Jerat Fenomena Filisida: Ayah Bunuh Anak Kandung di Gresik

Pembunuhan anak oleh ayah kandung di Gresik itu menambah daftar panjang kasus filisida di Indonesia

Muhammad QOdad Afalul tega membunuh anaknya, AZ, dengan menusukkan pisau berulang kali. Foto : Ilustrasi

apahabar.com, JAKARTA - Sabtu (29/4) menjadi hari terakhir AZ melihat dunia. Nahas, nyawa bocah asal Gresik itu melayang di tangan ayahnya sendiri, Muhammad Qodad Afalul, yang tega menusukkan pisau berulang kali.

Affan, begitu sapaannya, mengaku sengaja menikam putrinya lantaran sakit hati ditinggal sang istri. Dia sempat stres berat karena istrinya yang kabur dari rumah menjadi pemandu lagu atau LC (Ladies Companion).

Alih-alih menyesal, Affan malah merasa lega sudah membunuh AZ. Sebab, menurutnya, putri kecilnya itu tidak perlu lagi menderita dengan memikirkan keluarga yang berantakan. Dia pun meyakini kalau AZ bakal masuk surga.

“Saya gak menyesal, biar anak saya bahagia di akhirat, gak mikir ibunya lagi. Karena belum dewasa pasti masuk surga, tidak terbebani dengan dosa-dosa orang tuanya. Daripada anak saya tersiksa di dunia memiliki ibu yang banyak dosa,” ujar Affan, dikutip Kamis (4/5).

Tekad Affan kian bulat usai berulang kali mendengar pengakuan putrinya yang kerap mendapat perundungan. Bocah yang baru berusia sembilan tahun itu dirundung karena memiliki orang tua dengan latar belakang kurang baik.

“Sering di-bully sama teman-temannya, hingga dijauhi karena latar belakang ibunya yang sering gonta-ganti pasangan,” ujarnya.

Motif Pembunuhan Anak oleh Orang Tua

Pembunuhan anak oleh ayah kandung di Gresik itu menambah daftar panjang kasus filisida di Indonesia. American Psychiatric Association menyebut fenomena ini sejatinya bukan hal baru, bahkan sudah ada sekitar 2000 SM di peradaban Kasdim Kuno, Irak.

The University of Manchester dalam Filicide: A Literature Review (2009) mendefinisikan filisida sebagai pembunuhan anak hingga umur 18 tahun yang dilakukan oleh orang tua biologis, wali, ataupun orang tua tiri.

Resnick dalam Child murder by parents: A psychiatric of filicide (1969) mengungkapkan ada lima motif yang melatarbelakangi filisida. Pertama, altruistik alias keyakinan membebaskan anak dari penderitaan. 

Mereka percaya kematian menjadi jalan terbaik untuk anak agar bahagia dan tidak merasakan penderitaan. Bahkan, tidak sedikit orang tua yang percaya bahwa pembunuhan itu merupakan tindakan ‘penyelamatan’ atas nasib buruk si anak.

Motif kedua adalah psikotik akut, di mana orang tua membunuh anaknya dengan alasan tidak rasional. Mereka biasanya mengalami halusinasi, sehingga tingkat kesadaran saat membunuh tidak stabil.

Ketiga, pembunuhan karena si buah hati tidak diinginkan atau dianggap sebagai penghalang. Motif ini juga termasuk guna meraup keuntungan dari kematian anak, misalnya mendapatkan warisan atau bisa menikah dengan seseorang yang tidak menginginkan anak tiri.

Motif keempat adalah kematian anak yang tidak disengaja. Ini biasanya terjadi karena kelalaian orang tua, seperti mengabaikan atau bahkan melecehkannya.

Terakhir, pembunuhan yang dilatarbelakangi balas dendam terhadap pasangan. Orang tua membunuh buah hati guna membalas dendam pada pasangan, yang mungkin berselingkuh atau mengabaikannya.

Beda Filisida oleh Ayah dan Ibu

Filisida bisa dilakukan oleh ayah atau ibu. Faktor yang melatarbelakangi pembunuhan itu pun beragam. Sebuah jurnal yang dimuat dalam Psychiatry (2007) menyebut, ibu dan ayah punya alasan berbeda dalam membunuh buah hatinya.

Seorang ibu yang berpotensi melakukan filisida biasanya memiliki riwayat percobaan bunuh diri, mengalami depresi berat, pun pernah menggunakan layanan psikiatri di masa lalu. Mereka juga cenderung terisolasi secara sosial, atau mengalami masalah finansial.

Sementara, filisida pada ayah dipicu faktor kecemburuan terhadap perilaku anak, seperti rasa cemburu karena si buah hati lebih dekat atau menyukai ibunya. Juga, adanya stresor seperti ketakutan akan perpisahan atau perselingkuhan.

Karakteristik pembunuhan yang dilakukan ayah dan ibu juga berbeda. Masih bersumber dari jurnal yang sama, disebutkan bahwa ibu membunuh buah hati dengan metode trauma kepala, tenggelam, mati lemas, dan pencekikan.

Adapun metode pembunuhan yang dilakukan ayah meliputi cara aktif dan kekerasan. Di antaranya, menembak, menusuk, memukul, menjatuhkan, meremas, meremukkan, atau mengguncang untuk membunuh anak-anak mereka.