuarakan tagar itu. Demi menjaga benteng terakhir paru-paru Kalimantan yang bebas dari tambang.

Namun hanya segelintir orang yang berpikir. Bagaimana menyelamatkan Meratus dari ancaman cakar pertambangan batu bara.

Seperti yang disampaikan Pebri melalui puisi berjudul “Kabar dari Hulu”. Pemilik nama asli Febridha Pebrina ini membuat karya seni tentang keadaan Meratus dan perasaan masyarakat di HST.

Puisi itu dibalut dengan tarian kontemporer dan ditampilkan saat acara Barabai Expo 2019, Kamis (19/12) malam.

Di tempat terbuka, Pebri berjalan perlahan diiringi riuhnya suasana malam.

Perlahan masyarakat berbondong-bondong mengelilinginya guna menyaksikan pertunjukkan itu.

Tampak piawai Pebri membawakan tarian kontemporer. Sesekali dia marah dan berteriak.

“Manusia-Manusia keparat yang bersekutu dengan gagak yang hitam pekat setengah penglihatannya,” ujarnya. “Manusia-manusia yang munafik seperti kalian, dengan tubuh aku hanya mencoba menyampaikan kabar darimu, kepada kalian manusia-manusia munafik,” sambungnya.

Ia kemudian menangis. Dengan ekspresi tarian yang menyulut emosi. “Langit, langit… kepada siapa lagi aku mencari tahu”

Puitisasi tarian itu dibuat Pebri. Untuk menggambarkan perasaannya terhadap lingkungan.

Dalam puisi dan gerakan tarian yang ditampilkan mahasiswa yang sedang belajar di Sendratasik ULM ini tak hanya mengangkat isu Meratus. Isu lainnya seperti sosial pun ikut ditekankan Pebri.

Lebih spesifik, Pebri menekankan puisi karyanya itu. Ditunjukkan untuk perasaan personal. Melalui riset dan observasi-nya mengenai kesenian dan HST, puisinya itu tercipta.

Dibalut dengan tarian kontemporer, Peby alumni MAN 2 di HST ini berhasil menggiring penonton meresapi karyanya.

Kebanyakan orang kan lebih mengambil sisi bencananya atau kehancuran Meratus. “Kalau di sini saya lebih menekankan bagaimana sebenarnya perasaan, bentuk kegelisahan masyarakat dalam hal lingkungan, kesenian dan hal lainnya,” ujar dara kelahiran HST, Banua Hanyar, 2001 silam ini.

Pertunjukan tarian kontemporer dengan puisinya yang berjudul “Kabar dari Hulu” ini perdana dibawakan Pebri di tanah kelahirannya sendiri. “Inilah bentuk perasaan, respon saya terhadap kegelisahan masyarakat HST terhadap lingkungan,” tegas Pebri yang saat ini menggeluti dunia sastra dan seni.

Baca Juga:Peringati Hari Ibu, DPD PDIP Kalsel Gelar Beragam Kegiatan

Baca Juga: Nunggak Retribusi, 25 Toko Pasar Tradisional di Banjarmasin Kena Segel

Baca Juga:CPNS Banjarmasin, Ratusan Pelamar TMS Ajukan Sanggahan

Baca Juga:HKSN 2019 di Kalsel, 2 Rekor MURI Terpecahkan Sekaligus!

Editor: Fariz Fadhillah