Opini

John Tralala, Saya, dan Anu Ai…

Mengenang setahun wafatnya seniman besar Banua, John Tralala. (Dikutip dari Facebook, 26 Juni 2018, atas Izin…

Ahmad Rosyadi. Foto-Istimewa

Mengenang setahun wafatnya seniman besar Banua, John Tralala. (Dikutip dari Facebook, 26 Juni 2018, atas Izin Penulis)

Oleh: Ahmad Rosyadi

MENYEBUT nama H. Yusran Effendi, barangkali banyak yang menggeleng tidak kenal, tapi sebut saja nama John Tralala, hampir dipastikan mayoritas orang Kalsel mengenalnya. Seniman madihin Banjar, penyanyi dan pelawak ini, Selasa 26 Juni 2018 meninggal dunia.

Saya mengenal H. John Tralala kala mendengarkan Radio Nirwana AM Banjarmasin tahun 1988-1991. Dia mengasuh acara Dendang Nirwana, semacam kisah humor sekaligus membaca surat-surat pendengar.

Uniknya, surat itu dibacakan John dengan logat bahasa Banjar tertentu sesuai permintaan penulis surat. Ada yang order dialek Hulu Sungai, Anjir, Kelua, Nagara hingga logat Banjar huruf "R" yang bakalere, bakarak, batagar dan cadel.

Dulu, selain John, personel grup lawak itu terdiri dari Bung Kancil, Utuh Cobek, dan Diang Kenjot. Tiga nama terakhir telah lama mendahului John.

Grup John makin melambung ketika dia menjadi juara lawak TVRI tahun 1989. Sebagai hadiah, dia ketemu Presiden Soeharto sekalian manggung. Salah satu lawakan yang saya ingat adalah ketika dia main tebak-tebakan: siapa Komandan Hansip pada zaman Firaun? Di layar TVRI terlihat Pak Harto tertawa.

Ada 3 kali pertemuan saya dengan John. Perjumpaan pertama ketika saya jadi wartawan dan mengumpulkan bahan untuk menulis buku.

Saya menitipkan surat di Radio Nirwana, Jl Kolonel Sugiono Banjarmasin. Tak lama, dia menelepon dan meminta saya datang wawancara sekitar jam 3 sore, di studio radio tersebut. Kala itu Ramadan, November 2003.

John bercerita banyak tentang kenangannya bersama KH Muhammad Zaini Abdul Ghani. Dia pertama kali bertemu Guru Sekumpul pada 1993 bersama KH Ahmad Bakeri. Kala itu dia baru saja menunaikan ibadah haji, hadiah dari Presiden Soeharto atas kiprahnya di bidang seni madihin.

Pertemuan itu amat berkesan bagi John, karena Guru Sekumpul berkata, naik hajinya John Tralala merupakan balasan Allah atas ikut berjasanya dia membantu mengumpulkan dana pembangunan masjid, langgar dan sekolah dari lawakannya.

Beberapa waktu kemudian, John kerap berkunjung ke Sekumpul. Ketika berjumpa, antara John Tralala dan Guru Sekumpul saling bertukar cerita lucu. Praktis sepanjang pertemuan hanya humor dan gelak tawa yang terdengar. "Sidin lucut tatawa," kata John.

Pada wawancara itu, John memberikan selembar foto dia bersama Guru dan putra sang ulama, Muhammad Amin Badali. Foto inilah yg kemudian menyebar di dunia maya dan media sosial hingga saat ini. Mungkin sudah ratusan kali di-scan, save, copy-paste. Foto aslinya masih ada dengan saya.

John melanjutkan kisah. Saking akrabnya, ketika bertemu Guru, kadang-kadang John keceplosan menyebut nama Guru Sekumpul dalam sapaan obrolan. Kadang "Abah ai", "Guru ai", "Abah Guru ai", hingga "anu ai". Guru sering mengisahkan soal "anu ai" ini dalam pengajian, sambil tertawa.

"Raja Aa nih," kata Guru menirukan ungkapan khas ciptaan John. Tak lama setelah itu, John hadir ketika pengajian berlangsung. Dia duduk di samping kiri Guru mengenakan busana serba putih. Lagi-lagi gelak tawa menyelingi pengajian.

