Pemilu 2024

Joget Gemoy Prabowo Bisa Jadi Bomerang!

Prabowo Subianto jadi perbincangan publik. Dengan joget gemoy-nya, ia begitu menarik perhatian.

Psangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Foto: Antara

apahabar.com, JAKARTA - Prabowo Subianto jadi perbincangan publik. Dengan joget gemoy-nya, ia begitu menarik perhatian.

Termasuk menarik perhatian ahli psikologi forensik, Reza Indragiri. "Yang saya khawatirkan sepertinya terjadi," ucapnya, Rabu (13/12).

Ia lantas memberi contoh. Seperti Donald Trump yang juga berjoget pada 2019. Begitu pula Boris Yeltsin. Ia melakukan hal serupa tahun 1996.

Baca Juga: Kubu Prabowo Klaim Tak Risaukan Urusan HAM

Trump ajojing selepas lolos dari serangan Covid-19. Sedangkan Yeltsin dikenal punya riwayat penyakit jantung.

"Jadi, kedua tokoh tadi berjoget dalam rangka meyakinkan publik bahwa mereka sehat," lanjutnya.

Karena sehat, target Trump dan Yeltsin terpenuhi. Publik tak ragu. Bahwa mereka sanggup memimpin Amerika Serikat dan Rusia.

Dari situ, masuk akal jika Prabowo melakukan pola serupa; joget gemoy. Usianya lanjut. Kondisi kesehatannya juga tak begitu prima. "Guna mempengaruhi persepsi publik," imbuh Reza.

Kata Reza, sah-sah saja. Tak salah. Itu cara Prabowo mengemas diri. "No problem. Setiap kontestan pilpres boleh bikin siasatnya masing-masing," kata dia.

Namun ada tapinya. Reza melihat Trump dan Yeltsin bergoyang asyik cuma saat berada di panggung dan ketika musik mengalun. Pun hanya satu dua kali.

Baca Juga: Curhatan Prabowo Diserang Isu HAM Tiap Debat Capres

Mereka tak menjadikan joget sebagai strategi branding. Yang dipertontonkan terus menerus.

Pada titik itulah joget gemoy Prabowo tampak sangat bermasalah. Kata Reza: terlalu sering. Tanpa musik pula.

"Dan seperti tak kenal situasi. Saat ditanya hal serius, tanpa jawaban tuntas, Prabowo justru menggenapi jawabannya dengan berjoget," tuturnya.

Reza mengakui ia adalah pendukung Prabowo pada dua pilpres. 2014 dan 2019. Dirinya merasa terpukau dengan kegesitan Menhan itu.

Namun, sekarang ia justru risau. Bukan soal kondisi fisik, tapi pada joget gemoy Prabowo. Di mana capres nomor urut 2 itu melakukannya berulang. Tanpa memperhatikan konteks acara, plus pernyataan-pernyataan mengambang.

"Itulah yang membuat saya was-was. Yaitu, executive functioning Prabowo. Executive functioning bersangkut paut dengan kesanggupan manusia mengelola informasi lalu membuat keputusan yang solid," tuturnya.

Baca Juga: PKB Nilai Prabowo Emosional saat Debat Capres Perdana di KPU

Lebih dalam, Reza menganalisa joget Prabowo terkesan sebagai bentuk kompensasi. Sekaligus jadi pengalih perhatian audiens atas menurun kemampuan berpikir strategis dan tuntas. Tentu saja di level tertinggi pejabat negara.

Strategi branding lewat joget juga berpotensi menjadi senjata makan tuan. Ketika orang-orang di sekitar Prabowo terus mengarahkan untuk berjoget.

"Itu berarti mereka bukan melatih Prabowo untuk memulihkan executive functioning-nya. Melainkan justru mempertumpul kapasitas kognitif Prabowo," tutupnya.