Kalsel

Jurus Kelit Bupati HSU Saat Jaksa KPK Tunjukkan Duit Miliaran

apahabar.com, BANJARMASIN – Sederet bantahan akhirnya keluar dari mulut Abdul Wahid. Bupati Hulu Sungai Utara (HSU)…

Bupati HSU nonaktif Abdul Wahid mengikuti sidang kasus suap dan gratifikais yang menjerat Fachriadi dan Marhaini. apahabar.com/Syahbani

apahabar.com, BANJARMASIN – Sederet bantahan akhirnya keluar dari mulut Abdul Wahid. Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) nonaktif menepis keterlibatannya dalam megaskandal suap yang dibongkar KPK.

“Menurut saya OTT (operasi tangkap tangan) ini tak ada hubungannya dengan saya,” kilah Wahid saat menjadi saksi di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Rabu (12/1).

Wahid dihadirkan jaksa penuntut KPK sebagai saksi dalam sidang dua terdakwa Fachriadi dan Marhaini.

Dua terdakwa diketahui sebagai penyuap Maliki, mantan Kadis Pekerjaan Umum Penataan Ruang dan Pertanahan (PUPRP) HSU sekaligus anak buah Wahid sendiri.

Meski di persidangan terbongkar soal adanya komitmen fee proyek termasuk pembagian persen-nya, Wahid berdalih tak mengetahui akan hal itu.

“Soal komitmen fee saya tidak tahu. Dan tak pernah ada urusan dengan fee 10 dan 5 persen,” bantah Wahid saat dicecar pertanyaan oleh jaksa KPK.

Skandal Cuci Uang HSU, KPK Panggil Adik Wahid Selain Sekda

Belum cukup, Wahid juga mengaku tak terlibat dalam pengaturan pemenang delapan tender proyek di Bidang Sumber Daya Air (SDA) yang dijadikan alat bukti oleh jaksa KPK.

“Saya tak pernah tahu catatan ini. Tapi pernah disampaikan oleh Maliki. Kata saya laksanakan saja sesuai dengan yang berlaku,” katanya.

Lantas atas bantahan tersebut, jaksa penuntut KPK membeberkan soal duit yang disita KPK dari kediaman Wahid saat OTT terjadi.

Dari situ terbongkar bahwa ada 33 item jumlah duit dengan total sekitar Rp3 miliar lebih, serta sekitar 170 Dolar Amerika yang disita KPK dari kediaman Wahid.

Lantas apakah duit tersebut hasil kumpulan fee proyek yang diterima Wahid?

Wahid menjawabnya dengan berbelit-belit. Ia hanya menyatakan bahwa duit tersebut merupakan titipan yang diberikan Maliki tanpa menjelaskan peruntukannya.

Selain itu, Wahid mengaku bahwa duit itu hasil dari usaha, dan sebagian lagi penyelesaian pembangunan klinik yang saat ini tengah disita KPK.

“Kalau soal komitmen fee saya tidak tahu, ada pembagian 15 persen, 10 persen saya tidak tahu. Tapi kalau ada titipan uang di tempat saya, saya akui ada. Yang kata ajudan ada titipan dari Maliki. Tidak ada dijelaskan untuk apa,” ucapnya.

Atas jawaban itu, jaksa pun mengatakan bahwa Wahid sempat membuat catatan kronologis terkait duit tersebut. Di mana duit itu tak hanya diterima dari Maliki, tapi juga Marwoto selaku Kasi Jembatan di Dinas PUPRP HSU.

Dari catatan kronologis itu, dirincikan bahwa Maliki menyerahkan sebanyak tiga kali dengan total duit kurang lebih Rp240 juta pada 2020-2021, dan 2019. Serta dari Marwoto sekitar Rp2,5 miliar pada 2019, dan Rp2,5 miliar 2020.

Namun, Wahid mengklarifikasi akan hal itu, ia hanya mengaku pernah menerima duit dari Maliki, namun untuk Marwoto ia mengaku diminta penyidik menulis.

“Kalau dari Maliki saya akui. Kalau tidak salah Rp120, Rp100 dan Rp20 juta tunai. Kalau yang 2,5 miliar dari Marwoto diminta penyidik nulis,” katanya.

Menanggapi pernyataan Wahid tersebut, Jaksa Penuntut KPK, Tito Zailani menanggapi santai soal pernyataan Wahid bahwa dirinya disuruh menulis kronologis saat penggeledahan di rumahnya pada 19 September 2021 itu.

“Itu hak dia, nanti pada waktunya kita hadirkan penyidiknya ke sini. Kami konfirmasi kepada yang bersangkutan apakah betul Pak Abdul Wahid ini diancam atau diintimidasi saat memberikan kronologis tersebut,” kata Tito.

Tito mengatakan, dalam fakta persidangan bahwa duit hasil komitmen fee proyek semuanya diserahkan melalui Maliki, dan dari saksi-saksi bahwa itu atas perintah bupati,” terangnya.

Lebih jauh, kata Tito awalnya mereka berencana menghadirkan langsung Wahid ke persidangan. Namun karena adanya kendala sehingga tak bisa dilakukan.

“Kami sudah koordinasi dengan pihak Lapas, pihak Rutan sana bahwa belum bisa dikabulkan dengan alasan masih Pandemi,” jelasnya.

Adapun untuk sidang selanjutnya pada 19 Januari mendatang, jaksa akan menghadirkan dua Terdakwa Fachriadi dan Marhaini sebagai saksi mahkota.

TPPU Wahid, Jamela DPRD Tabalong Dipanggil KPK Lagi