Dulu, kala membawakan acara Baturai Pantun di TVRI Kalsel, John selalu menyelipkan pantun yang isinya mendoakan Guru senantiasa sehat walafiat dan panjang umur. "Saya mempunyai semacam ikatan batin dengan Abah Guru," kenang John Tralala.

Klik halaman selanjutnya

John Tralala bersama KH Muhammad Zaini Abdul Ghani, dan putra sang ulama, Muhammad Amin Badali. Foto-Istimewa

Pertemuan kedua saya, kala John hendak menemui Pak H. Rudy Ariffin di kediaman Gubernur Kalsel, Februari 2009. Berhubung Pak Rudy masih ada tamu, John saya bawa ke ruangan lain. Saat itu dia berkisah soal statusnya sebagai PNS di Pemprov, dan mau mengajukan pensiun dini karena padatnya aktivitas sebagai seniman. Dulu, Gubernur memang menerima banyak surat dari warga, yang menyoalkan status PNS John ini. Pertemuan kali ini serius. Tidak ada lelucon yg keluar.

Pertemuan terakhir 4 November 2017. Dia diundang untuk menghibur massa yg menghadiri pelantikan Kerukunan Bubuhan Banjar Kalimantan Utara, di Bulungan, ibukota provinsi. Sambil membawakan madihin, dia menyebut soal "amplop panitia". Belum lagi usai, puluhan tamu VIP di panggung mendekati John, saweran.

Balik ke banua, kami satu kapal speed milik Dinas PU Kaltara dengan John menuju Tarakan. Dia bersama anak, Hendra Wijaya dan Anang. Si Anang inilah yg kerap jadi bahan "bully" John. Di Tarakan, John langsung menuju bandara, sedangkan saya, Pak Rudy dan Khairil Anwar nginap semalam.

Perjalanan hampir sejam itu tidak terasa. John bercerita hingga suara gelak tawa beradu dengan bunyi ombak. Mirip di hadapan Guru Sekumpul, John lagi2 keceplosan soal " Pa Rudy ai", "anu ai"…

Ketika menepi di pelabuhan Tarakan, Pak Rudy membisiki saya. Sambil bersalaman, saya serahkan hadiah Pak Rudy ke John. "Kada rugi membawa si Anang ini, membawa rezeki…" Si Anang ngakak, "Booh bisa banar John ini.."

Dari puluhan kisahnya, ada 3 yang saya ingat. "Jadi Pa Rudy ai, Anang ini kada hafal pantun. Lalu inya nulis di HP. Pas lagi manggung, sambil inya membuka HP, ada nang menelepon. Kada ingat lagi ai pantun, lalu disahutinya, 'Haloo, jangan nelepon dulu, hilang tulisan pantun nah…'"

Kisah lainnya soal orang hendak menjual mobil Avanza tahun 2010, Rp30 juta. Banyak yang minat karena murah. Ujar John, "Pokoknya klaksonnya aja nang kada babunyi." Yang mau membeli mikir, berapa sih biaya servis klakson.

Sebelum sempat transaksi, pembeli protes. "Apa nih lawang, rem, stir, sampai wiper habis garancaian babunyi samuaan. Maka jar semalam klaksonnya aja nang kada babunyi?" ujar John, "Kan bujur aja. Klaksonnya aja nang kada babunyi…"

Kisah terakhir soal wasiat Anang. "Si Anang ini Pa Rudy ai, mun mati kada handak dikubur pakai kain kafan. Inya minta dibungkus wan kalaras (daun pisang kering). Jadi sangka malaikat lain mayat, tapi gula habang ??…"

Kini, H. John Tralala telah tiada. Terima kasih atas hiburan dan lawakanmu selama ini. Pertama kali kenal dan mendengar suaranya pada 1988, 30 tahun kemudian mendengar kabar: John Tralala telah berpulang. Allahummaghfirlahu warhamhu wa'afihi wa'fu'anhu…

======================================================================

Tulisan ini adalah kiriman dari publisher, isi tulisan ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.