Mencari Polisi Baik

Jenderal Hoegeng: Wajah Sebenarnya Kepolisian Republik Indonesia

Pada 1 Juli 2023 diperingati sebagai HUT Bhayangkara Ke-77. Hal itu menandakan bahwa Kepolisian Republik Indonesia telah mencapai usia yang sudah sangat tua.

Jenderal Hoegeng Imam Santoso atau biasa dikenal Jenderal Hoegeng. Foto: Kompas.com

apahabar.com, JAKARTA – Pada 1 Juli 2023 diperingati sebagai HUT Bhayangkara Ke-77. Hal itu menandakan bahwa Kepolisian Republik Indonesia telah menempuh rentang waktu yang terbilang lama.

Perjalanan panjang itu menunjukkan bahwa Kepolisian Republik Indonesia yang selanjutnya dikenal dengan Polri telah melewati aneka macam rintangan kepemimpinan.

Mulai dari keterlibatannya dalam politik hingga hampir kehilangan kepercayaan dari masyarakat. Namun di balik semua hal itu, ada sosok yang menjadi wajah sebenarnya Institusi Polri.

Sosok tersebut yaitu, Jenderal Hoegeng Imam Santoso atau biasa dikenal Jenderal Hoegeng. Ia adalah Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) ke-5 yang memimpin selama periode 1968-1971.

Baca Juga: Peringati HUT Bhayangkara Ke-77, Berikut Sejarah Kepolisian RI

Prestasinya sempat disampaikan oleh Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Hal itu disampaikan Gus Dur dalam diskusi bertajuk "Dekonstruksi dan Revitalisasi Keindonesiaan" di Bentara Budaya Jakarta (BBJ), Kamis 31 Agustus 2006

"Hanya ada 3 polisi jujur di negara ini: polisi tidur, patung polisi, dan Hoegeng" ujarnya dalam diskusi tersebut.

Lahir pada 14 Oktober 1921, Hoegeng menempuh pendidikan di HIS dan MULO Pekalongan, kemudian belajar di AMS A Yogyakarta.

Ia kemudian melanjutkan pendidikan ke Recht Hoge School (Sekolah Tinggi Hukum) di Batavia. Sebelum akhirnya masuk ke Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK).

Baca Juga: HUT Ke-77 Bhayangkara, Polri Diharap Semakin Profesional

Pada awal perjalanan karirnya, ia diberikan sejumlah hadiah seperti rumah dan mobil pribadi dari bandar judi di Indonesia. Namun ia menolak dan memilih tinggal sementara di sebuah hotel.

Tidak hanya itu, saat kemudian dipindahkan ke rumah dinas, Hoegeng disambut oleh sejumlah barang berharga yang ternyata masih menjadi bagian dari sogokan Bendar judi. Hoegeng menolak dan semua barang tersebut dikeluarkan secara paksa.

Hal-hal tersebut yang tentunya menyita perhatian publik sebelum akhirnya Hoegeng diangkat sebagai Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) menggantikan Sotjipto Yudodiharjo pada 1968.

Salah satu kasus besar yang pernah ia tangani saat itu adalah peristiwa Sum Kuning. Kasus yang melibatkan penjual telur bernama Sumaridjem berusia 17 tahun, terjadi pada 21 September 1970.

Kasus tersebut bermula saat Sumaridjem yang tengah berjalan sendirian ke arah rumah mendapati dirinya didekati oleh sebuah mobil tidak dikenal. Ia ditarik masuk saat tengah melintas di timur Asrama Polisi Patuk, Yogyakarta.

Sumaridjem kemudian dibawa mengitari Jalan Diponegoro menuju Bumijo. Selama di dalam mobil ia diperkosa oleh 4 pemuda tidak dikenal sebelum akhirnya dibuang di di tepi Jalan Wates-Purworejo, Gamping.

Kasus tersebut cukup menggemparkan publik lantaran Sumaridjem ditahan polisi usai keluar dari rumah sakit karena dianggap telah menyampaikan berita bohong. Sumaridjem saat itu dihukum dengan hukuman 3 bulan penjara dan dibebaskan karena tak terbukti berbohong.

Berdasarkan pengakuan Sumaridjem ia diculik oleh 4 orang pemuda dan diperkosa di dalam mobil. Tidak seperti sekarang pada saat itu mobil hanya bisa dimiliki oleh orang ternama.

Baca Juga: Langkah Kecil Si Anak Petani Kotabaru: Sepatu Usang Berbuah Kapolsek 

Sumaridjem dianggap berbohong karena menurut penemuan jaksa, ia diperkosa oleh 7 orang dalam sebuah rumah sewaan.

Demi menemukan kebenaran Hoegeng kemudian turun tangan untuk menangani kasus tersebut dengan membentuk tim khusus bernama Tim Pemeriksa Sum Kuning yang diketuai Kadapol IX/Jateng, Suwardjiono.

Timsus tersebut kemudian mengendus adanya dugaan bahwa sejumlah anak perjabat terlibat dalam kasus pemerkosaan Sumaridjem. Salah satunya Paku Alam VIII yang saat itu menjabat sebagai Wakil Gubernur DIY.

Sayangnya dugaan tersebut dibantah oleh pihak terkait. Hoegeng kemudian melaporkan kasus tersebut ke Presiden Ke-2 RI Soeharto. Tapi, Soeharto sayangnya justru meminta kasus diambil alih oleh Tim Pemeriksa Pusat (Kopkamtib).

Baca Juga: [EDITORIAL] Mencari Polisi yang Baik

Polisi kemudian menetapkan tersangka yang merupakan seorang penjual sate serta mahasiswa. Tapi, publik tidak puas dengan hasil penetapan tersebut. Sayangnya karena kurang dukungan dari sejumlah pihak, kasus tersebut terhenti dan masih menjadi misteri hingga saat ini.

Tidak sampai di situ, Hoegeng kembali menjadi buah bibir masyarakat dalam kasus penyelundupan mobil mewah yang dilakukan oleh oleh Robby Tjahyadi atau Sie Tjie It.

Tidak hanya itu kasus penyelundupan mobil mewah tersebut juga melibatkan sosok terkenal, yaitu Bu Tien yang merupakan istri Presiden Soeharto.

Akibat dari kasus tersebut, Hoegeng kemudian diberhentikan dari jabatannya sebagai kapolri secara mendadak. Saat itu Presiden Soeharto. Beralasan pemberhentian itu bertujuan untuk regenerasi kepemimpinan.

Sejak saat itu Hoegeng dikenal sebagai polisi jujur dan menjadi wajah sebenarnya kepolisian Republik Indonesia. Hoegeng meninggal pada 14 Juli 2004 akibat penyakit stroke yang dideritanya.