Kalsel

Jutaan Ikan Mati, Petani Ikan di Marabahan Menjerit

apahabar.com, MARABAHAN – Akibat kenaikan tingkat keasaman air Sungai Barito, jutaaan bibit ikan maupun siap jual…

Ratusan ikan mati dalam satu keramba apung milik peternak di Kelurahan Lepasan. Foto-apahabar.com/Bastian Alkaf

apahabar.com, MARABAHAN – Akibat kenaikan tingkat keasaman air Sungai Barito, jutaaan bibit ikan maupun siap jual dalam keramba apung di Marabahan dan Bakumpai mati.

Kematian ikan nila dan patin tersebut teridentifikasi berlangsung sejak 22 Desember. Ikan tidak mendadak mati, melainkan lebih dulu mengapung selama beberapa jam seperti kekurangan oksigen.

Pun kematian masal tidak berlangsung serentak di satu tempat. Peristiwa ini pertama kali terlihat di keramba apung warga Kelurahan Lepasan di Bakumpai, tepat di dekat persimpangan Sungai Barito dengan Sungai Negara.

Kemudian berangsur-angsur menjalar ke hilir menuju Kelurahan Marabahan, hingga Desa Bagus yang berada di dekat Jembatan Rumpiang.

“Kematian paling parah terjadi sejak 5 Januari 2020. Dari 10 ribu ikan nila, paling cuma tersisa sekitar 50 persen,” papar Rahmatillah, salah seorang pemilik keramba apung di Lepasan, Selasa (7/1).

“Kalau dihitung-hitung, kerugian mencapai Rp25 juta. Kebetulan mayoritas ikan masih berumur 1 bulan, sedangkan ikan yang sudah besar atau berumur 3 bulan sempat dijual,” imbuhnya.

Kendati sempat dijual, keuntungan yang diperoleh tetap tidak maksimal, “Saya jual obral dan jauh lebih rendah dari harga biasa sekitar Rp20 ribu sampai Rp30 ribu per kilogram,” tukas Rahmatillah.

Sebaliknya beberapa petani ikan lain di Desa Bagus, tidak sempat menjual ikan mereka. Terlebih ikan yang dipelihara baru berusia 1 hingga 1,5 bulan.

“Kami menduga air asam ini berasal dari daratan yang dibawa hujan, terutama dalam sepuluh hari terakhir,” papar salah seorang peternak bernama Hasan.

“Selanjutnya kami berharap mendapatkan bantuan dari Pemkab Barito Kuala, terutama penyediaan bibit,” sambungnya.

Kepedihan juga dirasakan Miswati, salah seorang petani ikan di Desa Baliuk. Dari delapan keramba yang rata-rata berisi 10.000 ikan, hanya sekitar 50 persen dapat diselamatkan.

“Menangis haja lagi kada, ketika melihat banyak ikan mati akibat air asam. Sebagian masih sempat dijual dan juga dibagi-bagikan kepada tetangga,” paparnya.

“Kami yakin air asam ini datang dari pembukaan lahan sawit di hulu dan hilir sungai, karena sebelumnya air Sungai Barito tidak pernah terlalu masam,” tegasnya.

Terdapat puluhan keramba apung mulai Desa Bagus hingga Kelurahan Lepasan. Selain dipelihara mandiri, beberapa keramba dimiliki kelompok peternak.

Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan (DKPP) Batola memperkirakan ikan yang mati berjumlah 2.580.000 ekor. Sebagian besar merupakan benih ikan berumur 2 bulan.

“Estimasi tersebut diperoleh dari rata-rata 10.000 bibit yang disemai dalam 258 keramba,” jelas Syaiful Asgar, Kabid Perikanan Budidaya DKPP Batola.

Baca Juga: Bawaslu Datangi Bupati Banjar, Bahas Mutasi Pejabat

Baca Juga: Menyesal, Predator Anak Kandung di Kotabaru Khilaf karena Miras

Reporter: Bastian Alkaf
Editor: Syarif